"Ada 240 kasus serangan yang terdokumentasi terhadap fasilitas dan para profesional perawatan kesehatan. Hingga pekan lalu, lebih dari 500 surat perintah penangkapan yang beredar untuk dokter dan perawat," kata Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar.
"Anda tidak dapat melawan Covid-19 dan menyerang dokter, perawat, serta klinik pada saat bersamaan. Itu pasti yang membuat situasi buruk menjadi lebih buruk secara eksponensial di Myanmar," tandas Andrews.
Kondisi kudeta dan kekerasan junta militer tersebut kemudian mendesak para dokter bersembunyi untuk menghindari penangkapan.
Mereka kemudian mendirikan jaringan klinik bawah tanah dan layanan telekonsultasi.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Sudah Divaksin di Tengah Lonjakan Kasus Covid-19 Myanmar
Setiap hari mereka menjawab ratusan permintaan dari pasien yang sakit melalui aplikasi, media sosial, dan platform video, yang berusaha mereka layani.
"Kami merawat setidaknya 150 orang per hari. Lebih dari separuh pasien itu mengeluhkan demam, anosmia, gejala mirip Covid-19," kata dokter yang enggan menyebutkan namanya itu.
"Setengah dari pasien adalah kasus yang parah," ucapnya.
Dokter, yang adalah seorang ahli bedah ortopedi sebelum kudeta, mengatakan, kelompok telekonsultasinya EZ Care merawat lebih dari 1.000 pasien dalam sebulan terakhir.
“Kemarin dua pasien meninggal saat kami melakukan konsultasi karena kekurangan oksigen,” ujar dokter pria itu.
"Tanpa oksigen kita tidak bisa berbuat apa-apa," terangnya.
Dokter muda wanita di Yangon mengatakan, ada enam dari pasiennya tewas dalam satu hari pada pekan lalu, yang termuda berusia 49 tahun.
Dia mengunjungi pasien yang sangat sakit di rumah, tetapi merasa tidak berdaya dalam menghadapi krisis yang berkembang.
"Saya melihat pasien di rumah dan sangat memilukan melihatnya kesulitan bernapas. Dia seperti tenggelam dalam air. Dia tidak mendapatkan oksigen di paru-paru dan darahnya. Setelah kunjungan, saya mendapatkan panggilan telpon dari keluarganya dan mereka mengatakan di telah tiada," terangnya.
Baca juga: Dihantui Lonjakan Kasus Covid-19 dari Pengungsi Myanmar, China Perketat Perbatasan
Dokter muda, yang juga tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan itu, mengatakan bahwa orang-orang dalam keadaan panik.
"Ada kekurangan obat dan kekurangan perawatan yang tepat, orang sangat panik karena tidak tahu harus ke mana atau bagaimana berobat, jadi mereka hanya membeli setiap obat yang tertulis di online, 'Ini untuk Covid'," katanya.