Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tambang Seng dan Timbal Rusak Situs Suci, Suku Aborigin Minta Ganti Rugi Pemerintah Australia

Kompas.com - 19/12/2020, 16:55 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

CANBERRA, KOMPAS.com - Sebuah dewan pertanahan yang mewakili masyarakat Aborigin menempuh upaya hukum terhadap Pemerintah Wilayah Utara (Northern Territory/NT) di Australia terkait dampak tambang seng dan timbal.

Melansir Xinhua News, Dewan Pertanahan Utara (Northern Land Council/NLC), yang mendukung pemilik tradisional wilayah tersebut, pada Kamis (17/12/2020) mengajukan klaim ganti rugi atas kerusakan yang tidak disebutkan di Pengadilan Federal.

Baca juga: Suku Aborigin Ternyata Punya Motif Batik yang Mirip Indonesia

Tuduhannya adalah tambang seng dan timbal Sungai McArthur telah mengakibatkan kerusakan pada situs-situs suci.

Pembangunan tambang tersebut dimulai pada 1992 setelah keberatan dari masyarakat Aborigin Gudanji, Yanyuwa dan Yanyuwa-Marra ditolak oleh pemerintah NT dan pemerintah federal.

"Sejak deposit seng, timbal dan perak pertama kali diajukan untuk ditambang, pemegang hak pribumi berusaha melindungi tanah dan budaya mereka serta berusaha menyuarakan dampak sosial dan lingkungan dari tambang yang diusulkan," kata Marion Scrymgour, Kepala Eksekutif NLC, dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Suku Aborigin di Australia Masih Bebas Virus Corona, Apa Rahasianya?

"(Namun) secara umum, mereka telah diabaikan."

Pemerintah NT pada November menyetujui perluasan tambang dalam skala besar, yang dioperasikan oleh perusahaan Swiss Glencore, bertentangan dengan saran dari Otoritas Perlindungan Wilayah Aborigin (Aboriginal Areas Protection Authority/AAPA) yang meminta konsultasi lebih lanjut dengan komunitas Aborigin terkait potensi kerusakan pada situs-situs suci.

Casey Davey, seorang pria Gudanji, mengatakan tambang tersebut telah berdampak pada situs budaya secara signifikan.

Baca juga: Pohon Keramat Aborigin Ditebang untuk Jalan Raya, Publik Australia Marah

"Totem kami terletak tepat di tempat mereka menggali tanah untuk pengalihan sungai dan penambangan terbuka," katanya dalam pernyataan NLC.

"Kami harus mendapat kompensasi untuk itu dan atas kerusakan pada pohon suci kami," tutur Davey.

"Ini menyedihkan bagi kami, dengan apa yang terjadi di tambang, terutama pada situs kami." 

Baca juga: Wilayah Utara Australia Ditutup hingga 2022 untuk Melindungi Populasi Aborigin dari Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com