Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perempuan Berdaya: Suhaila Siddiq Jenderal Perempuan Taliban Pertama, Bekerja Tanpa Burka

Kompas.com - 16/12/2020, 11:27 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

KOMPAS.com - Suhaila Siddiq, perempuan berdaya dari Afghanistan pertama yang menduduki posisi sebagai letnan jenderal dan seorang ahli bedah terkenal yang menjadi panutan feminis yang mendapatkan hak istimewa dari Taliban.

Suhaila Siddiq lahir pada 1948 di ibu kota Afghanistan, Kabul, dari sebuah keluarga berada.

Ia adalah salah satu dari enam putri mantan gubernur Kandahar yang mendukung pendidikan putrinya.

Siddiq bersekolah di SMA dan Universitas Kabul pada tahun-tahun awal Perang Dingin, menurut catatan New York Post.

Dia belajar kedokteran dan menyelesaikan pelatihan medisnya di Moskwa dengan beasiswa, sebelum kembali ke Afghanistan untuk bekerja sebagai ahli bedah di rumah sakit militer Daud Khan pada tahun-tahun sebelum invasi Soviet.

Mengutip dari BBC, Siddiq menjadi terkenal selama era Soviet, ketika dia dianugerahi gelar "jenderal" oleh pemerintah pro-Moskwa.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Isabel Myers dan Katherine Cook Brigg, Ibu dan Anak Pencipta Tes MBTI

Segera ia dikenal luas di negara itu dengan nama "Jenderal Suhaila", dan memiliki reputasi sebagai ahli bedah yang paling dihormati di negara itu.

Promosi jabatan itu didapatnya setelah menyelamatkan ratusan tentara dan warga sipil yang terluka, mengutip dari New York Post.

Dia memainkan peran kunci dalam menjaga rumah sakit militer Daud Khan tetap berjalan pada 1990-an, ketika serangan demi serangan roket menewaskan dan melukai ribuan orang.

Masa-masa sulit selama Perang Dingin, invasi Soviet ke Afghanistan, perang saudara yang panjang, dan tahun-tahun pemerintahan yang keras oleh Taliban, ia tetap bertahan menjalankan rumah sakit militer Daud Khan.

Dalam wawancara dengan BBC tahun lalu, mantan kolega dan mahasiswanya, Dr Yaqoob Noorzai, mengatakan bahwa wanita itu memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi.

Ia secara teratur membagikan gajinya kepada para pekerja yang membutuhkan di rumah sakit.

"Dia adalah pembela hak-hak rekan-rekannya dengan serius," kata Noorzai.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Abigail Adams hingga Ani Yudhoyono, Para Wanita Hebat Pendamping Pemimpin Dunia (2)

Disegani Taliban

Ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada 1996, hak-hak perempuan di Afghanistan terkikis.

Selama pemerintahan Taliban, mereka mengharuskan perempuan untuk menutupi wajah di depan umum dengan burka.

Mereka juga melarang wanita dari pendidikan dan pekerjaan. Sehingga, jenderal Siddiq dirumahkan.

Dengan penafsiran mereka, diberlakukanlah hukum Islam yang ketat, termasuk rajam dan cambuk sampai mati.

Meski tekanan keras terhadap wanita diberlakukan di bawah kuasa Taliban, Siddiq dan adik perempuannya, Shafiqa, tidak terintimidasi, menurut New York Post.

Berbulan-bulan setelah meninggalkan pekerjaannya, Siddiq mengatakan Taliban mengambil langkah luar biasa dengan memintanya kembali bekerja, menyadari bahwa mereka membutuhkan keterampilan bedahnya.

"Mereka membutuhkan saya dan mereka meminta saya untuk kembali," kenangnya dalam sebuah wawancara dengan surat kabar The Guardian pada 2002, yang dikutip dari New York Post.

“Ini adalah kebanggaan bagi saya. Saya tinggal di negara saya, dan saya melayani rakyat saya. Saya tidak pernah melarikan diri ke luar negeri," terangnya.

Wanita Afghanistan itu setuju, tetapi hanya dengan syarat bahwa dia dan saudara perempuannya tidak harus mengenakan burka yang semuanya menutupi.

Itu adalah pernyataan yang berani melawan Taliban, tetapi kakak-beradik itu dibiarkan tanpa cedera karena peran besarnya di rumah sakit.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Akie Abe hingga Eleanor Roosevelt, Para Wanita Hebat Pendamping Pemimpin Dunia (1)

Mengutip dari New York Post, seorang teman keluarganya, Sher Ahmad, berkata, "Dia (Siddiq) percaya pada pekerjaannya, bukan pada rezim apa pun."

