Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Alasan Menentukannya Pilpres Iran bagi Barat

Kompas.com - 16/06/2021, 17:16 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber Al Jazeera

TEHERAN, KOMPAS.com - Hasil pemilihan presiden (Pilpres) Iran pada Jumat (18/6/2021) diharapkan dapat membentuk kembali keseimbangan politik negara serta hubungannya dengan para sekutu dan saingannya di Barat.

Melansir Al Jazeera pada Selasa (15/6/2021), kandidat konservatif Ebrahim Raisi secara luas dipandang sebagai kandidat unggul untuk menggantikan Hassan Rouhani, presiden reformis yang periode jabatan keduanya telah berakhir.

Raisi, ketua hakim Iran adalah salah satu dari 5 kandidat presiden yang memiliki pandangan garis keras.

Baca juga: Menanti Presiden Baru Iran, Tokoh Garis Keras Diprediksi Menang

Kelima kandidat lainnya adalah Amir-Hossein Ghazizadeh, Abdolnaser Hemmati, Saeed Jalili, Mohsen Mehralizadeh, dan Mohsen Rezaee.

Kemenangan salah satu kandidat tersebut akan menandakan kemungkinan perubahan dari agenda reformasi yang dipimpin oleh Rouhani dan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif sejak 2013.

Perubahan kepemimpinan Iran tersebut dapat memberikan dampak signifikan bagi kekuatan Eropa yang ingin melibatkan Teheran dalam berbagai masalah, seperti perjanjian nuklir internasional 2015, serangkaian konflik regional, dan penahanan warga negara ganda.

“Hasil pemilu penting bagi negara-negara Eropa,” ujar , mengatakan kepada Al Jazeera.

Berbicara dalam kapasitas pribadi, Mamedov memperkirakan kemenangan bagi kandidat garis keras mana pun akan mengantarkan "fase minimalis" dalam hubungan antara Barat dan Iran.

Berikut adalah 4 alasan menentukannya hasil pilpres Iran bagi Barat, seperti yang dilansir dari Al Jazeera:

Baca juga: Mantan PM Israel Sebut Iran Bersukacita karena Pemerintah Sekarang Lemah

Perjanjian nuklir

Dalam perjanjian nuklir 2015 yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), pihak-pihak berusaha memulihkan pakta bersama setelah dirusak oleh Presiden Donald Trump, saat ia menarik secara sepihak AS dari perjanjian itu pada Mei 2018.

Perancis, Jerman, Inggris, dan Uni Eropa berusaha mengurangi dampak sanksi ekonomi yang diterapkan kembali pada Teheran setelah keluarnya Washington, tetapi keberhasilannya terbatas.

Iran meningkatkan ketidakpatuhannya terhadap perjanjian tersebut.

Di bawah pemerintahan Joe Biden, AS berusaha untuk bergabung kembali dan menghidupkan perjanjian nuklir tersebut.

Sehingga, meningkatkan harapan sejumlah negara anggota di Eropa untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.

Teheran ingin Washington melakukan langkah pertama dengan mencabut sanksi, tetapi Iran menentang perluasan perjanjian awal, yang membatasi program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi.

Ada ketidaksepakatan yang luar biasa, tetapi para analis mengatakan pilpres Iran mungkin tidak mengubah arah untuk memulihkan kesepakatan, yang awalnya ditengahi di bawah pengawasan Presiden Rouhani.

Putaran ke-6 negosiasi tidak langsung antara AS-Iran yang bertujuan menghidupkan kembali perjanjian nuklir itu berlangsung di Wina pada akhir pekan ini.

Keenam kandidat yang mencalonkan diri sebagai presiden telah mendukung kelanjutan pembicaraan.

Begitu pula, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang merupakan pembuat keputusan utama dalam kebijakan luar negeri dan nuklir negara itu.

“Pengurangan sanksi adalah sesuatu yang dicari oleh sistem (Iran) secara keseluruhan,” ucap Sanam Vakil, wakil direktur dan peneliti senior untuk Program Timur Tengah dan Afrika Utara Chatham House yang berbasis di Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera.

“Jadi saya tidak melihat proses itu terpengaruh (oleh pilpres Iran), kecuali AS menolak untuk berkompromi pada keringanan sanksi,” katanya.

Baca juga: Putin Bantah Rusia Kirim Satelit Canggih ke Iran

Tahanan kewarganegaraan ganda

Iran tidak mengakui kewarganegaraan ganda dan tidak ada angka pasti tentang jumlah orang dengan kewarganegaraan Eropa yang dipenjara di negara itu.

