WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan 265 juta orang dari penduduk dunia dapat terancam kelaparan pada akhir 2020 akibat pandemi virus corona.
Prediksi tersebut adalah jumlah orang kelaparan yang lebih besar sejak 1990, dan bisa dicegah jika tindakan cepat diambil untuk mengatasinya.
Kepala Urusan Kemanusiaan dan Bantuan Darurat PBB Mark Lowcock memberikan pernyataan mengejutkan pada Kamis (16/7/2020), bahwa dibutuhkan 10,3 miliar dollar AS (Rp 151,3 triliun) untuk mencegah kelaparan yang melanda akibat pandemi virus corona.
Besarnya dana tersebut akibat timbulnya resisi ekonomi global dan pengalihan dana ke aspek kesehatan.
"Pesan saya untuk G-20 adalah tingkatkan sekarang investasi yang relatif sederhana, kita dapat mencegah yang terburuk, termasuk ekspor masalah terburuk dari negara-negara yang paling rapuh," kata Lowcock, seperti yang dilansir dari ABC News pada Jumat (17/7/2020), yang mana pesannya merujuk kepada negara kelompok ekonomi terbesar di dunia.
Baca juga: Cegah Gelombang Kedua Covid-19, Jerman Akan Terapkan Lockdown Baru
PBB meluncurkan Rencana Respons Kemanusiaan Global pada Maret, tetapi gagal mencapai tujuan pendanaan. Saat itu dana yang terkumpul hanya 1,7 miliar dollar AS (Rp 24,97 triliun).
Inisiatif PBB tersebut menargetkan 63 negara yang tengah menghadapi krisis kemanusiaan karena Covid-19 dan lockdown, yang saat ini mulai bertambah besar dampaknya.
"Kegagalan untuk bertindak cepat sekarang ini, akan membuat virus corona bebas menyerang dunia, dengan membatalkan pembangunan selama puluhan tahun dan menciptakan masalah generasi yang tragis dan masalah yang dapat diekspor," kata Lowcock.
Baca juga: Jumlah Kasus Covid-19 Mendekati 1 Juta, India Lockdown Lagi
Lowcock mengatakan kepada ABC News, dia berharap Amerika Serikat (AS) dapat membantu sekitar 30 persen dari angka 10,3 miliar dollar AS (Rp 151,3 triliun).
Sejauh ini, AS telah mengumumkan bahwa akan mengalokasikan dana sebesar 1,5 miliar dollar AS (Rp 22,041 triliun) untuk bantuan internasional, meskipun tidak semua dana tersebut diberikan kepada kelompok-kelompok bantuan dan lembaga internasional yang dikelola Lowcock.
Meskipun pandemi virus corona masih terus memburuk di AS, yang saat ini masih memimpin di peringkat 1 sebagai negara dengan kasus Covid-19 terbanyak, tapi Lowcock menilai AS masih "tetap bangsa yang sangat diperlukan" untuk pendanaan bantuan internasional.
Baca juga: AS, Inggris, Kanada Ramai-ramai Tuduh Rusia Retas Data Vaksin Covid-19
"(Berjalannya pendanaan itu) hanya ketika ada kepemimpinan AS dan mobilisasi orang lain, bahwa ada respons global yang sangat efektif," kata Lowcock.
Ia kemudian juga berpesan, "Tidak seorang pun, termasuk orang AS, yang akan aman dari virus corona ini sampai semua orang aman dari itu (kelaparan)."
Namun, dengan adanya kekurangan peralatan perlindungan diri dan pengujian terhadap Covid-19 yang tidak memadai, beberapa orang mengatakan AS perlu fokus pada pandemi di dalam negerinya sendiri.
Baca juga: Keluarkan Tes Covid-19 Palsu, Pemilik RS di Bangladesh Dibekuk Polisi
Sejauh ini, hanya 0,1 persen dari semua dana darurat AS yang masuk ke kantong bantuan internasional, tetapi sekarang ada momentum untuk angka itu bertambah.