Dr Naing Htoo Aung, seorang ahli anestesi berusia 47 tahun di Rumah Sakit Mongywa di Wilayah Sagaing, mengatakan kepada BBC Burma:
"Saya mengundurkan diri karena saya tidak bisa bekerja di bawah seorang diktator militer yang tidak peduli dengan negara dan rakyatnya. Ini adalah tanggapan terbaik yang bisa saya berikan pada mereka."
Dokter lain yang terlibat dalam kampanye menuntut pembebasan Suu Kyi, Myo Thet Oo, berkata kepada kantor berita Reuters: "Kami tidak bisa menerima diktator dan pemerintah yang tidak dipilih.
"Mereka bisa menahan kami kapan saya. Kami memutuskan untuk menghadapinya...Kami semua telah memutuskan untuk tidak datang ke rumah sakit"
Tampuk kekuasaan kini dipegang oleh Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing. Sebelas menteri dan deputi, termasuk di bidang keuangan, kesehatan, dalam negeri dan luar negeri, telah diganti.
Dalam pertemuan pertama kabinetnya pada Selasa, Min Aung Hlaing mengulangi bahwa pengambilalihan itu "tak terelakkan" setelah militer membuat tudingan adanya kecurangan pemilu.
Baca juga: Kudeta Myanmar, Aung San Suu Kyi Dituduh Punya Alat Komunikasi Terlarang
Hingga kini belum ada pernyataan resmi terkait keberadaan Suu Kyi setelah ia ditangkap pada Senin dini hari.
Namun, menurut sumber dari NLD mengatakan bahwa ia dan Presiden Win Myint menjalani tahanan rumah.
Suu Kyi - yang menghabiskan 15 tahun dalam penahanan sejak 1989-2010 - telah mendesak pendukungnya untuk "protes menentang kudeta" dalam sebuah sebuah surat yang ditulisnya sebelum ditahan.
Dalam surat itu, ia juga memperingatkan bahwa tindakan yang dilakukan militer dapat membawa negara itu kembali dibawah kekuasaan diktator.
Ia dilarang menjadi presiden karena ia memiliki anak yang lahir dari warga negara asing.
Namun, sejak kemenangan NLD dalam pemilu yang menentukan pada 2015, ia secara luas dipandang sebagai pemimpin de facto Myanmar.
Baca juga: Para Petugas Medis Myanmar Mogok Kerja sebagai Protes Kudeta Militer
Myanmar adalah negara dengan populasi 51 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara, yang berbatasan dengan Bangladesh, India, China, Thailand dan Laos.
Negara itu dipimpin oleh pemerintah militer sejak 1962-2011.
Hampir semua ekspresi perbedaan pendapat dilarang dan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang parah menuai kecaman dan sanksi internasional.