KOMPAS.com - Parlemen Amerika Serikat (AS) mencatat sejarah baru melalui upaya pemakzulan Presiden Donald Trump minggu ini.
Untuk pertama kalinya, negara pelopor demokrasi itu melakukan dua kali upaya pencopotan paksa kepala negara dalam satu periode masa jabatannya.
Setelah gagal dalam upaya pemakzulan 2019, upaya kali ini terbilang lebih sukses. Tapi proses yang tidak biasa harus berjalan di Senat, karena pemakzulan dilakukan saat Presiden sudah selesai menjabat.
Nyatanya bukan hanya politik AS yang bergejolak pada 2020. Upaya pemakzulan juga dilakukan pada Presiden Peru, Martin Vizcarra.
Tak banyak mendapat sorotan dunia internasional, Vizcarra juga dua kali berusaha digulingkan oleh Parlemen. Bedanya, proses yang dialaminya berjalan sangat cepat.
Baca juga: Trump Akhirnya Dimakzulkan dengan Dukungan 10 Politisi Partai Republik
Proses pemakzulan pertama dan kedua di Parlemen berjalan tak sampai tiga bulan berselang. Upaya kudeta pertama dilakukan pada 11 September 2020 atas tuduhan "ketidakmampuan moral".
Saat itu, pihak oposisi mengklaim Vizcarra menghalangi penyelidikan kasus penipuan yang melibatkan penyanyi Peru Richard Cisneros. Dia dituduh menghabiskan uang negara, saat negaranya bergulat dengan krisis ekonomi dan Covid-19.
Pria berusia 57 tahun itu dilaporkan memberikan kontrak pemerintah kepada penyanyi tersebut dengan nilai 49.500 dollar AS (Rp 693 juta), untuk menyampaikan propaganda pemerintahannya.
Pada 18 September, Vizcarra membela diri dan menyampaikan pidato 20 menit di depan Kongres. Dia menyangkal semua tuduhan dan mengklaim bahwa klip audio yang dijadikan bukti telah dimanipulasi.
"Ini adalah kebohongan yang berusaha mengacaukan demokrasi dan mengambil kendali pemerintah," katanya, menurut laporan New York Times.
Dia mengakui bahwa dia mengenal Cisneros, tetapi mengatakan bahwa dia tidak memiliki peran dalam kontrak yang diberikan kepadanya, AFP melaporkan.
Setelah 10 jam berdebat, pemungutan suara Kongres mengeluarkan hasil 32–78 dengan 15 abstain, menentang pemecatan Vizcarra dari jabatannya. Hasil itu jauh dari 87 suara yang dibutuhkan oleh oposisi untuk mendakwahkannya.
Sempat setuju menjalani proses pemakzulan, suara anggota Parlemen mendadak terpecah setelah muncul laporan upaya terselubung pimpinan oposisi, Manuel Merino.
Pria yang juga menjabat sebagai Pemimpin Kongres itu diduga menghubungi angkatan bersenjata Peru. Dia meminta dukungan dalam proses pemakzulan dan membentuk kabinetnya sendiri.
Informasi ini juga disebut membuat anggota parlemen menarik dukungan untuk secara resmi memakzulkan Vizcarra.
Baca juga: Atasi Virus Corona, Peru Berlakukan Peraturan Berbasis Gender