Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akankah Presiden Perancis Mengembalikan Kedudukan Kolonial di Lebanon?

Kompas.com - 09/08/2020, 13:19 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

BEIRUT, KOMPAS.com - Pemerintah Perancis menjadi salah satu negara yang paling sigap setelah terjadinya ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon pada Selasa (4/8/2020), yang menewaskan sekitar 150 orang dan 5.000 orang luka-luka.

Selang 2 hari setelah terjadinya ledakan, Presiden Perancis Emmanuel Macron secara langsung mengunjungi lokasi kejadian ledakan dan menyambangi area permukiman warga Beirut yang luluh lantak.

Kedatangannya mendapat sambutan yang baik dari para warga, yang mana pejabat Lebanon sendiri diusir oleh mereka karena ketidakpercayaannya terhadap para elit politik dalam negeri yang dinilai sudah sangat buruk dan korup.

Beberapa jam setelah kunjungan Macron, Menteri Kehakiman, Marie-Claude Najm mencoba berkunjung ke kawasan permukiman.

Namun, Claude Najm hanya mendapati sikap penolakan dari para warga setempat. Ia diusir oleh pengunjuk rasa.

Baca juga: Kunjungi Lokasi Kejadian Ledakan Besar Lebanon, Presiden Perancis Jadi Sasaran Pelampiasan Emosi Warga

Dalam kunjungan Macron di kawasan bekas ledakan itu, ia berjanji untuk membangun kembali kota dan mengklaim bahwa ledakan itu menusuk hati Perancis sendiri.

Melansir Associated Press pada Sabtu (8/8/2020), pemimpin Perancis ini seolah menghibur banyak orang Lebanon yang sudah putus asa dengan kondisi tanah airnya.

"Prancis tidak akan pernah membiarkan Lebanon pergi. Jantung rakyat Prancis masih berdebar kencang di Beirut," kata Macron.

Para pengkritik mengecam tawaran Macron tersebut karena menilai hal itu sebagai serangan neokolonialisme dari seorang pemimpin Eropa yang berusaha memulihkan kekuasaan atas tanah Timur Tengah yang bermasalah.

Bersamaan dengan itu, para kritikus itu melihat bahwa tindakan Macron sebagai upaya mengalihkan perhatian dari masalah yang meningkat di dalam negerinya.
Sebuah meme yang beredar secara online menjulukinya Macron sebagai Macron Bonaparte, Kaisar Napoleon abad ke-21.

Baca juga: Janjikan Galang Dana untuk Lebanon, Presiden Perancis Minta Lebanon Buat Tatanan Politik Baru

Sementara, para pembela Macron, termasuk penduduk Beirut yang putus asa yang memanggilnya "satu-satunya harapan kami", serta memujinya karena mengunjungi lingkungan yang hancur, di mana para pemimpin Lebanon takut untuk melangkah, maupun mencoba bertanggung jawab atas politik yang salah dan korup dalam tata pengelolaan pemerintahan selama bertahun-tahun.

Tidak main-main kepercayaan sebagian masyarakat Beirut terhadap pemerintahan negara yang dipimpin oleh laki-laki berusia 42 tahun ini.

Sebuah petisi online dibuat, yang berisi permintaan untuk Lebanon dimandatkan kepada Perancis selama 10 tahun ke depan, sebagai bentuk kecewa terhadap para pemimpin Lebanon yang telah menunjukkan "ketidakmampuan total untuk mengamankan dan mengelola negara".

Ada hampir 60.000 orang yang sudah menandatanganinya, termasuk anggota diaspora Lebanon yang ada di Perancis. Saat ini, diaspora Lebanon yang ada di Perancis diperhitungkan ada sekitar 250.000 orang.

Secara luas, petisi tersebut dipandang sebagai ide yang tidak masuk akal. Sementara, Macron mengatakan kepada penduduk Beirut pada Rabu (5/8/2020) bahwa, "Terserah Anda untuk menulis sejarah Anda."

Baca juga: Ledakan Dahsyat di Beirut Diragukan Dapat Menjadi Katalisator Perubahan Politik Lebanon

Namun, sebagian orang lainnya mengecam petisi tersebut.

“Orang yang menginginkan amanah, mereka tidak punya harapan," kata Leah, seorang mahasiswa teknik di Beirut yang tidak ingin nama belakangnya dipublikasikan karena khawatir akan dampak politiknya.

Dia berbicara keras menentang gagasan petisi itu, dan menentang mereka yang melihat Macron sebagai "penyelamat" Lebanon.

Dia mengatakan hal itu berisiko memperburuk perpecahan Lebanon, karena “Dia belum menyelesaikan masalahnya dengan negaranya, dengan rakyatnya. Bagaimana dia memberi nasehat kepada kita?” ungkap Leah.

Di Paris, semua lawan politik domestik Macron memperingatkan pemimpin sentris ini, agar tidak mencoba-coba cara neokolonialisme, dan mengekstraksi konsesi politik dari Lebanon dengan imbalan bantuan.

Baca juga: Ledakan Beirut, Presiden Lebanon Tolak Penyelidikan Internasional, Kenapa?

“Solidaritas dengan Lebanon harus tanpa syarat,” tulis Julien Bayou, ketua partai populer Hijau melalui Twitter.

Kunjungan Macron mengungkap tantangan utama Prancis saat bersiap menjadi tuan rumah konferensi donor internasional untuk Lebanon pada Minggu (9/8/2020), bagaimana membantu negara Lebanon yang dalam krisis, tanpa mencampuri urusan dalam negerinya, walaupun Perancis memiliki peran besar juga dalam ekonomi Lebanon.

“Kami sedang mengambil langkah yang penuh risiko. Kami harus membantu, mendukung, dan mendorong rakyat Lebanon, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan kesan bahwa kami ingin mendirikan protektorat baru, yang akan menjadi langkah yang sangat bodoh," kata Jack Lang, mantan menteri pemerintah Prancis yang sekarang mengepalai Institut Dunia Arab di Paris.

Sejauh ini, Macron sendiri telah dengan tegas menolak gagasan untuk menerima ide petisi untuk mengambil alaih kekuasaan Lebanon selama 10 tahun.

"Anda tidak dapat meminta saya untuk menggantikan para pemimpin Anda. Itu tidak mungkin. Tidak ada solusi Perancis untuk itu," kata Macron.

Baca juga: Rakyat Jengah, Sebuah Petisi Mendesak agar Lebanon Diperintah Perancis

Namun dia mencatat bahwa dia berencana untuk kembali ke Lebanon untuk memverifikasi bahwa reformasi yang dijanjikan pada 1 September terlaksana, bersaman dengan peringatan 100 tahun deklarasi Greater Lebanon, dan awal pemerintahan Perancis.

Hubungan Perancis dengan Lebanon dimulai setidaknya pada abad ke-16, ketika monarki Perancis bernegosiasi dengan penguasa Ottoman untuk melindungi orang Kristen, dan mengamankan pengaruh di wilayah tersebut.

Pada masa mandat Perancis 1920-1946, Lebanon sudah memiliki jaringan sekolah Perancis dan penutur bahasa Perancis yang bertahan hingga hari ini, bersama dengan hubungan baik Perancis dengan para perantara kekuasaan Lebanon, termasuk beberapa yang dituduh memicu krisis politik dan ekonomi Lebanon.

Baca juga: Benarkah Hezbollah Tidak Terlibat dalam Ledakan Dahsyat di Lebanon?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com