Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenderal Myanmar Salahkan Pengunjuk Rasa karena 600 Orang Tewas

Kompas.com - 09/04/2021, 11:58 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber CNN

NAYPIYDAY KOMPAS.com - "Ini bukan kudeta," kata Mayjen Zaw Min Tun dari aula ibu kota, Naypiywdaw, kota tempat para jenderal Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih, seperti yang dilansir dari CNN pada Kamis (8/3/2021). 

Dalam wawancara 1 jam dengan CNN, juru bicara junta militer itu bersikeras mempertahankan narasi bahwa para jenderal hanya "menjaga" negara ketika mereka menyelidiki pemilihan umum yang "curang".

Sementara, sedikitnya 600 orang tewas dibunuh di jalan-jalan Myanmar disebutnya adalah kesalahan dari pengunjuk rasa dalam "kerusuhan".

Dalam suatu pernyataan, Zaw Min Tun mengatakan, jika ayah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, Aung San, yang mendirikan militer modern negara, dapat melihat situasinya sekarang, dia akan berkata, "Kamu benar-benar bodoh, anak perempuanku."

Wawancara CNN ini berlangsung selama sepekan di kota terbesar Myanmar, Yangon dan Naypiydaw dari 31 Maret hingga 6 april, dengan pengawasan ketat militer. 

Baca juga: Tangkap Aktor Paing Takhon, Junta Myanmar Kerahkan 50 Tentara

Keadaan darurat

Beberapa jam setelah panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memerintahkan pasukannya untuk merebut ibu kota sebelum fajar terbit 1 Februari, ia mengumumkan keadaan darurat selama setahun.

Keadaan darurat setelah kudeta itu menyebabkan semua kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dilimpahkan ke Min Aung Hlaing.

Zaw Min Tun mengatakan keadaan darurat bisa diperpanjang "enam bulan atau lebih" selama "dua periode" dan "jika tugas belum selesai."

Dia tidak memberikan tanggal pasti kapan pemilihan akan diadakan, tetapi mengatakan bahwa menurut konstitusi yang dirancang militer 2008, "kita harus menyelesaikan semuanya dalam 2 tahun. Kita harus mengadakan pemilihan yang bebas dan adil dalam 2 tahun ini."

Baca juga: Dubes Myanmar di Inggris Dilarang Masuk Kedutaannya Sendiri


"Kami berjanji akan mewujudkannya," katanya.

Banyak pengamat mempertanyakan apakah militer, yang memerintah Myanmar selama setengah abad antara 1962 dan 2011, akan bersedia melepaskan kekuasaan lagi.

Apakah pemilu benar-benar akan "bebas dan adil", dan apakah Suu Kyi, pemimpin yang digulingkan, dan partainya yang populer Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) diizinkan ikut lagi dalam pemilu.

Zaw Min Tun menyatakan dengan merujuk pada serangkaian reformasi yang dimulai oleh pemerintah sipil semu pada 2011, setelah militer menyerahkan pemerintahan langsung, yang membuka jalan bagi pemilu 2015.

Baca juga: Rusia Minta Junta Militer Myanmar Jangan Disanksi, Ini Alasannya

Saat itu, Suu Kyi memenangkan kemenangan penuh. “Kalau kita tidak menginginkannya sejak awal tidak akan ada proses seperti ini,” ujarnya.

Namun, konstitusi 2008 dirancang agar militer tetap berkuasa, meskipun ada pemerintahan sipil.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com