Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orangtua di Belanda Tuntut TikTok Rp 24 Triliun karena Bahayakan Anak-anak

Kompas.com - 04/06/2021, 10:56 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

KOMPAS.com - Sekelompok orangtua di Belanda menggugat TikTok Rp 24 triliun karena dianggap membahayakan anak-anak dengan kontennya dan mengumpulkan terlalu banyak data. Mereka mengeklaim aplikasi ponsel pintar China itu melanggar hukum Uni Eropa.

Sekelompok orangtua di Belanda menggugat TikTok ke pengadilan, mengeklaim platform media sosial China itu tidak melakukan upaya yang cukup untuk melindungi privasi dan keselamatan anak-anak mereka.

Yayasan Riset Informasi Pasar (SOMI), yang mewakili lebih dari 64.000 orangtua dari Belanda dan seluruh Uni Eropa, menggugat ke pengadilan Amsterdam pada Selasa (2/6/2021).

Orangtua Belanda menggugat ganti rugi dari TikTok sebesar 1,4 miliar euro (Rp 24 triliun).

Baca juga: Pura-pura Bunuh Diri untuk Konten Video TikTok, Remaja Pakistan Tewas Sungguhan

Apa tuduhannya?

Yayasan SOMI mengeklaim, TikTok mengumpulkan data dari anak-anak tanpa izin yang layak.

Pengacara SOMI, Douwe Linders, mengatakan kepada situs berita Belanda Trouw, aplikasi media sosial asal China itu mengumpulkan lebih banyak data daripada yang diperlukan, dan telah melanggar hukum Uni Eropa.

"Tidak jelas bagaimana TikTok menggunakan data pribadi," kata Linders. "Ini menyangkut, misalnya, iklan yang dipersonalisasi dan transfer data ke Amerika Serikat dan China."

"Juga, mereka tidak meminta izin dengan benar," kata Linders. "Anak muda di bawah usia enam belas tahun dapat dengan mudah membuat profil tanpa izin dari orangtua mereka."

Menurut yayasan tersebut, bahkan ada kasus sejumlah anak meninggal di seluruh dunia setelah didorong untuk mengikuti sejumlah tantangan berbahaya yang viral di platform tersebut.

Tantangan Blackout, misalnya, yang diduga menantang para pengguna TikTok untuk saling mencekik hingga pingsan.

Meskipun tidak sampai menyebabkan kematian, Linders mengatakan, "permainan atau tantangan berisiko" ini dapat merusak secara psikologis atau fisik anak-anak.

Rumor tantangan berbahaya seperti itu sebenarnya sudah menyebar di kalangan anak-anak jauh sebelum ada TikTok.

Baca juga: Gara-gara Tantangan TikTok, Lebih dari 100 Remaja Terjebak di Ayunan Khusus Balita

Apa tanggapan Tiktok?

Tiktok mengatakan sedang bekerja keras untuk melindungi pengguna di usia yang lebih muda. Misalnya, TikTok mengatakan, akun anak-anak berusia antara 13 dan 15 tahun ditetapkan secara bawaan sebagai akun privat.

Ini berarti bahwa orang asing tidak dapat melihat video anak-anak di feed mereka. Bisa juga diatur agar video yang tidak pantas menjadi offline, membekukan akun pembuat konten, dan memberi pengguna opsi untuk melaporkan video yang mereka anggap menyinggung.

TikTok dimiliki oleh ByteDance, perusahaan teknologi internet yang berkantor pusat di Beijing yang memiliki audiens global hampir 700 juta orang.

Media berita pun turut menggunakan aplikasi ini untuk mendistribusikan konten mereka, termasuk DW.

Baca juga: Cheugy, Bahasa Baru dari TikTok, Apakah Artinya?

Bagaimana SOMI terbentuk?

Sejak Juli 2020, ketika yayasan dimulai, total 64.000 klaim telah dikumpulkan dari seluruh Eropa, hampir sepertiganya berasal dari Belanda.

Orangtua membayar 17,50 euro (Rp 305 ribu) untuk mendaftarkan klaim mereka, guna memberikan SOMI kekuatan finansial untuk mendanai gugatan kasus ini.

SOMI mengeklaim bahwa yayasannya mewakili satu juta anak di bawah umur, bahkan jika mereka tidak terkait langsung dengan yayasan.

"Anda dapat membandingkannya dengan klaim kolektif lainnya seperti kasus Urgenda," kata Linders.

"Di sana, tindakan diambil terhadap perubahan iklim untuk semua orang di Belanda. Ini tentang anak-anak yang telah menggunakan TikTok," imbuhnya. 

Baca juga: Istri Polisi Thailand Pamer di TikTok Naik Helikopter Kepolisian, Pangkat Suami Langsung Diturunkan

Kompensasi finansial sebesar 1,4 miliar euro (Rp 24 triliun) didasarkan pada dampak buruk yang diakibatkan pada anak-anak dari berbagai kelompok umur sejak 25 Mei 2018.

Kelompok tersebut mengeklaim bahwa anak-anak paling muda yang berisiko adalah yang berusia di bawah 13 tahun, dan meminta kompensasi untuk setiap anak senilai 2.000 euro (Rp 34,8 juta)

Mereka juga meminta kompensasi 1.000 euro (Rp 17,4 juta) untuk anak-anak usia 13 hingga 15 tahun dan 500 euro (Rp 8,7 juta) untuk usia 16 dan 17 tahun.

Kasus ini mengikuti penyelidikan di Amerika Serikat pada 2019 yang atas perintah presiden saat itu, Donald Trump mengancam akan melarang aplikasi media sosial populer itu beroperasi.

Baca juga: Viral di TikTok, Seorang Ibu Hobi Bersihkan Nisan untuk Obati Depresi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com