Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aung San Suu Kyi Akan Hadir Langsung di Pengadilan Myanmar pada 24 Mei

Kompas.com - 10/05/2021, 22:21 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Aung San Suu Kyi diminta hadir secara langsung di pengadilan untuk pertama kalinya pada 24 Mei, setelah beberapa minggu penundaan kasusnya. Perintah itu disampaikan seorang hakim Myanmar pada Senin (10/5/2021).

Peraih Nobel itu tidak terlihat secara publik sejak dia ditahan dalam kudeta militer Myanmar pada 1 Februari, ketika militer menggulingkannya untuk kembali berkuasa.

Baca juga: Penyair Myanmar Tewas Setelah Ditangkap Junta, Organ Dalam Tubuhnya Hilang

Dia kemudian dijatuhi serangkaian tuduhan hukum. Sementara tim hukumnya harus berjuang keras, untuk mendapatkan audiensi pribadi dengan klien mereka.

Beberapa persidangan di ibu kota Naypyidaw telah menampilkan Suu Kyi. Tapi dia hanya hadir melalui konferensi video dari tahanan rumah, dan mengungkapkan rasa frustrasi pada kecepatan persidangan.

Selama persidangan terakhir Senin (10/5/2021), hakim memerintahkan agar kasusnya disidangkan dengan kehadirannya, di ruang sidang khusus dekat kediamannya.

"Dia akan hadir secara langsung di pengadilan pada 24 Mei," kata pengacara Khin Maung Zaw kepada AFP.

Namun, kuasa hukum memperingatkan masih adanya masalah luar biasa. Sebab kuasa hukum masih tidak dapat bertemu secara pribadi dengan pemimpin de facto Myanmar berusia 75 tahun itu.

"Masalahnya belum terselesaikan karena polisi tidak menjawab apakah mereka bisa mengatur pertemuan kita," katanya, seraya menambahkan bahwa penasihat pribadi adalah "hak terdakwa".

Baca juga: 100 Hari Kudeta Myanmar: Rangkuman Peristiwa dan Perkembangan Terkini

Bersamaan dengan 100 hari kudeta Myanmar, sejauh ini ada enam dakwaan terhadap Suu Kyi.

Tuduhan itu termasuk melanggar pembatasan virus corona selama kampanye pemilihan tahun lalu, dan memiliki walkie talkie tanpa izin.

Tuduhan paling serius menuduh bahwa dia melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi era kolonial negara itu. Kasus itu mandek di pengadilan pusat komersial Kota Yangon.

Junta juga menuduhnya melakukan korupsi. Suu Kyi dituding menerima suap emas batangan dan uang tunai. Tapi tuduhan ini belum diajukan ke pengadilan.

Junta terus membenarkan penangkapannya dan kudeta sebagai cara untuk mempertahankan demokrasi.

Mereka menuduh kecurangan pemilu dilakukan oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang menyapu pemilu November dengan telak.

Pembuat undang-undang Min Aung Hlaing, panglima tertinggi angkatan darat, sekarang memimpin junta. Dia memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif di Myanmar.

Baca juga: Myanmar Masih Krisis, Junta Militer Dapat Investasi Rp 39 Triliun

Protes massal terus berlanjut sejak kudeta. Ratusan ribu orang menentang aturan junta dan menuntut kembali ke demokrasi Myanmar, serta pembebasan Suu Kyi.

“Mereka dihadapkan langsung dengan amunisi pasukan keamanan. Setidaknya 780 warga sipil telah tewas dalam tindakan keras brutal (militer),” kata satu kelompok pemantau lokal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com