Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Profil Idi Amin, Diktator Militer Penjagal Uganda

Kembalinya pemerintahan militer dikhawatirkan menarik mundur negara yang baru mencicipi "kebebasan berpendapat" dalam satu dekade itu. Pemerintah militer sebelumnya berkuasa selama 50 tahun di “Negeri Seribu Pagoda.”

Selama itu, kehidupan di Myanmar dibayangi korupsi, harga yang berfluktuasi, penindasan terhadap kehidupan sehari-hari, kekurangan gizi kronis di beberapa daerah, dan perselisihan etnis di daerah lain.

Belum lupa akan “kesulitan” masa-masa pemerintahan militer itu, sejumlah kekhawatiran disampaikan masyarakat Myanmar pun di media sosial mereka.

Tak hanya Myanmar, ingatan meresahkan hidup di bawah pemerintahan militer juga tercatat dalam sejarah Uganda.

Adalah Idi Amin yang berkuasa selama delapan dengan brutal dan lalim di negera tersebut. Kekejamannya membuat dia dikenal sebagai "Penjagal Uganda."

Amin merebut kekuasaan dalam kudeta militer pada 1971. Menurut Guardian, korban tewas selama rezim Amin tidak akan pernah diketahui secara akurat.

Perkiraan terbaik, dari Komisi Ahli Hukum Internasional di Jenewa, adalah tidak kurang dari 80.000 dan kemungkinan besar sekitar 300.000. Sementara Amnesty International, menyebutkan jumlah yang terbunuh sebanyak 500.000.

Kekuasaannya yang dimulai dengan kudeta, kemudian digulingkan kembali oleh kudeta militer pada 1979. 

Tercemplung ke dunia militer

Idi Amin Dada Oumee lahir sekitar 1923 di dekat Koboko, di Provinsi Nil Barat yang sekarang menjadi Republik Uganda.

Ditinggal ayahnya pada usia dini, dia dibesarkan oleh ibu yang adalah dukun dan peramal. Amin adalah anggota dari suku Kakwa, sebuah suku kecil Islam yang menetap di wilayah tersebut.

Tidak banyak pendidikan formal yang ia peroleh. Pada 1946, ia bergabung dengan pasukan kolonial Afrika-Inggris yang dikenal sebagai King's African Rifles (KAR). Lalu bertugas di Burma, Somalia, Kenya (selama penindasan Inggris atas Mau Mau), dan Uganda.

Reputasi sebagai orang yang kejam sudah dikenal sejak itu. Dia dianggap sebagai prajurit yang terampil. Namun kebrutalan yang berlebihan selama interogasi, beberapa kali membuatnya hampir diberhentikan.

Tapi kemudian dia bisa naik pangkat mencapai sersan mayor. Sampai akhirnya mendapat pangkat tertinggi bagi seorang Afrika kulit hitam yang bertugas di tentara Inggris.

Amin juga seorang atlet ulung, memegang gelar kejuaraan tinju kelas berat ringan Uganda dari tahun 1951 hingga 1960.

Saat Uganda mendekati kemerdekaan, rekan dekat Amin, Apollo Milton Obote, pemimpin Kongres Rakyat Uganda (UPC). Obote lalu diangkat menjadi Menteri Utama dan kemudian Perdana Menteri.

Obote mengangkat Amin diangkat sebagai letnan satu Tentara Uganda. Sebab dia hanya satu dari hanya dua orang Afrika berpangkat tinggi di KAR.

Keras sejak awal

Dengan jabatan tinggi di militer, “insting kekerasan” Amin makin ketara terlihat dalam caranya menyelesaikan masalah. Salah satunya ketika dikirim ke utara untuk memberantas pencurian ternak pada 1962.

Olehnya, operasi sederhana itu berubah menjadi pembunuhan massal yang dikenal dengan Pembantaian Turkana. Dia secara mengerikan menganiaya penduduk hingga tewas.

Kekerasan ini sampai ke Pemerintah Inggris, yang kemudian menuntut suapaya Amin diadili. Sebaliknya, Obote malah mengatur agar dia menerima pelatihan militer lebih lanjut di Inggris Raya.

Sekembalinya ke Uganda pada 1964, Amin dipromosikan menjadi mayor. Dia ditugaskan untuk berurusan dengan tentara yang memberontak. Dinilai “berhasil” menjalankan tugas itu mendorong promosi lebih lanjut bagi Amin menjadi kolonel.

Pada 1966, Obote dan Amin dituding melakukan kesepakatan untuk menyelundupkan emas, kopi, dan gading dari Republik Demokratik Kongo.

