Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Reaksi Dunia soal UU Keamanan Nasional China untuk Hong Kong

Kompas.com - 01/07/2020, 13:26 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber AFP

BEIJING, KOMPAS.com - Penerapan UU Keamanan Nasional China untuk Hong Kong telah membentuk ragam pendapat yang tajam baik dalam isu finansial mau pun isu lainnya.

Negara-negara yang loyal terhadap China tentu saja menyambut baik UU Keamanan Nasional tersebut. 

Namun para pembangkang, kelompok sayap kanan dan para pemerintah Barat menganggap penerapan UU tersebut sebagai hal yang akan mengakhiri tradisi kebebasan pendapat dan otonomi yudisial di Hong Kong.

Sebelumnya, ketika Hong Kong ingin diserahkan Inggris kepada China, kesepakatan menjamin kebebasan berpendapat di Hong Kong. 

Perjanjian itu dalam otonomi peradilan dan legislatif akan berlangsung sampai 2047 dan kesepakatan itu disebut, 'Satu Negara, Dua Sistem'.

Terkait UU Keamanan Nasional China untuk Hong Kong, berikut ini respons yang ada:

Baca juga: Uni Eropa, Inggris, Taiwan, Kecewa China Sahkan UU Keamanan Nasional Hong Kong

1. Pemerintah Hong Kong dan Beijing

Pemimpin Hong Kong pro-Beijing, Carrie Lam pada Rabu (01/7/2020) mendeskripsikan UU Keamanan Nasional sebagai 'perkembangan paling signifikan' sejak kota itu diserahkan kepada daratan utama China.

Beijing mendeskripsikan UU itu sebagai 'pedang' yang akan bergantung pada tiap 'kepala para pelanggar hukum' setelah selama setahun mengalami protes dan kekerasan pro-demokrasi yang besar.

Pada Rabu kemarin, Zhang Xiaoming, wakil pejabat Beijing di Hong Kong menganggap ancaman sanksi dari negara lain sebagai 'logika gengster'.

Dia juga menambahkan bahwa Beijing seharusnya bisa mengaplikasikan UU daratan utama China dan meninggalkan '1 negara, 2 sistem'.

Baca juga: Presiden Xi Jinping Tanda Tangani UU Keamanan Nasional Hong Kong

2. Hong Kong pro-demokrasi

Kritik terhadap UU Keamanan Nasional China datang dari tokoh-tokoh Hong Kong pro-demokrasi.

Partai Demokrasi mengatakan bahwa pengesahan UU itu telah mengakhiri kesepakatan '1 Negara, 2 Sistem' dan telah 'menghancurkan kemerdekaan yudisial Hong Kong secara keseluruhan'.

Ada pun Partai Buruh mengatakan bahwa pihak mereka khawatir para pembangkang akan mengalami nasib yang sama dengan mereka yang berada di daratan utama China. 

Para pembangkang di daratan utama China sering dipenjara di bawah UU Keamanan Nasional Beijing.

Sementara Partai Sipil Hong Kong mengatakan bahwa pengesahan itu mengganti 'aturan UU' dengan 'aturan rezim'.

"Aturan teror (mengacu para aturan rezim) ini mungkin akan menciptakan penampilan palsu tatanan sosial yang terkendali tetapi itu benar-benar menghilangkan hati rakyat Hong Kong," demikian keterangan partai tersebut.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Serah Terima Hong Kong dari Inggris ke China

3. Amerika Serikat

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengatakan, "Hari ini adalah hari menyedihkan bagi Hong Kong, dan untuk mereka yang mencintai kebebasan di seluruh China."

"China telah menjanjikan 50 tahun kebebasan kepada rakyat Hong Kong dan memberi mereka hanya 23 tahun," ungkap Pompeo di mana langkah AS ke depannya akan dia umumkan.

Washington sebelumnya telah mengumumkan bahwa Hong Kong tidak lagi menjadi daerah otonomi dari daratan utama China di mana dengan status otonomi itu Hong Kong sebelumnya punya hak istimewa dalam perdagangan dengan AS.

"Tiap instruksi presiden Donald Trump, kami akan menghapus pengecualian kebijakan yang memberi kekhususan dan perbedaan pada Hong Kong dengan beberapa pengecualian," ujar Pompeo sebagaimana dilansir media Perancis AFP.

Sementara itu dalam Kongres, sekelompok legislator bipartisan mengajukan UU yang akan melindungi para pengungsi Hong Kong.

Baca juga: UU Keamanan Nasional Disahkan China, Partai Demokrat Hong Kong Bubar

4. Inggris

Inggris yang pernah menjajah Hong Kong mendeskripsikan UU Hukum Nasional China untuk Hong Kong sebagai 'langkah buruk' dan 'sangat mengganggu'.

Namun Inggris mengatakan bahwa butuh waktu lebih untuk menentukan apakah Beijing kelak akan melanggar kesepakatan, '1 Negara, 2 Sistem'.

Sebelumnya, Perdana Menteri Boris Johnson telah menawarkan perpanjangan hak visa kepada jutaan warga Hong Kong jika UU Keamanan Nasional diterapkan.

Chris Patten, Gubernur Hong Kong terakhir ketika masih berada dalam era penjajahan menyatakan UU tersebut merupakan akhir dari '1 Negara, 2 Negara'.

"Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Deklarasi Gabungan Sino-British, perjanjian yang bersarang pada PBB dan konstitusi kecil Hong Kong, UU Dasar," ungkap Patten.

Baca juga: Awasi UU Keamanan Nasional, China Akan Bentuk Badan Khusus di Hong Kong

5. PBB

Sebanyak 27 negara termasuk Inggris, Perancis, Jerman, Australia dan Jepang mengeluarkan teguran lisan kepada China di mana aksi tersebut jarang sekali terjadi.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa menggambarkan UU Keamanan Nasional China untuk Hong Kong sebagai masalah 'yang memprihatinkan dan berkembang'.

Mereka mendesak China agar mempertimbangkan kembali karena UU itu dianggap 'melemahkan' kebebasan Hong Kong.

Apalagi para penandatangan menambahkan bahwa UU itu diberlakukan tanpa partisipasi langsung rakyat Hong Kong, legislatif atau pun yudikatif.

Sementara 53 negara lain yang dipimpin oleh sekutu China dan sesama negara satu partai Kuba, mengumumkan dukungan untuk UU itu pada pertemuan Jenewa.

"Kekuatan legislatif pada masalah keamanan nasional terletak pada negara yang pada dasarnya bukan merupakan masalah hak asasi manusia," ungkap pernyataan itu menurut media pemerintah China.

Baca juga: Ketakutan, Warga Hong Kong Bergegas Urus Paspor dan Pindah ke Inggris

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com