Jenderal Siddiq dan saudara perempuannya termasuk di antara sedikit wanita yang berjalan di sekitar Kabul tanpa burka panjang.

"Itu bukan kemenangan bagi saya, tapi mereka pasti membutuhkan saya untuk berada di sana. Bahkan, ketika saya pergi ke Kandahar (tempat kelahiran Taliban) saya tidak pernah mengenakan burka," katanya kepada The Guardian.

Pada saat yang sama, Jenderal Siddiq mengajar kedokteran kepada mahasiswi yang karir akademisnya telah berakhir di bawah pemerintahan Taliban.

Setidaknya pada satu kesempatan pemerintah mencoba untuk menindak ajarannya, tetapi Jenderal Siddiq menolak, kata Makai Siawash, seorang teman dekatnya yang sempat tinggal bersama sebentar.

"Dia siap untuk dicambuk oleh mereka, tetapi dia tidak membiarkan pasukan Taliban masuk (kelasnya)," kata Siawash.

Salah satu murid Jenderal Siddiq adalah Sayeda Amarkhel, putri Jenderal militer Afghanistan Atiqullah Amarkhel.

“Dia berperang melawan Taliban untuk kita,” kata Dr Sayeda Amarkhel.

“Hari ini saya adalah seorang ginekolog, dan saya berhutang padanya,” imbuhnya seperti yang dikutip dari New York Post.

Baca juga: Perempuan Berdaya: Margaret E. Knight, Gadis Penemu Paper Bag di Tengah Keterbatasannya

Cinta profesi

Setelah jatuhnya Taliban, mengutip dari BBC, dia pindah ke pemerintahan, ketika dia diangkat menjadi menteri kesehatan masyarakat.

Dia adalah salah satu dari dua menteri wanita yang ditunjuk untuk pemerintahan pasca-Taliban di Afghanistan. Ia bekerja mengawasi kementerian kesehatan masyarakat hingga 2004 di bawah pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Hamid Karzai, setelah invasi AS pada 2001.

Sebagai menteri, perempuan berdaya ini mengawasi vaksinasi jutaan anak terhadap polio, dan berbicara tentang perlunya menangani HIV dan AIDS.

Dia meminta PBB untuk membantu melatih pekerja medis wanita, dan Dana Kependudukan PBB untuk membantu mengoordinasikan upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi wanita Afghanistan.

Setelah menyelesaikan perannya sebagai menteri pada 2004, ia kembali ke pekerjaan medisnya.

Mantan kolega dan mahasiswanya, Dr Yaqoob Noorzai mengatakan kepada BBC bahwa ketika rekan-rekannya bertanya mengapa dia tidak menikah, dia mengatakan itu karena dia "mencintai profesinya dan profesinya adalah hidupnya".

Baca juga: [Perempuan Berdaya] 10 Wanita Tangguh Dunia dalam Panggung Politik

Inspirasi sejati

Pada Jumat (4/12/2020), "Jenderal Suhaila" itu usia.

Wanita 72 tahun itu dikabarkan BBC mengidap Alzheimer selama 6 tahun.

Ia meninggal akibat komplikasi virus corona di rumah sakit militer Sardar Mohammad Daud Khan di Kabul, menurut New York Post.

Menurut salah seorang dokternya, Amanullah Aman, saat kematiannya adalah pertarungan keduanya dengan virus corona tahun ini.

Para pemimpin tertinggi negara, para profesional medis, dan wanita termasuk di antaranya, berduka atas kematian perempuan berdaya yang tak tergoyahkan oleh rezim.

Abdullah Abdullah, mantan perdana menteri de facto dan menteri luar negeri, mengatakan peran "Jenderal Suhaila" dalam membangun tempat bagi perempuan di bidang kedokteran, militer, dan masyarakat luas telah "terpuji dan tidak dapat disangkal".

"Dia adalah pelopor bagi banyak orang berseragam dan akan terus menjadi inspirasi," tulis seorang pengguna media sosial.

"Kenanganmu dan seluruh hidupmu telah menjadi inspirasi sejati bagi kami semua," kata yang lain.

Baca juga: Perempuan Berdaya: 10 Wanita Tangguh Dunia dalam Sejarah Sepak Bola

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Global
Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Global
3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Global
Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com