Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Perang Dagang dengan China, Apakah Indonesia Bisa Jadi Pasar Baru yang Menguntungkan?

Kompas.com - 31/12/2020, 17:11 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Setelah hubungan perdagangan Australia dengan China melemah akibat kenaikan tarif dan sanksi, eksportir Australia mencari pasar alternatif.

Namun, para ahli memperingatkan meskipun upaya Australia dalam mengembangkan hubungan perdagangan yang kuat dengan Indonesia itu penting, Indonesia tidak dapat menggantikan China.

Selama tahun 2020, ekspor produk Australia, seperti barley, lobster, wine, kapas, gula, kayu, batu bara dan tembaga ke China terganggu oleh kenaikan tarif dan sanksi lain, seperti penangguhan perdagangan.

Lantas apakah Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yang kelas menengahnya berkembang dengan cepat, bisa menjadi solusi Australia saat hilangnya pangsa pasar China?

Baca juga: Warga Australia Bisa Dapat Vaksin Covid-19 Gratis Mulai Maret 2021

Indonesia masih belum jadi tujuan ekspor Australia

Indonesia dan Australia telah menandatangani persetujuan baru IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement), yang mulai berlaku pada 5 Juli lalu, dengan memberikan kesempatan untuk memperbaiki kemitraan dalam bidang perdagangan, ekonomi, pertahanan dan keamanan.

Berdasarkan perjanjian ini, Australia dapat mengakses pasar Indonesia secara lebih luas.

Indonesia menghapus tarif untuk sejumlah produk yang diimpor dari Australia, termasuk daging sapi, gandum, dan produk pertanian lainnya.

Phil Turtle, Presiden Nasional dari organisasi Australia-Indonesia Business Council (AIBC) yang mempromosikan perdagangan dan investasi antara kedua negara, merasa optimis dengan masa depan perdagangan Australia dan Indonesia.

"Hubungan ini belum semaju yang seharusnya, tetapi menurut saya itu merupakan kesempatan besar. Daripada melihatnya secara negatif, saya melihatnya sebagai hal yang positif," ujar Phil.

 

Namun, menurutnya Indonesia bukan solusi untuk perang dagang Australia dengan China saat ini.

Baca juga: Harga Daging di Australia Kini yang Termahal Sedunia, Kok Bisa?

Phil mengatakan selama ini potensi Indonesia sebagai salah satu tujuan ekspor utama dari Australia belum terpenuhi.

"Ketika kedekatan kedua negara dipertimbangkan dan banyaknya persamaan dan hubungan antara keduanya, tingkat perdagangan dan investasi secara bilateral tidak sesuai dengan apa yang diharapkan ... [sehingga] relatif terhadap hubungan perdagangan dengan negara lain," katanya.

Menurut Phil, Australia harus memfokuskan diri pada usaha ekspor ke negara lain, seperti Indonesia, untuk melengkapi hubungan dagang dengan China, tapi bukan berarti menggantikannya.

"Pada umumnya, Indonesia adalah tujuan yang pantas dipertimbangkan untuk membentuk strategi yang luas."

Baca juga: Dosen WNI Hukum 300 Mahasiswa di Australia karena Mencontek

Perbedaan Australia dan Indonesia berperan dalam perdagangan

Cyrus Scott, Direktur organisasi perdagangan bilateral Sarym, menekankan cara berbisnis di Indonesia berbeda dengan Australia.

"Ketika mengakui kompleksitas Indonesia, [yang berbentuk] kepulauan dengan tujuh belas ribu pulau dan lapisan politik yang tak terhitung jumlahnya, kita kemudian bisa mengerti."

Secara historis, para pemimpin Australia telah menyebutkan perbedaan budaya dan politik sebagai alasan lemahnya kerja sama dengan Indonesia.

Namun menurut Arianto Patunru, Koordinator Keterlibatan Kebijakan di Indonesia Project dari Australian National University, Australia belum memprioritaskan Indonesia sebagai mitra dagang karena kedua negara sangat mirip.

"Indonesia dan Australia lebih banyak persamaannya ketimbang perbedaannya. Misalnya, sama-sama mengekspor komoditas sumber daya alam ke Cina," kata Arianto.

