BANGKOK, KOMPAS.com - AstraZeneca pada Sabtu (24/7/2021) mengatakan, mereka sedang mencari cara untuk memproduksi lebih banyak vaksin Covid-19 bagi Asia Tenggara, yang sedang dilanda lonjakan kasus virus corona.
Rencana AstraZeneca dikemukakan di tengah kurangnya pasokan vaksin virus corona mereka untuk Thailand, sehingga memicu kritik keras terhadap pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha.
Perusahaan Inggris-Swedia itu memiliki pabrik vaksin corona di Thailand untuk pasokan di dalam negeri serta ekspor ke negara-negara tetangga.
Baca juga: Thailand Bakal Campur Vaksin Sinovac dengan AstraZeneca, Ini Alasannya
Berdasarkan ketentuan perjanjian AstraZeneca dengan otoritas Thailand yang dikutip AFP, 180 juta dosis vaksin Covid-19 akan diproduksi, yang sepertiganya untuk Thailand dan sisanya diekspor.
Pada akhir Juli AstraZeneca akan membuat 11,3 juta dosis untuk Thailand, menurut James Teague perwakilan AstraZeneca di negara tersebut.
Ekspor masih belum dimulai, padahal Asia Tenggara sedang menghadapi lonjakan kasus Covid-19 sangat tinggi.
"Kami sedang mengirim secepatnya, mengingat penyebaran varian Delta, kami berusaha semaksimal mungkin untuk mempercepat pasokan lebih banyak lagi," kata Teague dalam surat terbuka kepada rakyat Thailand.
"Kami juga menelusuri 20+ rantai pasokan di jaringan manufaktur kami di seluruh dunia untuk mendapatkan vaksin tambahan bagi Asia Tenggara, termasuk Thailand," lanjutnya dikutip dari AFP.
Baca juga: Di Thailand Peluncuran Vaksin Covid-19 Lambat, Pengunjuk Rasa Tuntut Pemerintah Turun Jabatan
Kontrak AstraZeneca diberikan tahun lalu kepada Siam Bioscience, perusahaan milik Raja Maha Vajiralongkorn yang tidak memiliki rekam jejak memproduksi vaksin.
Siam Bioscience ditugaskan memproduksi vaksin AstraZeneca untuk sembilan negara termasuk Indonesia, Filipina, Malaysia, serta Thailand sendiri.
Hingga Minggu (25/7/2021) Siam Bioscience belum mengomentari laporan produksi yang tidak mencukupi atau pengiriman yang terlambat.
Thailand akhirnya terpaksa mengubah strategi vaksinasi dengan mengimpor jutaan dosis dari China.
Baca juga: Pasokan AstraZeneca Minim, Thailand Beralih ke Vaksin Covid-19 Buatan China
Namun kebanyakan orang Thailand enggan membicarakannya secara terbuka karena undang-undang lese majeste, yang menyatakan kritik untuk raja adalah ilegal.
Para pelanggar akan menghadapi hukuman penjara 3-15 tahun penjara.
Mantan pemimpin oposisi dan miliarder Thanathorn Juangroongruangkit menjadi korban UU keras itu, setelah mengatakan kebijakan vaksinasi Thailand terlalu bergantung pada Siam Bioscience.
Thailand adalah salah satu negara Asia Tenggara yang kasus Covid-19 rendah selama 2020, tetapi sekarang menghadapi lonjakan parah akibat lambatnya vaksinasi.
Baca juga: Mengenal Hukum Lese-Majeste, Lindungi Raja Thailand dari Kritikan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.