Dugaan itu datang setelah parlemen melakukan investigasi atas permintaan Edward Mutebi Mutesa II. Dia adalah Raja Kerajaan Buganda, di Uganda tengah-selatan.

Terpojok, Obote mulai bertindak defensif. Dia bergerak cepat mempromosikan Amin menjadi Jenderal dan Kepala Staf, menahan lima Menteri, lalu menangguhkan Konstitusi 1962 Uganda.

Obote kemudian menyatakan dirinya sebagai presiden. Tak lama atas perintahnya, Amin dikirim menyerbu istana kerajaan di Bukit Mengo. Mutesa II kemudian dilengserkan dan diasingkan.

“Pertempuran Bukit Mengo” itu mendadak memunculkan cerita mistik yang melengenda tentang perwira Muslim ini.

Menurut laporan Guardian, cerita itu sebenarnya datang dari Amin sendiri. Dia seringkali membesar-besarkan kedahsyatan “perang” tersebut. Padahal Kerajaan Buganda diketahui tidak punya banyak senjata.

Amin menyebut dirinya sendiri berbeda dari makhluk fana lainnya. Dia membual bahwa peluru tidak bisa menyentuhnya, dan dia dipilih Tuhan untuk berjalan bersama raja, presiden dan perdana menteri.

Melancarkan kudeta lagi

Sejak itu, Idi Amin mulai memperkuat posisinya di Angkatan Darat.

Dia memakai dana dari penyelundupan dan dari memasok senjata kepada pemberontak di Sudan selatan. Tapi di saat yang sama mengembangkan hubungan dengan agen Inggris dan Israel di negara itu.

Manufer tersebut membuat Obote mempertanyakan kesetiaan Amin. Apalagi tak lama dia mendapat dua kali percobaan pembunuhan.

Benar saja, pada 25 Januari 1971 saat Obote menghadiri pertemuan di Singapura, Amin memimpin kudeta di Uganda. Dia mengambil alih negara dan menyatakan dirinya sebagai Presiden.

Amin disebut mendeklarasikan dirinya sebagai: "Yang Mulia Presiden untuk Selamanya, Marsekal Al Hadji Dokter Idi Amin, VC, DSO, MC, Penguasa Semua Binatang di Bumi dan Ikan Laut, dan Penakluk Kerajaan Inggris di Afrika secara Umum dan Uganda pada Khususnya."

Amin awalnya disambut baik di Uganda maupun oleh komunitas internasional. Dia membebaskan tahanan politik (banyak dari mereka adalah pengikut Amin) dan membubarkan Polisi Rahasia Uganda.

Namun, pada saat yang sama, ternyata Amin membentuk "regu pembunuh" untuk memburu pendukung Obote.

Pembersihan Etnis

Obote berlindung di Tanzania. Pada 1972, dia pernah berusaha mendapatkan kembali negara itu melalui kudeta militer tapi gagal.

Pendukung Obote dalam Angkatan Darat Uganda, sebagian besar dari kelompok etnis Acholi dan Lango, juga terlibat dalam kudeta tersebut.

Amin menanggapinya dengan membom kota-kota Tanzania, dan “membersihkan” tentara perwira Acholi dan Lango.

Kekerasan etnis berkembang hingga mencakup seluruh Angkatan Darat. Hal itu berlanjut hingga merembet ke warga sipil Uganda, karena Amin menjadi semakin paranoid.

Hotel Nile Mansions di Kampala menjadi terkenal sebagai pusat interogasi dan penyiksaan Amin. Amin dikatakan berpindah-pindah secara teratur untuk menghindari upaya pembunuhan.

Sementara “pasukan pembunuhnya”, di bawah gelar resmi "Biro Riset Negara" dan "Unit Keamanan Publik," bertanggung jawab atas puluhan ribu penculikan dan pembunuhan. Misi utamanya adalah melenyapkan siapa pun yang menentang rezimnya.

Amin secara pribadi memerintahkan eksekusi Uskup Agung Anglikan Uganda, Kanselir Universitas Makerere, Gubernur Bank Uganda, dan beberapa menteri parlementernya sendiri.

Pada 1972, Amin mendeklarasikan "perang ekonomi" terhadap penduduk Asia di Uganda. Mereka dikecam karena mendominasi perdagangan dan sektor manufaktur Uganda serta sebagian besar pegawai negeri.

Sebanyak tujuh puluh ribu dari etnis Asia pemegang paspor Inggris saat itu, diberi waktu tiga bulan untuk meninggalkan negara itu.

