Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Militer Kembali Berkuasa, Etnis Rohingya di Myanmar Trauma Kembali Disiksa

Kompas.com - 13/02/2021, 13:26 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

Sumber AFP

Dalam beberapa tahun terakhir, militer telah memerangi Tentara Arakan, yang memperjuangkan untuk mendapatkan hak otonomi yang lebih banyak bagi populasi etnis minoritas di negara bagian Rakhine itu.

Namun beberapa hari setelah kudeta, junta mengakhiri penutupan internet selama 19 bulan dan menegaskan kembali komitmen untuk gencatan senjata dengan kelompok militan tersebut.

Rezim juga mengumumkan anggota partai nasionalis Rakhine lokal akan bergabung dengan kabinetnya.

Junta kemudian membebaskan mantan pemimpin partai Aye Maung, yang dipenjara oleh pemerintah Suu Kyi pada 2019, atas pidato yang diberikan orator kuat di negara bagian Rakhine sehari sebelum kerusuhan mematikan.

Pembebasan Aye Maung oleh junta sebagai bagian dari amnesti massal.

Beberapa di negara bagian percaya bergabung dengan rezim militer akan memberi mereka kesempatan yang lebih baik untuk mengejar otonomi yang lebih besar dari seluruh negeri.

"Kali ini pemerintahan militer akan berbeda," kata penduduk Minbya, Myo Kyaw Aung.

Baca juga: Orang-orang Rohingya Rayakan Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar

Kyaw Aung lalu, menambahkan bahwa kekuatan Partai Nasional Arakan (ANP) dan Tentara Arakan memberi komunitas etnis Rakhine pengaruh yang lebih besar di meja perundingan.

Namun, yang lain memiliki kekhawatiran yang sama tentang Rohingya saat memikirkan kembali ke pemerintahan militer.

Tun Maung masih ingat saat dia bersembunyi di sumur untuk menghindari tembakan selama junta Myanmar sebelumnya.

Saat itut ia tinggal di jantung kuil yang berabad-abad sebelumnya merupakan kerajaan yang diperintah oleh raja Rakhine.

"Saya telah hidup melalui kediktatoran militer dan pemerintahan sipil...Saya tahu perbedaannya," kata pria berusia 60 tahun itu, yang meminta untuk menggunakan nama samaran.

"Kami tidak bisa menerima hidup kami berada di bawah kekuasaan militer lagi," terangnya.

Dia menceritakan bagaimana orang-orang di desanya dipaksa oleh tentara untuk bekerja secara gratis, membuat jalan dan membangun barak tentara.

Keluarga etnis Rakhine yang menolak menghadapi intimidasi, dan terkadang bahkan didenda.

"Saya sangat membenci mereka," katanya kepada AFP.

"Saya akan memilih seseorang yang mmeukul saya dua kali dari pada seseorang yang memukul saya 5 kali," ungkapnya.

Baca juga: PBB: Muncul Bukti Foto Aksi Polisi Myanmar Tembaki Demonstran

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com