Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Yukio Mishima, Novelis Terkenal Jepang Bunuh Diri dengan Ritual Samurai

Kompas.com - 07/12/2020, 05:33 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Editor

Menilik ke belakang, dia melihat bahwa dia telah terkorosi dan dilemahkan oleh khayalan dan kata-kata yang berlebihan, dan kekurangan materialitas dan tindakan.

"Pada orang biasa, saya membayangkan, tubuh mendahului bahasa," tulis Mishima.

"Dalam kasus saya, kata-kata datang pertama. Kemudian datanglah daging, meskipun terlambat, dengan enggan dan sudah berselimut konsep. Itu sudah pasti, disia-siakan oleh kata-kata."

Dia berusaha untuk menyeimbangkan dirinya dan menghidupkan kembali konsep samurai lama, "harmoni pena dan pedang."

Dia ingin menjadi, atau dilihat sebagai "orang yang bertindak".

Baca juga: [Cerita Dunia] Kecelakaan Mobil Putri Diana dan Kejanggalannya

Ledakan kreativitas terakhir

Mishima sampai pada usia 40-an dan sangat sadar akan usianya.

"Yang indah harus mati muda, dan semua orang harus hidup selama mungkin," kata dia dalam tulisan tentang kematian dini aktor James Dean.

"Sayangnya, 95 persen orang menganggapnya terbalik. Mereka yang indah bertahan hidup hingga usia 80-an dan orang-orang bodoh yang menyebalkan meninggal pada usia 21 tahun."

Mishima merasa waktunya telah berlalu dan mulai merencanakan tindakan terakhirnya.

Setiap orang, pada titik tertentu, melihat hidup sebagai panggung. Namun, hanya sedikit yang hidup dan membuat hidup mereka sebagai koreografi teater, dan lebih jarang lagi yang menggunakan seppuku untuk menutup pertunjukan mereka.

Bagi Mishima, itu adalah puncak dari fantasi seumur hidup. Unsur-unsurnya telah ada sejak awal, dalam Pengakuan Sebuah Topeng: tentara, kematian, dan darah.

Transformasi diri menjadi seorang pejuang telah membuatnya menjadi objek keinginannya: sesuatu yang indah, sesuatu yang layak untuk dihancurkan. Dan fiksasi pada seppuku telah tumbuh di sana.

Mishima bahkan menulis dan membintangi sebuah film pendek, Patriotisme, di mana ia memerankannya secara detail.

Mungkin tindakan terakhir Mishima adalah protes politik juga, kematian sebagai seni.

Pada pagi hari di hari terakhirnya, Mishima menyerahkan buku tetraloginya, "Lautan Kesuburan", kepada penerbitnya.

Keempat buku ini, yang ditulis dalam ledakan kreativitas yang luar biasa, adalah sesuatu yang baru.

Baca juga: [Cerita Dunia] 57 Tahun Silam Tewasnya John F. Kennedy di Tangan Mantan Marinir AS yang Belum Diadili

Dimulai pada 1912, tak lama setelah Perang Rusia-Jepang, dan berakhir pada tahun 1975, mereka mencatat periode perubahan yang luar biasa: dari kebangkitan Kekaisaran Jepang, melalui kehancuran di Perang Dunia Kedua, dan munculnya Jepang yang kapitalis dan konsumeris.

Semuanya disatukan oleh satu karakter, Honda, mungkin pengganti Mishima, dan reinkarnasi berulang dari teman masa kecilnya, jiwa abadi yang dikelilingi oleh perubahan dan penurunan.

Dibandingkan dengan karya-karya awal Mishima, "Lautan Kesuburan" mengandung filosofi yang sangat padat. Dan, setelah yang kedua, tulisannya terasa terburu-buru, menjadi semakin tipis.

Mishima menulis sebagian besar jilid terakhir, "Membusuknya Sang Malaikat", selama liburan keluarga di tepi pantai pada Agustus 1970.

Dalam sepucuk surat tertanggal 18 November 1970, Mishima menulis kepada mentornya, Fumio Kiyomizu. "Bagiku, menyelesaikan (buku) ini tidak lebih dari akhir dunia."

Baris terakhir Membusuknya Sang Malaikat sangat tenang.

"Taman ini cerah dan tenang, tanpa fitur yang mencolok. Seperti rosario yang digosokkan di antara kedua tangan, suara jangkrik terdengar.

Tidak ada suara lain. Taman itu kosong. Honda berpikir, dia telah datang ke tempat yang tidak memiliki kenangan, tidak ada apa-apa.

Matahari siang musim panas mengalir di atas taman yang tenang."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com