Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Idi Amin, Diktator Militer Penjagal Uganda

Kompas.com - 06/02/2021, 01:22 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Thoughtco

Dugaan itu datang setelah parlemen melakukan investigasi atas permintaan Edward Mutebi Mutesa II. Dia adalah Raja Kerajaan Buganda, di Uganda tengah-selatan.

Terpojok, Obote mulai bertindak defensif. Dia bergerak cepat mempromosikan Amin menjadi Jenderal dan Kepala Staf, menahan lima Menteri, lalu menangguhkan Konstitusi 1962 Uganda.

Obote kemudian menyatakan dirinya sebagai presiden. Tak lama atas perintahnya, Amin dikirim menyerbu istana kerajaan di Bukit Mengo. Mutesa II kemudian dilengserkan dan diasingkan.

“Pertempuran Bukit Mengo” itu mendadak memunculkan cerita mistik yang melengenda tentang perwira Muslim ini.

Menurut laporan Guardian, cerita itu sebenarnya datang dari Amin sendiri. Dia seringkali membesar-besarkan kedahsyatan “perang” tersebut. Padahal Kerajaan Buganda diketahui tidak punya banyak senjata.

Amin menyebut dirinya sendiri berbeda dari makhluk fana lainnya. Dia membual bahwa peluru tidak bisa menyentuhnya, dan dia dipilih Tuhan untuk berjalan bersama raja, presiden dan perdana menteri.

Baca juga: 3 Wanita Belarusia yang Melawan Pemimpin Diktator, Inilah yang Terjadi

Melancarkan kudeta lagi

Sejak itu, Idi Amin mulai memperkuat posisinya di Angkatan Darat.

Dia memakai dana dari penyelundupan dan dari memasok senjata kepada pemberontak di Sudan selatan. Tapi di saat yang sama mengembangkan hubungan dengan agen Inggris dan Israel di negara itu.

Manufer tersebut membuat Obote mempertanyakan kesetiaan Amin. Apalagi tak lama dia mendapat dua kali percobaan pembunuhan.

Benar saja, pada 25 Januari 1971 saat Obote menghadiri pertemuan di Singapura, Amin memimpin kudeta di Uganda. Dia mengambil alih negara dan menyatakan dirinya sebagai Presiden.

Amin disebut mendeklarasikan dirinya sebagai: "Yang Mulia Presiden untuk Selamanya, Marsekal Al Hadji Dokter Idi Amin, VC, DSO, MC, Penguasa Semua Binatang di Bumi dan Ikan Laut, dan Penakluk Kerajaan Inggris di Afrika secara Umum dan Uganda pada Khususnya."

Amin awalnya disambut baik di Uganda maupun oleh komunitas internasional. Dia membebaskan tahanan politik (banyak dari mereka adalah pengikut Amin) dan membubarkan Polisi Rahasia Uganda.

Namun, pada saat yang sama, ternyata Amin membentuk "regu pembunuh" untuk memburu pendukung Obote.

Baca juga: [KUTIPAN TOKOH DUNIA] Benito Mussolini, Diktator yang Penuh Ambisi

Pembersihan Etnis

Obote berlindung di Tanzania. Pada 1972, dia pernah berusaha mendapatkan kembali negara itu melalui kudeta militer tapi gagal.

Pendukung Obote dalam Angkatan Darat Uganda, sebagian besar dari kelompok etnis Acholi dan Lango, juga terlibat dalam kudeta tersebut.

Amin menanggapinya dengan membom kota-kota Tanzania, dan “membersihkan” tentara perwira Acholi dan Lango.

Kekerasan etnis berkembang hingga mencakup seluruh Angkatan Darat. Hal itu berlanjut hingga merembet ke warga sipil Uganda, karena Amin menjadi semakin paranoid.

Hotel Nile Mansions di Kampala menjadi terkenal sebagai pusat interogasi dan penyiksaan Amin. Amin dikatakan berpindah-pindah secara teratur untuk menghindari upaya pembunuhan.

Sementara “pasukan pembunuhnya”, di bawah gelar resmi "Biro Riset Negara" dan "Unit Keamanan Publik," bertanggung jawab atas puluhan ribu penculikan dan pembunuhan. Misi utamanya adalah melenyapkan siapa pun yang menentang rezimnya.

Amin secara pribadi memerintahkan eksekusi Uskup Agung Anglikan Uganda, Kanselir Universitas Makerere, Gubernur Bank Uganda, dan beberapa menteri parlementernya sendiri.

Pada 1972, Amin mendeklarasikan "perang ekonomi" terhadap penduduk Asia di Uganda. Mereka dikecam karena mendominasi perdagangan dan sektor manufaktur Uganda serta sebagian besar pegawai negeri.

Sebanyak tujuh puluh ribu dari etnis Asia pemegang paspor Inggris saat itu, diberi waktu tiga bulan untuk meninggalkan negara itu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com