Pada 2018, Bytedance mengakuisisi Muiscal.ly dan melebur aplikasi itu ke dalam operasi TikTok.
ByteDance telah berusaha untuk menjauhkan aplikasi dari kepemilikan China, menunjuk mantan eksekutif senior Disney Kevin Mayer sebagai Chief Executive TikTok.
Baca juga: AS Sambut Baik Keputusan India Larang Aplikasi TikTok
Berapa banyak data yang dikumpulkan TikTok?
TikTok mengumpulkan data dari penggunanya yang sangat besar, termasuk:
Beberapa pengumpulan data aplikasi membuat banyak orang heran, termasuk pengungkapan baru-baru ini bahwa aplikasi itu secara teratur membaca clipboard penggunanya.
Tetapi hal ini juga ditemukan pada puluhan aplikasi lain termasuk Reddit, LinkedIn, New York Times, dan aplikasi BBC News, dan tampaknya tidak ada sesuatu yang jahat terjadi.
Sebagian besar koleksi umum TikTok dapat dibandingkan dengan jejaring sosial lain yang haus data seperti Facebook. Namun, Kantor Komisi Informasi Inggris - pengawas privasi - saat ini sedang menyelidiki aplikasi tersebut.
Baca juga: Tiktok Diblokir di India, Bagaimana Nasib Kreatornya?
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mencurigai pengguna TikTok berisiko datanya berakhir "di tangan Partai Komunis China".
TikTok berulang kali berkukuh bahwa data yang dikumpulkan dan disimpan di luar China.
"Saran bahwa kita dengan cara apa pun berada di bawah tangan pemerintah China adalah sepenuhnya dan benar-benar salah," Theo Bertram, kepala kebijakan publik TikTok untuk Eropa, Timur Tengah dan Afrika, mengatakan kepada BBC.
Undang-undang Keamanan Nasional di China pada 2017 memaksa semua organisasi dan penduduk China untuk "mendukung dan bekerja sama dengan operasi intelijen pemerintah".
Bertram mengatakan, jika TikTok didekati oleh pemerintah China, "Kami sudah pasti akan mengatakan tidak pada permintaan data tersebut".
Akan tetapi, ByteDance akan berhati-hati dengan konsekuensi telah membuat Partai Komunis tidak senang.
Baca juga: Diblokir India karena Dituduh Sebar Data Pengguna ke China, TikTok Buka Suara
Aplikasi berita daring Toutiao tidak dapat beroperasi selama 24 jam pada 2017, menurut South China Morning Post, setelah Kantor Informasi Internet Beijing mengatakan platform itu telah menyebarkan "konten porno dan vulgar".