Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Kesalahan Pentagon yang Berakibat Lemahnya Militer Afghanistan

Kompas.com - 20/08/2021, 11:19 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

KABUL, KOMPAS.com - Lemahnya militer Afghanistan membuat negara itu kembali jatuh dalam kekuasaan Taliban, setelah pasukan asing pimpinan Amerika Serikat ditarik mundur.

Diwartakan AFP, tak berdayanya tentara Afghanistan turut disebabkan oleh kesalahan Pentagon selama 20 tahun berperang di sana.

Apa saja kesalahan Pentagon di Afghanistan? Berikut penjelasannya.

Baca juga: 5 Janji Taliban untuk Warga Afghanistan, dari Hak Perempuan hingga Industri Narkoba

1. Salah peralatan

AS menghabiskan 83 miliar dollar AS (Rp 1,2 kuadriliun) agar militer Afghanistan bisa sekuat mereka.

Artinya, AS juga menyuplai armada udara dan jaringan komunikasi berteknologi tinggi di Afghanistan yang hanya 30 persen penduduknya mendapat pasokan listrik memadai.

Pesawat terbang, helikopter, drone, kendaraan lapis baja, dan kacamata penglihatan malam contohnya. AS tidak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya untuk memperkuat tentara Afghanistan.

Belum lama ini militer "Paman Sam" bahkan memberi Afghanistan helikopter serang Black Hawk terbaru.

Masalahnya, banyak pemuda Afghanistan buta huruf dan negaranya kekurangan infrastruktur untuk mendukung peralatan militer mutakhir.

Akibatnya tentara Afghanistan tetap kewalahan menghadapi musuh yang peralatannya kurang lengkap dan tampaknya kalah jumlah.

Konvoi tentara Afghanistan berhenti sejenak di garis depan pertempuran melawan Taliban, dekat kota Badakhshan, Afghanistan utara, Minggu (4/7/2021). Lebih dari 1.000 personel melarikan diri ke negara tetangga, Tajikistan, karena kalah bentrok melawan Taliban.AP PHOTO/NAZIM QASMY Konvoi tentara Afghanistan berhenti sejenak di garis depan pertempuran melawan Taliban, dekat kota Badakhshan, Afghanistan utara, Minggu (4/7/2021). Lebih dari 1.000 personel melarikan diri ke negara tetangga, Tajikistan, karena kalah bentrok melawan Taliban.
Kemampuan mereka dinilai terlalu tinggi, menurut John Sopko, inspektur jenderal khusus AS untuk rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), kepada AFP.

Setiap kali dia mencoba mengevaluasi tentara Afghanistan, ungkapnya, "Militer AS mengubah tiang gawang, membuatnya lebih mudah menunjukkan keberhasilan. Dan akhirnya, ketika mereka (tentara Afghanistan) gagal melakukannya, mereka (AS) merahasiakan penilaian."

"Jadi mereka tahu betapa buruknya militer Afghanistan."

Laporan terbaru kantornya kepada Kongres yang diajukan pekan lalu menyatakan, "Sistem senjata canggih, kendaraan, dan logistik yang digunakan oleh militer Barat berada di luar kemampuan pasukan Afghanistan yang sebagian besar buta huruf dan tidak berpendidikan."

Baca juga: Cerita WNI di Kabul Saat Taliban Masuk: Warga Afghanistan Berhamburan, Mobil Ngebut Tak Beraturan

2. Jumlah berlebihan

Selama berbulan-bulan, para petinggi Pentagon bersikeras pasukan Afghanistan unggul jumlah atas anggota Taliban.

Pentagon mengeklaim, tentara Afghanistan jumlahnya berkisar 300.000 ditambah polisi, dibandingkan Taliban yang diperkirakan sekitar 70.000 personel.

Akan tetapi jumlah tentara Afghanistan sebenarnya tidak sebanyak itu, menurut Pusat Pemberantasan Terorisme di Akademi Militer AS di West Point, New York.

Pada Juli 2020, menurut perkiraannya sendiri, dari 300.000 itu hanya 185.000 yang tentara atau pasukan operasi khusus di bawah kendali Kementerian Pertahanan, dan sisanya adalah polisi serta personel keamanan.

Kemudian, tak sampai 60 persen tentara Afghanistan adalah prajurit terlatih, kata para analis West Point.

Tentara Afghanistan memegang bendera kelompok ISIS setelah sebuah serangan di kompleks tahanan di Kota Jalalabad, Afghanistan, Senin (3/8/2020). Serangan tersebut membuat puluhan orang tewas dan ratusan tahanan melarikan diri.AP PHOTO/RAHMAT GUL Tentara Afghanistan memegang bendera kelompok ISIS setelah sebuah serangan di kompleks tahanan di Kota Jalalabad, Afghanistan, Senin (3/8/2020). Serangan tersebut membuat puluhan orang tewas dan ratusan tahanan melarikan diri.
Mereka menyimpulkan, perkiraan yang lebih akurat dari jumlah tentara Afghanistan setelah 8.000 personel angkatan udara tak dihitung, adalah 96.000.

Laporan SIGAR mengatakan, desersi (keluar dari pasukan secara ilegal) selalu menjadi masalah bagi tentara Afghanistan.

Ditemukan bahwa pada 2020, tentara Afghanistan harus mengganti 25 persen personelnya setiap tahun, sebagian besar karena desersi.

Dikatakan pula bahwa tentara Amerika yang bekerja dengan Afghanistan sudah terbiasa melihat situasi itu.

Baca juga: Kisah Perang: Invasi Soviet ke Afghanistan yang Berujung Lahirnya Taliban

3. Janji setengah hati

Para pejabat Amerika berulang kali bersumpah mereka akan terus mendukung tentara Afghanistan setelah 31 Agustus 2021, tanggal yang diumumkan untuk menyelesaikan penarikan pasukan AS.

Namun demikian, mereka tidak pernah menjelaskan bagaimana janji itu akan diwujudkan secara nyata.

Dalam kunjungan terbarunya ke Kabul pada Mei, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengemukakan kemungkinan membantu Afghanistan mempertahankan angkatan udara mereka dari jauh, melalui pendekatan yang disebutnya logistik di cakrawala.

Konsep itu menyiratkan penggunaan sesi pelatihan virtual dari Zoom, dan diprediksi tidak akan maksimal karena warga Afghanistan harus memiliki komputer atau smartphone dengan koneksi internet yang bagus.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin.AP PHOTO/PATRICK SEMANSKY Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin.
Ronald Neumann, mantan duta besar AS untuk Kabul, percaya militer Amerika bisa membutuhkan lebih banyak waktu untuk mundur.

Kesepakatan yang dicapai oleh pemerintahan Trump dengan Taliban menyerukan penarikan penuh pasukan asing pada 1 Mei.

Penerus Trump, Joe Biden, memundurkan tanggal itu, semula menjadi 11 September lalu mengubahnya lagi menjadi 31 Agustus.

Namun, Biden juga memutuskan menarik semua warga Amerika dari Afghanistan, termasuk para kontraktor yang memainkan peran kunci dalam mendukung logistik AS di sana.

"Kami membangun angkatan udara yang bergantung pada kontraktor untuk perawatan dan kemudian menarik kontraktornya," sindir Neumann, yang menjadi duta besar di bawah Presiden George W Bush, kepada radio publik NPR.

Baca juga: Kenapa Taliban Tak Terkalahkan di Afghanistan 2021? Ini 3 Sebabnya

4. Tidak dibayar dan tidak diberi makan

Seorang tentara Afghanistan memegang granat berpeluncur roket (RPG) di pusat pelatihan intelijen di Kabul. ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut (18/12/2017).AFP PHOTO/SHAH MARAI Seorang tentara Afghanistan memegang granat berpeluncur roket (RPG) di pusat pelatihan intelijen di Kabul. ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut (18/12/2017).
Lebih buruk lagi, gaji tentara Afghanistan yang dibayar selama bertahun-tahun oleh Pentagon, dialihkan ke Pemerintah Kabul setelah pasukan ditarik.

Banyak tentara Afghanistan mengeluh di media sosial, bahwa mereka bukan hanya tak dibayar selama berbulan-bulan bahkan kekurangan amunisi, tetapi dalam banyak kasus juga tidak mendapat makanan atau barang-barang pokok lagi.

Penarikan pasukan AS yang cepat pun semakin memperparah keadaan.

"Kita sangat membuat syok tentara dan moral Afghanistan dengan keluar dan menarik perlindungan udara," pungkas Neumann.

Baca juga: Siapa Pemimpin Taliban dan Orang-orang di Belakangnya? Ini Sosok Mereka...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Global
Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Global
3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Global
Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com