Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/04/2021, 11:14 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

JENEWA, KOMPAS.com - Duta besar Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kyaw Moe Tun, yang vokal menentang junta menyerukan zona larangan terbang dan sanksi kepada militer Myanmar.

Hal ini disampaikan setelah jumlah korban tewas terus meningkat dengan puluhan lainnya dilaporkan terbunuh pada Sabtu pagi (10/4/2021).

Korban terus berjatuhan, meski sejauh ini komunitas internasional lebih menekan pemerintah militer Myanmar untuk mengakhiri tindakan keras yang mematikan dan menuntut pemulihan demokrasi.

Baca juga: Aparat Myanmar Tembakkan Granat, 80 Demonstran Tewas


Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa mengajukan adanya aksi lebih dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Jumat (9/4/2021), ketika KTT Asia Tenggara tentang krisis tersebut mulai terbentuk.

Akan tetapi, kepemimpinan militer lain tetap menentang dan menolak pengerahan utusan khusus PBB.

Duta Besar Kyaw Moe Tun, yang dengan bersemangat menolak kudeta 1 Februari dan mengesampingkan klaim militer bahwa dia tidak lagi mewakili Myanmar, menyoroti kurangnya tindakan yang memadai dan kuat dari Dewan Keamanan PBB. Padahal ratusan kematian sudah jatuh, termasuk anak-anak.

“Tindakan kolektif dan kuat Anda dibutuhkan segera,” kata Kyaw Moe Tun, dalam sambutan virtual saat dia duduk di depan bendera Myanmar dan PBB melansir Al Jazeera, Sabtu (10/4/2021).

“Saya sangat yakin bahwa komunitas internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB, tidak akan membiarkan kekejaman ini terus terjadi di Myanmar.”

Baca juga: Pemuda Myanmar Sebar “Molotov” Lawan Pemutusan Internet Junta

Duta Besar menyerukan zona larangan terbang di negara itu. Tujuannya untuk "menghindari pertumpahan darah lebih lanjut yang disebabkan oleh serangan udara militer di wilayah sipil."

Dia juga meminta adanya embargo senjata internasional dan pembekuan rekening bank yang terkait dengan anggota militer dan keluarganya.

“Semua investasi asing langsung juga harus ditangguhkan sampai pemulihan pemerintahan yang dipilih secara demokratis,” kata duta besar.

Seruan diplomat itu datang ketika muncul laporan tentang tindakan keras yang lebih mematikan di negara itu.

Setidaknya 60 warga sipil tewas pada Jumat malam (9/4/2021) dan hingga Sabtu pagi (11/4/2021) selama protes di divisi Bago di luar kota terbesar Yangon.

Menurut Radio Free Asia, warga sipil dilaporkan ditembak menggunakan peluru tajam, ketika pasukan keamanan mulai membongkar barikade yang dipasang oleh para pengunjuk rasa.

Beberapa orang juga dilaporkan dibawa oleh polisi tanpa surat perintah penangkapan.

Baca juga: Korban Sipil Tewas di Kudeta Myanmar Capai Lebih dari 700 Orang

Halaman:
Sumber Al Jazeera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com