Beberapa dari mereka yang diketahui ditahan berpendapat bahwa mereka ditahan atas tuduhan palsu dan digunakan oleh Teheran sebagai alat tawar-menawar dalam berurusan dengan kekuatan Barat.

Di antara mereka adalah Nazanin Zaghari-Ratcliffe, Fariba Adelkhah dan Kamren Ghaderi, yang masing-masing berkewarganegaraan ganda Inggris-Iran, Perancis-Iran, dan Austria-Iran.

Menurut Mamedov, jika Raisi atau kandidat konservatif memenangkan jabatan, kekuatan Eropa harus mengambil posisi "skeptisisme ekstrem" atas niat Teheran mengenai individu-individu ini dan masalah hak asasi manusia secara lebih luas.

"Rekam jejak mereka tidak menginspirasi kepercayaan pada kebajikan mereka, atau kesiapan untuk membebaskan orang-orang ini," katanya.

Vakil mengatakan ada kemungkinan Teheran dapat menggandakan penahanan semacam itu di bawah kepresidenan konservatif.

“Konservatif, secara umum, memiliki pemahaman bahwa taktik garis keras adalah strategi yang berguna,” katanya.

Namun, kedua analis juga melihat kemungkinan bahwa kemenangan presiden yang konservatif dapat memperbaiki nasib warga negara ganda yang saat ini dipenjara dan melihat lebih sedikit yang dipenjara.

Sebab, mereka mencatat bahwa penahanan warga negara ganda adalah taktik yang sering digunakan oleh tokoh-tokoh konservatif di kantor-kantor utama selain kepresidenan, seperti dalam peradilan, untuk merusak agenda reformasi Rouhani.

Baca juga: Rusia Bakal Beri Iran Satelit Canggih, Mampu Awasi Pangkalan Militer Israel

Tekanan konflik

Hasil pilpres pada Jumat (18/6/2021) dapat mempengaruhi sejauh mana Iran dan kekuatan Eropa berbenturan atau bekerja sama dalam upaya untuk mengakhiri konflik, di mana mereka terlibat.

Perkiraannya adalah jika seorang konservatif memenangkan kursi kepresidenan, maka Teheran mungkin berusaha untuk meningkatkan tekanan pada saingan regionalnya, seperti Israel, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, serta Eropa, dengan unjuk kekuatan dari pejuang proksinya di Suriah, Yaman, dan Afghanistan.

Di Irak juga, kemenangan bagi Raisi atau kaum konservatif lainnya dapat membuat milisi yang didukung Iran meningkatkan serangan mereka terhadap pasukan AS.

Sehingga, justru berpotensi melemahkan prospek kerja sama antara Teheran dan Washington.

“Raisi mendukung strategi pertahanan dan perlawanan maju Iran,” kata Vakil.

“Jadi, ada kekhawatiran bahwa Iran akan kurang setuju untuk berkompromi pada isu-isu regional,” ujarnya.

Baca juga: Ali Akbar Mohtashamipour, Pendiri Hezbollah dan Sosoknya di Mata Petinggi Iran

Kerja sama Rusia

Aliansi Iran dengan Rusia sepertinya tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh hasil pilpres Iran, terutama mengingat kendali Khamenei atas kebijakan luar negeri, kata Vakil.

“Mereka sudah memiliki hubungan dekat dengan Rusia,” katanya.

"Saya tidak berpikir hal-hal akan berubah, menjadi lebih baik atau lebih buruk," imbuhnya.

Namun, Mamedov menyarankan bahwa lompatan menuju konservatisme dapat membuat Iran semakin mengkonsolidasikan hubungan dengan Moskwa.

“Tentu saja kaum konservatif lebih terbuka dan mendukung hubungan yang lebih dekat dengan Rusia,” kata Mamedov.

“Mereka (konservatif Iran) melihat Rusia sebagai kekuatan yang anti-Barat, sama seperti China, dan ada harapan bahwa Iran dapat bergabung dengan Rusia dan China dalam semacam poros anti-Barat,” ungkapnya.

Langkah semacam itu dapat menyebabkan semakin dinginnya hubungan Teheran dengan kekuatan-kekuatan utama Eropa seperti Inggris, Perancis dan Jerman, mengingat ketegangan mereka yang membara dengan Moskwa atas berbagai masalah.

Baca juga: Program Nuklir Iran Disebut Sangat Mengkhawatirkan, Ini Sebabnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com