Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Referendum Beri Jalan Bagi Putin untuk Pimpin Rusia Selama 36 Tahun

Kompas.com - 25/06/2020, 10:35 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

Pilkada sempat kembali sesaat pada 2012 setelah gelombang protes prodemokrasi. Namun pada April 2013, Putin kembali mengendakukan secara langsung melalui undang-undang yang ketat.

Baca juga: Putin Diduga Jadi Dalang Pembunuhan Pemimpin Chechnya di Jerman

Bereksperimen dengan liberalisme

Serangkaian demontrasi massal, yang berjuluk Protes Bolotnaya, pecah di Moskow dan beberapa tempat lain di Rusia pada 2011 hingga 2013 guna menuntut pemilu bersih dan reformasi demokratis.

Aksi unjuk rasa ini adalah yang terbesar di Rusia sejak 1990-an.

Pada saat yang sama muncul Arab Spring dan 'revolusi berwarna' di negara-negara tetangga, yang membangkitkan kenangan 1989.

Putin memandang aksi protes ini sebagai kendaraan bagi negara-negara Barat untuk merongrong Rusia.

Perubahan gaya, walau tampilan belaka, diperlukan. Putin lantas bereksperimen dengan liberalisme. Dia menyerukan desentralisasi politik dan janji kepada daerah-daerah untuk mengendalikan ekonomi mereka dengan lebih leluasa.

Kata 'reformasi' diumbar dalam setiap pidato, namun gerakan ini hanya sesaat. Begitu ancaman usai, strategi itu tak lagi dipakai.

Unjuk kekuatan di Krimea

Kevakuman kekuasaan pasca-revolusi di Ukraina memberikan celah bagi Putin untuk bermanuver.

Pendudukan Krimea secara cepat pada Februari 2014 adalah kemenangan terbesar Putin sejauh ini dan pukulan telak bagi Barat.

Rusia telah menunjukkan kekuatannya dalam mengambil alih wilayah negara tetangga selagi dunia menyaksikan dan gagal mencegahnya.

Putin punya kekuatan yang cukup untuk menyulitkan Barat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Sejak momen itu dia bisa memimpin, menentukan laju, dan menentukan hubungan Rusia dengan Barat.

Krimea adalah serangan terbesar Rusia, namun itu bukan satu-satunya kejadian.

Selama berpuluh tahun, Putin mempraktikkan ekspansi politik Rusia di wilayah terdekat—negara-negara merdeka yang muncul setelah Uni Soviet runtuh dan masih dianggap Rusia sebagai wilayah alaminya, seperti terjadi dalam konflik Georgia (2008).

Mengeksploitasi titik lemah Barat: Suriah

Putin mampu memanfaatkan kurang lekatnya negara-negara Barat dalam urusan politik luar negeri dan mengubah kelemahan tersebut menjadi keuntungannya.

Intervensi Rusia di Suriah, dengan mendukung pasukan pro Bashar al-Assad, menyimpan keuntungan berlipat baginya.

Di satu sisi, aksinya memastikan tiada negara yang punya kendali penuh terhadap wilayah vital di Timur Tengah. Di sisi lain, dia punya peluang menguji persenjataan baru dan taktik militer.

Hal ini memberikan pesan kuat kepada sekutu-sekutu lama Rusia (selain dinasti Assad) dan negara yang wilayahnya dekat dengan Rusia, bahwa Rusia tidak pernah meninggalkan teman lama.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Tsar Nicholas II, Kaisar Terakhir Rusia

Tsar baru Rusia?

Selama masa kekuasaannya, Putin telah sukses membangkitkan pemikiran lama 'Kolektor Tanah-Tanah Rusia', sebuah konsep feodal yang membenarkan kebijakan ekspansi Rusia.

Dalam konteks ini, mudah dipahami mengapa Krimea dan negara-negara yang wilayahnya dekat dengan Rusia, begitu bermakna bagi Putin.

Beberapa pengamat Rusia, seperti Arkady Ostrovsky, menilai cara-cara Putin bisa berujung pada penciptaan Tsar modern: seorang pemimpin unik Rusia yang berada di atas partai-partai politik.

Hal ini klop dengan keputusan Putin yang memilih menjadi kandidat independen dalam pemilu terakhir.

Hingga sekarang, posisi Vladimir Putin di Rusia tampaknya tidak bisa ditentang. Namun apa yang terjadi setelah mandat keempatnya berakhir pada 2024?

Tiada seorang pun yang bisa memprediksi masa depan, namun Vladimir Putin bisa membuat rencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com