Baca juga: Curhat Pemetik Buah Asing di Australia: Seperti Perbudakan Modern

Indonesia dan Australia sama-sama eksportir batu bara, minyak, gas dan mineral.

"Wajar saja kalau keduanya tidak saling memprioritaskan untuk tujuan ekspor," ujar Arianto.

Cyrus juga setuju soal ini dengan mengatakan, "ekspor bahan mentah dan ekspor pertanian akan jadi tantangan".

Misalnya saja, permintaan bijih besi dan batu bara dari Australia sangat rendah, karena dua komoditas ekspor terbesar di Australia ini jumlahnya sudah melimpah di Indonesia.

Dengan kata lain, China tidak dapat digantikan dengan mudah oleh Indonesia sebagai tujuan ekspor Australia untuk dua komoditas tersebut.

Sektor pendidikan masih jadi harapan, tapi bukan satu-satunya

Walaupun Indonesia bukan solusi untuk perang dagang dengan China, Cyrus menggarisbawahi perlu adanya kesadaran soal potensi perdagangan dengan Indonesia.

"Kita harus mulai dengan apa yang bisa ditawarkan Australia dan melihat kalau ada permintaan untuk hal itu atau kalau permintaan dapat diciptakan," katanya.

Salah satunya adalah bidang pendidikan, yang merupakan salah satu dari lima komoditas ekspor utama Australia.

Baca juga: Tambang Seng dan Timbal Rusak Situs Suci, Suku Aborigin Minta Ganti Rugi Pemerintah Australia

Permintaan atas pendidikan Australia di luar negeri juga dilaporkan telah meningkat dan akan terus berkembang, termasuk di Indonesia.

"Berdasarkan model lama, anak-anak [Indonesia] dikirim ke Australia untuk belajar, baik di perguruan tinggi maupun SMP dan SMA. Model itu akan berubah juga," kata Cyrus.

Upaya membawa pendidikan Australia masuk Indonesia mulai terlihat, setelah Monash University dan Central Queensland University mendirikan kampusnya di Jakarta

Potensi sinergi Indonesia dan Australia yang bisa saling menguntungkan

Sektor pertanian merupakan bidang yang diprediksi akan terus berkembang pesat untuk dieskpor Australia ke Indonesia di masa mendatang, seperti produk biji-bijian, hewan ternak dan gandum.

Phil mengusulkan gandum dari negara bagian Australia Barat dengan ibukota Perth dapat digunakan sebagai bahan baku di Indonesia, kemudian, produsen di Indonesia, seperti Indomie, dapat membuat gandum Australia dengan kemampuan manufaktur di Indonesia.

Hal ini akan membuka kesempatan ekspor yang bermanfaat untuk kedua negara, menurut Phil.

Baca juga: Pemetik Buah di Australia Minta Kenaikan Gaji, Pemilik Kebun Tak Sepakat

"Bagi saya, potensi yang paling menarik muncul saat kita bekerja sama ... agar memanfaatkan yang terbaik dari kedua negara dan mengekspornya ke rantai pasokan global."

Menurut Arianto Patunru dari Australian National University (ANU), sebaiknya Indonesia dan Australia menemukan komplementaritas di antara dua negara.

"Misalnya, Indonesia menjadi hub untuk ekspor makanan jadi ke Asia Tenggara, dengan bahan baku dari Australia."

Sementara keinginan Indonesia untuk menjadi inovator di pasar kendaraan listrik juga dapat menjadi kesempatan bagi Australia.

"Australia [dapat] menjadi hub untuk otomotif berbasis listrik untuk pasar Pasifik, dengan bahan baku dari Indonesia. Dengan kata lain, modelnya adalah 'powerhouse' atau 'joint hub'," kata Arianto.

Mungkin Indonesia tidak akan membayar produk Australia sebanyak China untuk beberapa barang, tapi Phil mengatakan tetap penting bagi Australia untuk mengeksplorasi lebih banyak kemungkinan hubungan dagang dengan Indonesia.

"Ini akan tergantung pada faktor manusia untuk saling mengenal lebih baik, dan mudah-mudahan seiring waktu membuat peningkatan yang berarti dalam hubungan perdagangan."

Baca juga: Konflik Dagang dengan China Memanas, Australia Mengadu ke WTO

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Global
Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Global
3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Global
Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com