Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Kaya Disebut Sudah Borong Lebih dari Setengah Calon Vaksin Covid-19

Kompas.com - 17/09/2020, 08:38 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Sekelompok negara kaya, mewakili 13 persen populasi dunia, dilaporkan memborong lebih dari separuh calon vaksin Covid-19.

Kabar itu berdasarkan laporan organisasi non-pemerintah Oxfam yang menganalisa data yang sudah dikumpulkan oleh perusahaan analisa, Airfinity.

Oxfam membuat data itu setelah meneliti kesepakatan yang dibuat perusahaan farmasi atas lima kandidat vaksin yang sudah memasuji uji coba tahap akhir.

Baca juga: Satgas Covid-19 Minta Masyarakat Tak Euforia karena Vaksin Covid-19

Adapun lima calon vaksin Covid-19 yang masuk ke dalam penelitian mereka adalah AstraZeneca, Gamaleya/Sputnik, Moderna, Pfizer dan Sinovac.

NGO itu mengalkulasi bahwa kelima obat ini jika digabungkan kapasitas produksinya bisa mencapai 5,3 miliar dosis. Cukup untuk sekitar tiga miliar penduduk dunia.

Dilansir AFP Kamis (17/9/2020), saat ini kesepakatan yang sudah diteken untuk pengadaan vaksin virus corona adalah 5,3 miliar dosis.

Dari jumlah itu, sekitar 51 persen atau 2,7 miliar dosis dibeli oleh negara maju seperti AS, Inggris, Uni Eropa, Jepang, hingga Israel.

Kemudian sisanya atau 2,6 miliar dosis dibeli, atau setidaknya dijanjikan bakal didistribusikan ke Bangladesh, China, Indonesia, dan Meksiko.

"Akses terhadap vaksin yang penting ini seharusnya tidak bergantung uang yang Anda punya atau di mana Anda tinggal," kata Robert Silverman dari Oxfam America.

Baca juga: Presiden Brasil: Penyuntikan Vaksin Virus Corona Tidak Wajib

Silverman menjelaskan, pengembangan obat bagi virus corona ini memang krusial dengan pengujiannya harus dilakukan secara hati-hati.

Meski begitu, dia menekankan vaksin itu harus bisa diperoleh siapa pun. "Covid-19 ada di mana pun. Mereka ada di mana-mana," tegasnya.

Dalam penelusuran Oxfam, salah satu kandidat vaksin yang dikembangkan Moderna menerima transaksi sekitar 2,5 miliar dollar AS (Rp 37,1 triliun).

Namun, perusahaan yang berbasis di Massachusetts itu memutuskan menjual ke negara kaya karena sudah berniat meraup keuntungan.

Karena itu, Oxfam dan organisasi lainnya menyerukan agar vaksin tersebut bisa didistribusikan secara luas, tanpa memungut biaya apa pun.

"Ini bisa terjadi jika perusahaan farmasi menggratiskan paten maupun transfer ilmu, daripada memonopoli dan menjualnya ke penawar tertinggi," ujar mereka.

Mereka menjelaskan, estimasi biaya menyediakan vaksin secara luas kurang dari satu persen dibanding estimas kerugian karena Covid-19 bagi Bumi.

Baca juga: Hasil Penelitian Mendorong untuk Diciptakannya Vaksin Virus Corona Dibedakan Sesuai Jenis Kelamin

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com