Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biden Beri Bantuan Izin Tinggal dan Bekerja Sementara Warga Myanmar di AS saat Junta Militer Makin Brutal

Kompas.com - 13/03/2021, 10:33 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber REUTERS

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden Joe Biden memberikan bantuan izin tinggal dan bekerja sementara kepada warga Myanmar yang berada di Amerika Serikat.

Kebijakan itu diambil pemerintahan Biden dengan mempertimbangkan tindakan keras militer Myanmar terhadap warganya menyusul aksi protes kudeta militer.

Melansir Reuters pada Sabtu (13/3/2021), kebijakan yang diumumkan oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) pada Jumat (12/3/2021), artinya 1.600 orang Burma yang berada di AS, termasuk para diplomat yang memutus hubungan dengan junta militer Myanmar.

Baca juga: Gerakan Opini Digital dan Semangat Perlawanan Myanmar

Dua pejabat pemerintah AS mengatakan kepada Reuters bahwa bantuan untuk Status Perlindungan Sementara (Temporary Protected Status/TPS) kepada orang Burma berlaku selama 18 bulan.

Program itu memberikan bantuan kepada imigran yang tidak dapat kembali ke negara mereka dengan selamat, karena alasan seperti bencana alam atau konflik bersenjata, maka dkapat tinggal dan bekerja di AS secara legal dalam jangka tertentu yang dapat diperpanjang.

"Karena kudeta militer dan kebrutalan pasukan keamanan terhadap warga sipil, rakyat Burma mengalami kesulitan yang kompleks dan krisis kemanusiaan yang memburuk di banyak bagian di negeri itu," kata Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Alejandro Mayorkas.

Hanya orang yang sudah tinggal di Amerika Serikat dan dapat menunjukkan tempat tinggal berkelanjutan per 11 Maret 2021 yang memenuhi syarat untuk program Myanmar.

Baca juga: 5 Jurnalis Ditangkap Junta Militer Myanmar atas Tuduhan Liputan Anti-kudeta Penyebab Ketakutan

Pejabat pemerintah mengatakan situasi di Myanmar setelah militer merebut kekuasaan mencegah orang Burma untuk kembali, karena tindakan keras oleh pasukan keamanan, penahanan sewenang-wenang, dan kondisi kemanusiaan yang memburuk.

Thomas Andrews, penyelidik hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Myanmar mengatakan pada Kamis (11/3/2021) bahwa junta militer telah menewaskan sedikitnya 70 orang dan menahan lebih dari 2.000 orang.

Beberapa diplomat Myanmar yang ditempatkan di Amerika Serikat telah berbicara secara terbuka menentang militer, termasuk Perwakilan Tetap PBB, Kyaw Moe Tun.

Para diplomat yang "dengan berani bergabung dengan gerakan pemberontakan sipil dalam solidaritas dengan warga negaranya" akan dapat tinggal di Amerika Serikat di bawah program tersebut, kata seorang pejabat.

Baca juga: Dituduh Junta Militer Myanmar Terima Suap Rp 8,6 Miliar, Ini Jawaban Aung San Suu Kyi

"Kami ingin mereka tahu bahwa mereka dapat melakukannya (gerakan) dengan aman," kata pejabat itu.

Para pejabat AS juga mengatakan bahwa tindakan hukuman lebih mungkin terjadi, jika militer semakin keras terhadap massa pro-demokarsi.

"Jika mereka tidak memulihkan demokrasi dan menghentikan kekerasan terhadap warga sipil, maka kami akan terus mengambil tindakan...terhadap para pemimpin militer dan jaringan keuangan mereka," kata seorang pejabat.

Presiden Joe Biden pada Februari lalu, memberlakukan sanksi Myanmar terhadap mereka yang bertanggung jawab atas penggulingan pemerintah sipil, termasuk menteri pertahanan serta 3 perusahaan di sektor batu giok dan permata.

Baca juga: Kudeta Myanmar, 2 Anak Jenderal Min Aung Hlaing Masuk Blacklist AS

Awal pekan ini, Washington menjatuhkan sanksi kepada dua anak pemimpin militer Min Aung Hlaing, yang telah ditunjuk, dan enam perusahaan yang mereka kendalikan.

Namun sejauh ini telah menetapkan sanksi terhadap konglomerat militer Myanmar Economic Corporation dan Myanmar Economic Holdings Limited, di antara yang digunakan oleh junta militer untuk mengendalikan sebagian besar ekonomi.

"Kami sedang mencari perusahaan milik militer. Parahnya krisis di lapangan berarti bahwa satu perusahaan tidak cukup," kata pejabat itu.

Baca juga: Korban Tewas Demo Myanmar Sedikitnya 70 Orang, Penyelidik: Rezim Pembunuh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com