Hal itu mengakibatkan kejatuhan ekonomi, karena manufaktur, pertanian, dan perdagangan terhenti tanpa sumber daya yang memadai untuk beroperasi.

Bisnis yang ditinggalkan diserahkan kepada pendukungnya. Amin juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Inggris dan "menasionalisasi" 85 bisnis milik Inggris.

Penasihat militer Israel diusir. Dia kemudian beralih ke Kolonel Muammar Muhammad al-Gadhafi dari Libya, dan Uni Soviet untuk mendapatkan dukungan.

Fanatisme Amin

Legenda populer mengklaim bahwa Amin terlibat dalam ritual darah dan kanibalisme.

Sumber yang lebih otoritatif menunjukkan dia mungkin menderita hipomania, suatu bentuk depresi yang ditandai dengan perilaku irasional dan ledakan emosi.

Ketika ketakutannya semakin parah, Amin mengimpor pasukan dari Sudan dan Zaire. Akhirnya, kurang dari 25 persen Angkatan Darat adalah orang Uganda.

Fanatisme Amin memuncak dalam telegram aneh yang dikirim ke sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa saat itu, Kurt Waldheim.

Pesan berisi frasa, yang secara pribadi didiktekan oleh Amin kepada sekretarisnya berisi: "Jerman adalah tempat yang tepat, ketika Hitler menjadi komandan tertinggi. Dia membakar lebih dari enam juta orang Yahudi. Ini karena Hitler dan semua orang Jerman tahu Israel bukan orang-orang yang bekerja untuk kepentingan rakyat dunia. Itulah sebabnya mereka membakar Israel hidup-hidup dengan gas."

Penduduk kulit hitam Afrika bereaksi sangat serius akan pernyataan Amin tersebut. Para pemimpin seperti Nyerere dan Kenneth Kaunda dari Zambia, sejak awal mengutuk Amin sebagai orang yang berbahaya dan tidak seimbang. Tuduhan itu kini dipercaya terbukti benar.

Sementara itu, kehidupan keluarga Amin tetap terselubung misteri. Dia menceraikan tiga istri pertamanya di berbagai waktu.

Yang keempat, Kay, sempat menghilang. Tapi kemudian dia diketahui dibantai, lalu potongan-potongan tubuhnya dipasang kembali. Bukti itu dilihat oleh salah satu menteri Amin, yang kemudian membuatnya diasingkan.

Masih ada dua istri lain, yang keenam adalah penyanyi kelub malam, Sarah, yang dinikahinya ketika gadis itu berusia 19 tahun, sementara Amin 50 tahun. Dia mengaku telah menjadi ayah dari 32 anak.

Kejatuhan dan pengasingan

Dukungan untuk rezimnya goyah ketika laporan kekejaman Amin mencapai pers internasional. Ekonomi Uganda menderita, dengan inflasi melampaui 1.000 persen.

Pada Oktober 1978, dengan bantuan pasukan Libya, Amin berusaha mencaplok Kagera, provinsi utara Tanzania (yang berbatasan dengan Uganda).

Presiden Tanzania Julius Nyerere menanggapi dengan mengirimkan pasukan ke Uganda. Tujuannya untuk membantu pasukan pemberontak Uganda sehingga mereka dapat merebut ibu kota Uganda, Kampala.

Kudeta itu berhasil, lalu Amin melarikan diri ke Libya. Di sana dia tinggal selama hampir 10 tahun sebelum akhirnya pindah ke Arab Saudi. Dia tinggal di pengasingan selama sisa hidupnya.

Pada 16 Agustus 2003, Amin meninggal di Jeddah, Arab Saudi. Penyebab kematian dilaporkan sebagai komplikasi banyak organ.

Meskipun pemerintah Uganda mengumumkan bahwa tubuhnya dapat dimakamkan di Uganda, dia segera dimakamkan di Arab Saudi. Amin tidak pernah diadili karena pelanggaran berat hak asasi manusia.

Pemerintahan brutal Amin telah menjadi subyek banyak buku, dokumenter, dan film dramatis, termasuk "Ghosts of Kampala," "The Last King of Scotland," dan "General Idi Amin Dada: A Self Portrait."

Dia sering digambarkan pada masanya sebagai badut eksentrik dengan delusi keagungan. Amin sekarang dianggap sebagai salah satu diktator paling kejam dalam sejarah.

https://www.kompas.com/global/read/2021/02/06/012223170/profil-idi-amin-diktator-militer-penjagal-uganda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke