TOKYO, KOMPAS.com - Jepang menolak usulan agar perempuan diizinkan untuk naik takhta, di tengah krisis suksesi keluarga kekaisaran yang anggotanya semakin menyusut.
Sebuah panel penasehat pemerintah, yang terdiri dari 21 anggota dari berbagai bidang, sedang berusaha menemukan solusi dari masalah penerus tahta ini.
Namun panel itu, dilaporkan tidak akan mempertimbangkan putri kekaisaran untuk diizinkan memerintah, menurut The Times, mengutip media Jepang pada Kamis (29/7/2021).
Ada dukungan publik untuk mengizinkan para putri naik ke Tahta Krisan, tetapi langkah seperti itu sangat ditentang oleh nasionalis konservatif yang berkuasa di Jepang.
Baca juga: Pemerintah Jepang Tolak Hentikan Olimpiade Tokyo meski Kasus Covid-19 Melonjak 149 Persen
Keluarga kekaisaran Jepang dianggap sebagai monarki tertua di dunia, dengan garis suksesi laki-laki yang tak terputus dan dapat ditelusuri kembali ke dua milenium.
Menurut mitologi, yang diakui oleh Istana Kekaisaran Jepang, Kaisar Jimmu yang legendaris, dikatakan sebagai keturunan dewi matahari dan dewa badai. Dia adalah kaisar Jepang pertama dari 126 Kaisar Jepang yang hingga saat ini dipimpin oleh Kaisar Naruhito.
Tapi masa depan garis kekaisaran dalam bahaya karena aturan ketat yang menyatakan hanya ahli waris laki-laki yang berhak duduk di atas takhta.
Ada kekurangan ahli waris laki-laki di antara Rumah Tangga Kekaisaran Jepang, yang telah menyusut menjadi hanya 18 anggota. Hanya tiga anggota di dalamnya yang memenuhi syarat sebagai ahli waris.
Penurunan anggota keluarga kerajaan Jepang terjadi terutama karena aturan yang mewajibkan putri kekaisaran menghapus gelarnya, jika mereka memilih untuk menikahi rakyat jelata.
Pilihan untuk mempertimbangkan apakah seorang wanita bisa naik takhta diperdebatkan tiga tahun lalu.
Isu itu muncul setelah keputusan bersejarah untuk mengizinkan Kaisar Akihito, 87 tahun, turun takhta.
Untuk mengamankan dukungan partai oposisi atas langkah Kaisar Akihito tersebut, pemerintah berjanji memeriksa kemungkinan reformasi suksesi kekaisaran.
Baca juga: Seniman Jepang Gambarkan Negara Peserta Olimpiade Sebagai Karakter Samurai, Ada Indonesia
Salah satu pilihan untuk reformasi akan memungkinkan perempuan mempertahankan status kekaisaran mereka setelah menikah, terlepas dari status suami mereka. Dengan begitu calon anak laki-laki putri dapat bergabung dengan garis suksesi.
Tapi, hal ini ditentang oleh kaum tradisionalis yang berpendapat bahwa suksesi yang sah hanya dapat melewati garis laki-laki.
Kemungkinan lain yang akan diangkat oleh panel berkaitan dengan mantan keluarga bangsawan, yang status kekaisarannya dihapuskan selama Pendudukan AS di Jepang, menyusul kekalahan kekaisaran dalam Perang Dunia II.
Usulan tersebut menunjukkan bahwa keturunan dari keluarga-keluarga ini dapat diadopsi ke dalam keluarga kaisar.
Pilihan lain, yang juga menyangkut keluarga kekaisaran sebelumnya, akan melihat pemulihan aristokrasi yang efektif dengan kembalinya anggota laki-laki.
Namun, kaum tradisionalis khawatir bahwa setiap reformasi aturan suksesi mengancam legitimasi dan stabilitas Rumah Tangga Kekaisaran Jepang.
Reformis, di sisi lain, berpendapat bahwa Kekaisaran Jepang harus beradaptasi untuk bertahan hidup.
Survei Maret dan April yang dilakukan oleh Kyodo News menunjukkan 87 persen responden mendukung permaisuri yang berkuasa, sementara 80 persen mendukung kaisar garis perempuan.
Taro Kano, seorang anggota kabinet yang dianggap sebagai calon perdana menteri masa depan, telah menyuarakan dukungan untuk langkah yang memungkinkan para putri naik takhta.
“Saya pikir mungkin saja putri kekaisaran, termasuk Putri Aiko, dapat diterima sebagai raja berikutnya,” katanya melansir Daily Mail.
“Hanya ada satu generasi penerus takhta (saat ini). Kita perlu mempertimbangkan apa yang harus dilakukan ketika tidak ada lagi ahli waris laki-laki yang tersisa.”
Baca juga: Benarkah Olimpiade Tokyo Digelar karena Tekanan IOC? Ini Jawaban PM Jepang
Japan’s Imperial Family pic.twitter.com/n7ilq9QLmW
— Alfons López Tena (@alfonslopeztena) April 30, 2019
Namun, prosesnya telah tertunda, dan diskusi formal baru dimulai pada April tahun ini.
Kaum tradisionalis di pemerintahan berpendapat masih ada waktu untuk menemukan solusi alternatif. Pasalnya Kaisar Naruhito (61 tahun) dalam kondisi sehat.
Adapun dari garis keturunan saudara laki-lakinya (Putra Mahkota Akishino), ada ahli waris laki-laki yang juga merupakan keponakan Kaisar, Pangeran Hisahito (14 tahun).
Sementara satu-satunya pewaris lain yang memenuhi syarat adalah Pangeran Hitachi, paman kaisar berusia 85 tahun dan sekarang sedang sakit.
Jajak pendapat menunjukkan sebagian besar publik Jepang mendukung perempuan yang memenuhi syarat untuk memerintah.
Sejumlah politisi, termasuk anggota Partai Demokrat Liberal pimpinan Perdana Menteri Yoshihide Suga yang lebih liberal juga mendukung.
“Di dalam partai yang berkuasa, ada kerinduan untuk (Putri Aiko) naik takhta,” tulis The Japan Times mengutip seorang pejabat senior pemerintah mengatakan bulan ini.
Tetapi Hukum Rumah Tangga Kekaisaran Jepang saat ini, yang ditetapkan pada 1947, menyatakan bahwa hanya seorang keturunan laki-laki dari seorang kaisar laki-laki yang dapat naik takhta.
Jepang memiliki delapan Ratu antara abad keenam dan ke-18, namun tidak ada yang menjabat karena garis keturunannya.
Naruhito dan istrinya, Permaisuri Masako (57 tahun), memiliki seorang putri bernama Putri Aiko, yang lahir pada 2001.
Sementara Hisahito, yang disebut-sebut dalam urutan kedua tahta Kerajaan Jepang, adalah putra dari adik laki-laki Kaisar Naruhito, Putra Mahkota Akishino (55 tahun), dan istrinya Putri Akishino (54 tahun).
Baca juga: Kaisar Jepang Naruhito Akan Buka Olimpiade Tokyo 2020
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.