MANILA, KOMPAS.com - Jurnalis ternama Filipina, Maria Ressa, dinyatakan bersalah oleh pengadilan di Manila dalam kasus pencemaran nama baik melalui media siber, pada Senin (15/6/2020).
Hakim Rainelda Estacio-Montesa memvonis Ressa selaku CEO sekaligus pemimpin redaksi media yang berbasis di Filipina, Rappler, dengan hukuman penjara selama 6 bulan 1 hari hingga 6 tahun.
Selain Ressa, hakim juga memvonis mantan penulis-periset Rappler, Reynaldo Santos, dengan hukuman serupa.
Baca juga: Di Filipina, Batalkan Pesan Antar Makanan Bisa Dipenjara 6 Tahun
Akan tetapi, sebagaimana dilaporkan kantor berita AFP, Ressa dan Santos dapat tetap bebas dengan membayar uang jaminan selagi upaya banding dilakukan.
Dalam persidangan, Ressa membantah semua tuduhan dan mengklaim tuduhan tersebut dilancarkan dengan bermotif politik.
"Kami akan berdiri menentang segala bentuk serangan terhadap kebebasan pers," kata Ressa kepada para wartawan di Manila, seperti dikutip AFP.
BREAKING. The Manila Regional Trial Court (RTC) Branch 46 convicted Rappler CEO and Executive Editor Maria Ressa and former Rappler researcher-writer Reynaldo Santos over cyber libel charges in a high-profile verdict handed down Monday, June 15. https://t.co/o7fgxV0ThN
— Rappler (@rapplerdotcom) June 15, 2020
Baca juga: Filipina Tegaskan Tak Akan Buka Sekolah Sampai Ada Vaksin Corona
Kasus ini bermula dari sebuah artikel 8 tahun lalu terkait dugaan hubungan seorang pengusaha dengan mantan hakim di pengadilan tertinggi Filipina.
Pada 2017, si pengusaha kemudian menuntut Ressa menggunakan undang-undang kontroversial "cyber-libel" yang mulai berlaku pada September 2012, empat bulan setelah tulisan itu terbit.
Ressa adalah wartawan veteran Filipina yang sebelum mendirikan Rappler, menghabiskan kariernya dengan CNN - pertama sebagai kepala biro di Manila dan kemudian di Jakarta.
Dia juga merupakan wartawan investigatif utama media AS tersebut terkait dengan terorisme di Asia Tenggara.
Dia memenangkan sejumlah penghargaan internasional karena liputannya dan dipilih menjadi Time Magazine Person of the Year tahun 2018, karena usahanya mempertanyakan tanggung jawab kekuasaan di lingkungan yang semakin memusuhinya.
Baca juga: Hitamkan Wajah untuk Dukung Demo George Floyd, Selebgram Filipina Dihujat
Para pendukung kebebasan pers mengatakan, wartawan veteran itu menjadi sasaran Presiden Rodrigo Duterte, karena sejumlah laporan kritis Rappler terkait pemerintah.
Penangkapan berulang-ulang terhadap Ressa telah menuai kecaman internasional dan menimbulkan kekhawatiran tentang memburuknya kebebasan pers di negara itu.
Menurut Rappler, ini sudah kasus ketujuh yang membelit Ressa dan kasus ke-11 yang melibatkan Rappler.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte sebelumnya membantah tuduhan, bahwa penangkapan itu bermotivasi politik dan dia menyebut Rappler sebagai situs "berita palsu".
Sejak 1986, 176 wartawan terbunuh di Filipina, menjadikan negara itu salah satu negara yang paling berbahaya di dunia bagi wartawan.
Pada 2016, Presiden Filipina dikritik karena mengatakan beberapa wartawan itu pantas mati.
Baca juga: Tawarkan Hadiah untuk Bunuh Duterte, Guru di Filipina Ditangkap
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.