MANILA, KOMPAS.com - Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin (27/7/2020) mengatakan, para pengedar narkoba harus dihukum mati dengan suntikan.
Wacana yang ia apungkan itu adalah bagian dari upaya baru dalam penumpasan peredaran narkoba di Filipina, yang telah menewaskan ribuan orang.
Dalam pidato kenegaraan yang disiarkan secara luas, Duterte juga mengakui respons pemerintah terhadap pandemi virus corona masih "jauh dari sempurna".
Saat ini total kasus Covid-19 di negaranya melonjak melewati 82.000 dengan hampir 2.000 kematian.
Baca juga: Sebelum Maria Ressa, Ini Riwayat Cekcok Presiden Filipina Rodrigo Duterte dengan Media
Duterte sudah diperkirakan akan berpidato tentang itu di hadapan anggota parlemen, untuk menyusun rencana pemulihan ekonomi Filipina yang mengalami kontraksi.
Jutaan orang kehilangan pekerjaan selama lockdown nasional yang berlangsung lebih dari 4 bulan.
Namun AFP memberitakan, Duterte hanya membeberkan sedikit detail tentang rencananya itu.
Sebaliknya, Duterte justru mengungkapkan keinginannya untuk mengembalikan hukuman mati.
Baca juga: Maria Ressa Jurnalis Filipina Pengkritik Duterte Dipenjara 6 Tahun, Pernah Kerja di Jakarta
Keinginan itu ia ucapkan beberapa minggu setelah menandatangani undang-undang anti-terorisme, yang dikhawatikan oleh para kritikus dan pembela hak asasi akan digunakan untuk menyasar oposisi.
"Saya mengulang lagi pengesahan undang-undang yang segera memunculkan lagi hukuman mati dengan suntikan mematikan untuk kejahatan yang ditentukan berdasarkan Undang-undang Tindakan Berbahaya (Narkoba) Komprehensif tahun 2002," kata Duterte.
Dewan Hak Asasi Manusia PBB bulan lalu menyerukan penyelidikan independen, terhadap perang narkoba yang dikatakannya telah banyak membunuh warga dan para pelakunya "nyaris kebal hukum".
Baca juga: Tawarkan Hadiah untuk Bunuh Duterte, Guru di Filipina Ditangkap
Butch Olano selaku direktur Amnesty International Filipina mengatakan, hukuman mati bukan solusi.
"Solusi favorit Presiden Duterte untuk tuntutan keselamatan publik, baik dari masalah terkait narkoba atau virus, adalah selalu membuat undang-undang yang lebih keras dan menanamkan rasa takut di kalangan orang Filipina," ucap Olano dikutip dari AFP.
Hukuman mati di Filipina mulai dilarang pada 1987, setelah lebih dari 300 tahun lamanya diterapkan mengikuti sistem pemerintahan kolonial Spanyol.
Namun enam tahun kemudian hukuman itu diaktifkan lagi, dan dihapus lagi pada 2006.
Baca juga: Duterte Tak Akan Buka Sekolah Sebelum Vaksin Virus Corona Ditemukan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.