NAYPYIDAW, KOMPAS.com – Dikhawatirkan akan ada banyak korban jiwa dalam skala yang besar di negara bagian Kayah, Myanmar, sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari.
Lebih dari 100.000 orang di negara bagian tersebut meninggalkan rumah mereka untuk menghindari konflik.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh utusan khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar Thomas Andrews pada Rabu (9/6/2021).
Baca juga: Kabur dari Junta Militer, Wartawan Myanmar Dapat Suaka dari Thailand
Militer Myanmar telah berjuang di berbagai bidang untuk menegakkan ketertiban sejak menggulingkan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan pemerintah terpilihnya.
Kudeta tersebut ditentang oleh rakyat Myanmar dan memicu aksi protes berskala nasional sebagaimana dilansir Reuters.
Negara bagian Kayah merupakan wilayah yang berbatasan dengan Thailand.
Wilayah ini adalah salah satu dari beberapa wilayah di mana relawan Pasukan Pertahanan Rakyat bentrok dengan tentara Myanmar yang bersenjata lengkap.
Tentara Myanmar merespons perlawanan rakyat di sana dengan artileri dan serangan udara. Respons tersebut memicu orang-orang sipil terpaksa lari dari rumahnya ke hutan terdekat.
Baca juga: Singapura: Mengecewakan Progres Penyelesaian Krisis Kudeta Myanmar Sangat Lambat
"Serangan brutal junta tanpa pandang bulu mengancam kehidupan ribuan pria, wanita dan anak-anak di Negara Bagian Kayah," kata Andrews.
“Kematian massal karena kelaparan, penyakit, dan paparan, dalam skala yang belum pernah kita lihat sejak kudeta 1 Februari, bisa terjadi di negara bagian Kayah jika tidak ada tindakan segera," tutur Andrews.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.