Kemudian diperkirakan dalam 87 persen kasus di Filipina akan melibatkan perempuan yang bertindak sebagai fasilitator, dan kebanyakan adalah ibu dari anak-anak yang jadi korban.
"Ini sudah menjadi industri," kata Jacob Sarkodee, CEO sementara IJM untuk Australia.
"Kami menemukan banyak ibu atau sanak keluarga yang berusaha mencari kesempatan dan mendapatkan keuntungan besar dengan melakukan eksploitasi seksual, penyiksaan dan pemerkosaan terhadap anak-anak mereka.
"Ini adalah salah satu bentuk terburuk perbudakan modern yang pernah kami lihat."
Menurut Sersan Detektif Graeme Marshall dari AFP, hukum yang lebih kuat di berbagai negara termasuk Australia dan Filipina telah membuat penganiayaan seksual terhadap anak-anak berpindah ke online.
"Dulunya para pelaku ini akan melakukan perjalanan ke Filipina dan mereka akan melakukan tindakan yang disebut pelanggaran turisme seksual terhadap anak-anak," katanya.
"Sekarang semakin banyak negara Barat termasuk Australia memiliki hukum yang bisa mencegah para pedofil yang sudah diketahui untuk melakukan perjalanan."
Baca juga: Video Viral Seks di Mobil PBB Terekam Warga dan Gegerkan Netizen
Menurut penelitian yang dilakukan IJM, para pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak adalah perempuan Filipina sekitar umur 27 tahun.
Beberapa di antaranya adalah nenek dalam keluarga atau sanak famili korban.
Dari 69 pelaku yang ditahan di Filipina sejak tahun 2018 dan sudah dinyatakan bersalah 70 persen diantaranya adalah perempuan.
Usia rata-rata para korban adalah 11 tahun dan hampir semuanya adalah anak perempuan.
Tanpa adanya campur tangan dari pihak luar, tindakan keji tersebut rata-rata berlangsung selama empat tahun.
Menurut penelitian IJM, orang tua perempuan atau sanak keluarga perempuan memiliki motivasi "keuangan dan bukannya motivasi seksual dalam melakukan tindakannya".
Baca juga: Perkosa Korbannya di Hutan, Penjahat Seks Ini Divonis Penjara 8 Tahun
Insiden eksploitasi seksual terhadap anak-anak lewat online meningkat tiga kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.
Para pakar mengatakan, pandemi Covid-19 membuat anak-anak berada di rumah dalam waktu panjang, bersama dengan orang tua yang kehilangan pekerjaan dan berusaha mencari pendapatan baru.