OTTAWA, KOMPAS.com - Di sekolah asrama di provinsi Saskatchewan, Kanada yang beroperasi pada abad ke-19 ditemukan 751 kuburan tak bertanda, memunculkan desakan untuk pihak berwenang melakukan penyelidikan.
Cadmus Delorme Kepala dari Cowessess First Nation mengatakan bahwa penemuan 751 kuburan tak bertanda di situs sekolah asrama Marieval Indian atau disebut juga Grayson, itu terjadi setelah dilakukan pencarian dengan radar penembus tanah pada 2 Juni.
Penemuan ratusan kuburan tak bertanda di bekas sekolah asrama yang sekarang disebut sebagai "tempat kejadian kejahatan" terjadi hanya beberapa pekan setelah penemuan serupa di British Columbi.
Baca juga: Kanada Kembali Temukan Ratusan Kuburan Tak Bertanda di Bekas Sekolah Adat
"Ini bukan situs kuburan massal. Ini adalah kuburan tak bertanda," kata Delorme pada konferensi pers pada Kamis (24/6/2021) pagi waktu setempat.
Ia menambahkan bahwa penemuan itu telah "membuka kembali rasa sakit" yang diderita banyaak orang di sekolah. "Kuburan itu ada di sana. Ini nyata," ucapnya, seperti yang dilansir dari The Guardian pada Kamis (24/6/2021).
Pada abad ke-19, lebih dari 150.000 anak-anak First Nation dipaksa masuk sekolah-sekolah Kristen yang didanai negara sebagai bagian dari program untuk mengasimilasi mereka ke dalam masyarakat Kanada.
Anak-anak dipaksa masuk Kristen dan tgidak diizinkan berbicara bahasa ibu mereka. Banyak dari anak-anak itu kemudian dipukuli, dicaci maki, dan ribuan meninggal karena penyakit, penelantaran, dan bunuh diri.
Cowessess First Nation mengatakan bahwa jumlah kuburan tak bertanda di situs tersebut adalah "yang paling besar hingga saat ini di Kanada".
Baca juga: Kuburan Massal Berisi 123 Korban ISIS Terungkap 2 Tahun setelah Kekalahan Kelompok Itu
Tidak diketahui berapa banyak jasad milik anak-anak atau apakah ada orang dewasa yang juga dikuburkan, kata Delorme.
Dia menambahkan bahwa penduduk setempat menuduh bahwa batu nisan kuburan dipindahkan secara ilegal.
“Kami tidak memindahkan batu nisan. Menghilangkan batu nisan adalah kejahatan di negara ini. Dan kami memperlakukan ini seperti TKP,” ujarnya mengklarifikasi.
Pada bulan lalu, kuburan 215 anak-anak yang di antaranya berusia 3 tahun ditemukan di sekolah asrama Pribumi terbesar di Kanada dekat Kamloops, British Columbia.
Sekolah Marieval beroperasi dari 1898 hingga 1996 sekitar 140 km sebelah timur Regina, ibu kota Saskatchewan.
The Cowessess First Nation mengambil alih pemakaman sekolah dari gereja Katolik pada 1970-an.
Berita tentang penemuan itu memicu curahan kesedihan dan frustrasi baru dari para pemimpin nasional.
Baca juga: Tersangka Insiden Kereta Gantung Italia Menyesal dan Berjanji Berdoa di Kuburan Korban
“Kami melihat hasil dari genosida yang dilakukan Kanada, genosida di tanah perjanjian kami,” kata Bobby Cameron dari Federation of Sovereign Indigenous First Nation.
“Kanada akan dikenal sebagai negara yang berusaha memusnahkan First Nations. Sekarang, kami punya bukti,” ujar Cameron.
Pada 2015, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Kanada menggambarkan kebijakan sekolah sebagai salah satu “genosida budaya”.
Dalam beberapa pekan terakhir, ada seruan yang berkembang untuk gereja Katolik, yang mengoperasikan banyak sekolah, untuk merilis catatannya di lembaga-lembaga First Nation tersebut.
"Masyarakat kami pantas mendapatkan lebih dari permintaan maaf dan simpati, yang kami syukuri. Masyarakat kami layaak mendapatkan keadilan," ucap Cameron.
Ketua nasional Majelis First Nations, Perry Bellegrade yang berasal dari Little Black Bear First Nation di provinsi Saskatchewan, men-tweet bahwa penemuan terbaru itu "benar-benar tragis, tetapi tidak mengejutkan".
“Saya mendesak semua warga Kanada untuk berdiri bersama First Nations di masa yang sangat sulit dan emosional ini,” ucapnya.
Baca juga: 500 Tengkorak dalam Kondisi Mengenaskan di Kuburan Massal Bekas Kamp Konsentrasi Nazi
Penemuan suram itu menjadikan total kuburan tak bernama yang ditemukan dalam sebulan terakhir menjadi sekitar 1.000, dengan para ahli memperkirakan akan lebih banyak lagi, ketika pemerintah provinsi mengumumkan pendanaan untuk membantu masyarakat adat melakukan pencarian mandiri.
“Kami akan melakukan pencarian di setiap situs sekolah asrama Indian dan kami tidak akan berhenti di situ. Kami juga akan mencari semua sanatorium dan rumah sakit Indian dan semua situs, di mana orang-orang dianiaya atau diabaikan dan dibunuh," kata Cameron.
“Kami akan menceritakan kisah-kisah ini kepada anak-anak kami tentang orang-orang kami yang meninggal, yang dibunuh oleh negara, oleh gereja-gereja. Kami tidak akan berhenti,” tandasnya.
Pemerintah Kanada secara resmi telah meminta maaf di parlemen pada 2008 dan mengakui bahwa kekerasan fisik dan seksual di sekolah-sekolah merajalela saat itu.
Baca juga: Kuburan Korban Perang Saudara Spanyol Digali untuk Diidentifikasi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.