Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Referendum Beri Jalan Bagi Putin untuk Pimpin Rusia Selama 36 Tahun

Kompas.com - 25/06/2020, 10:35 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - "Tanpa Putin, tidak ada Rusia." Ini adalah pandangan deputi kepala staf Kremlin yang juga disuarakan jutaan warga Rusia yang selama dua dekade terakhir menempatkan Vladimir Putin pada tampuk kekuasaan, apakah itu dalam wujud perdana menteri atau presiden.

Mandat itu amat mungkin diperbarui pada 1 Juli, setelah jutaan warga Rusia berpartisipasi dalam referendum guna mengubah konstitusi.

Jika khalayak sepakat konstitusi diubah, Putin akan dapat mencalonkan diri lagi sebagai presiden untuk dua masa jabatan hingga 2036 mendatang.

Pada usianya yang mencapai 67 tahun, Putin tidak menampik dirinya akan kembali mengikuti pemilihan presiden setelah 2024, saat masa jabatannya saat ini berakhir.

Referendum itu sendiri akan digelar sehari setelah parade Hari Kemenangan di Lapangan Merah, Moskow, guna memperingati 75 tahun kekalahan Nazi Jerman dan berakhirnya Perang Dunia II di Eropa.

Pertunjukan militer itu siap mendongkrak semangat patriotik warga Rusia seiring dengan dibukanya karantina wilayah alias lockdown, sepekan lebih maju dari yang direncanakan wali kota Moskow.

Kalangan kritikus menilai langkah itu sengaja digelar demi popularitas sang presiden.

Baca juga: Putin: Dunia Berutang Budi pada Uni Soviet

Mengapa digelar referendum?

Dua warga kawasan otonomi Khanty-Mansi memberikan suara mereka lebih awal dalam referendum konstitusi Rusia 2020.GETTY IMAGES via BBC Indonesia Dua warga kawasan otonomi Khanty-Mansi memberikan suara mereka lebih awal dalam referendum konstitusi Rusia 2020.

Pada Januari 2020, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menggagas agar konstitusi diamandemen berdasarkan pemungutan suara rakyat.

Salah satu hal yang diamandemen adalah masa jabatan presiden diperpanjang dua masa jabatan, sehingga Putin bisa kembali menjadi presiden.

Referendum, yang semula dijadwalkan digelar pada 22 April dan ditunda akibat karantina wilayah terkait virus corona, kini akan dihelat pada 1 Juli.

Agar rakyat bisa memberikan suara mereka seraya mematuhi kebijakan social distancing, referendum bakal dilangsungkan selama lima hari di seluruh Rusia, bahkan di wilayah-wilayah yang banyak mencatat kasus positif Covid-19.

Panitia pelaksanaan referendum akan membatasi jumlah orang yang bisa memasuki tempat pemungutan suara dalam periode tertentu.

Kemudian di beberapa wilayah, termasuk Moskow, panitia menyediakan sistem pemungutan suara elektronik.

Baca juga: Tulisan Putin tentang Perang Dunia II, Buat AS Penasaran

Apa rencana Putin?

Valentina Tereshkova, anggota parlemen Rusia dan mantan kosmonaut Soviet yang menjadi perempuan pertama di luar angkasa pada 1963, adalah pendukung kuat Vladimir Putin.Reuters Valentina Tereshkova, anggota parlemen Rusia dan mantan kosmonaut Soviet yang menjadi perempuan pertama di luar angkasa pada 1963, adalah pendukung kuat Vladimir Putin.

Warga Rusia yang lahir pada abad ke-21 praktis hanya mengenal Vladimir Putin sebagai pemimpin.

Putin telah berganti jabatan beberapa kali, dari perdana menteri (1999), menjadi presiden (2000-2008), kembali sebagai perdana menteri (2008-2012), dan jadi presiden lagi (2012).

Walaupun Putin belum menegaskan dirinya ingin kembali bersaing dalam pilpres, dia juga tidak menyanggahnya. Karena itu, sejumlah kalangan menuding dia ingin kembali berkuasa seumur hidup, atau setidaknya sampai 2036.

Salah satu pendukung kuat Putin, mantan kosmonaut Soviet dan anggota parlemen, Valentina Tereshkova, telah mengusulkan agar masa jabatan presiden "kembali ke nol" sehingga Putin bisa berkuasa lagi.

Dukungan rakyat Rusia diperkirakan masih kuat. Terakhir kali bersaing dalam pilpres pada 2018 lalu, Putin mendulang lebih dari 76 persen suara.

Kali ini "dia berusaha terlihat enggan menerima usulan ini, dengan membingkainya sebagai tuntutan 'dari bawah'." kata koresponden BBC di Moskow, Sarah Rainsford.

Dia juga memberi pertanda bahwa Rusia belum cukup berkembang untuk menerima perubahan sosok presiden.

"Banyak orang tidak punya masalah soal itu. Jika mereka sesungguhnya tidak suka Putin, mereka juga tidak terlalu keberatan pada dirinya. Banyak orang memandang dia sebagai pemimpin kuat yang bisa berhadapan dengan barat. Percakapan yang menyebut tidak ada sosok lain juga jamak terjadi," jelas Rainsford.

Baca juga: Putin Tak Anggap Trump sebagai Ancaman

Bagaimana Putin bisa menjadi sosok tak tergantikan?

Hari-hari berakhirnya Perang Dingin antara Komunisme dan Barat adalah masa tumbuh kembang Putin.

Revolusi 1989 terjadi ketika dia bertugas sebagai petugas rendahan KGB di Dresden, yang saat itu masih berada di Jerman Timur.

Saat itu dia tak berdaya menentang perubahan, tapi ada dua kesan kuat yang timbul dalam benaknya. Pertama, ketakutan pada pemberontakan massal—setelah menyaksikan protes besar-besaran yang berujung pada runtuhnya Tembok Berlin dan Tirai Besi. Kedua, kemuakan pada kekosongan kekuasaan di Moskow setelah Uni Soviet ambruk.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com