Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Filipina Rodrigo Duterte Ingin Pengedar Narkoba Disuntik Mati

Kompas.com - 28/07/2020, 10:49 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin (27/7/2020) mengatakan, para pengedar narkoba harus dihukum mati dengan suntikan.

Wacana yang ia apungkan itu adalah bagian dari upaya baru dalam penumpasan peredaran narkoba di Filipina, yang telah menewaskan ribuan orang.

Dalam pidato kenegaraan yang disiarkan secara luas, Duterte juga mengakui respons pemerintah terhadap pandemi virus corona masih "jauh dari sempurna".

Saat ini total kasus Covid-19 di negaranya melonjak melewati 82.000 dengan hampir 2.000 kematian.

Baca juga: Sebelum Maria Ressa, Ini Riwayat Cekcok Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan Media

Duterte sudah diperkirakan akan berpidato tentang itu di hadapan anggota parlemen, untuk menyusun rencana pemulihan ekonomi Filipina yang mengalami kontraksi.

Jutaan orang kehilangan pekerjaan selama lockdown nasional yang berlangsung lebih dari 4 bulan.

Namun AFP memberitakan, Duterte hanya membeberkan sedikit detail tentang rencananya itu.

Sebaliknya, Duterte justru mengungkapkan keinginannya untuk mengembalikan hukuman mati.

Baca juga: Maria Ressa Jurnalis Filipina Pengkritik Duterte Dipenjara 6 Tahun, Pernah Kerja di Jakarta

Keinginan itu ia ucapkan beberapa minggu setelah menandatangani undang-undang anti-terorisme, yang dikhawatikan oleh para kritikus dan pembela hak asasi akan digunakan untuk menyasar oposisi.

"Saya mengulang lagi pengesahan undang-undang yang segera memunculkan lagi hukuman mati dengan suntikan mematikan untuk kejahatan yang ditentukan berdasarkan Undang-undang Tindakan Berbahaya (Narkoba) Komprehensif tahun 2002," kata Duterte.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB bulan lalu menyerukan penyelidikan independen, terhadap perang narkoba yang dikatakannya telah banyak membunuh warga dan para pelakunya "nyaris kebal hukum".

Baca juga: Tawarkan Hadiah untuk Bunuh Duterte, Guru di Filipina Ditangkap

Butch Olano selaku direktur Amnesty International Filipina mengatakan, hukuman mati bukan solusi.

"Solusi favorit Presiden Duterte untuk tuntutan keselamatan publik, baik dari masalah terkait narkoba atau virus, adalah selalu membuat undang-undang yang lebih keras dan menanamkan rasa takut di kalangan orang Filipina," ucap Olano dikutip dari AFP.

Hukuman mati di Filipina mulai dilarang pada 1987, setelah lebih dari 300 tahun lamanya diterapkan mengikuti sistem pemerintahan kolonial Spanyol.

Namun enam tahun kemudian hukuman itu diaktifkan lagi, dan dihapus lagi pada 2006.

Baca juga: Duterte Tak Akan Buka Sekolah Sebelum Vaksin Virus Corona Ditemukan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com