Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Referendum Beri Jalan Bagi Putin untuk Pimpin Rusia Selama 36 Tahun

Kompas.com - 25/06/2020, 10:35 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

Putin menjelaskan sendiri bagaimana dirinya meminta bantuan ketika markas KGB di Dresden diamuk massa pada Desember 1989, namun Moskow, di bawah Mikhail Gorbachev, "terdiam".

Dia mengambil inisiatif untuk menghancurkan dokumen-dokumen yang bakal memojokkan Rusia di kemudian hari. "Kami membakar sedemikian banyaknya sampai tungku meledak," sebut Putin dalam buku berisi kumpulan wawancara berjudul First Person.

Menurut Boris Reitschuster, penulis biografi Putin yang berasal dari Jerman, "Kita akan menghadapi sosok Putin yang berbeda dan Rusia yang berbeda jika dia tidak ditempatkan di Jerman Timur."

Mendaki kekuasaan

Setibanya dia di kampung halamannya di Leningrad (yang belakangan berganti ke nama lama Saint Petersburg), Putin dalam sekejap menjadi tangan kanan wali kota baru, Anatoly Sobchak.

Di Jerman Timur, Putin adalah bagian dari jaringan individu yang kehilangan peran lama mereka. Namun, di Rusia yang baru, dia berada di negara yang sejahtera secara pribadi dan politik.

Karier Putin meningkat—dia tidak ikut jatuh bersama Sobchak dan terus menjalin jaringan bersama kalangan elite Rusia yang baru.

Dia pindah ke Moskow, sukses di FSB (organisasi penerus KGB), dan bekerja di Kremlin.

Saat itu, Boris Yeltsin adalah presiden baru Federasi Rusia. Yeltsin berhasil menjaga keutuhan Partai Komunis berkat aliansi dengan kaum ologarki—yang memperoleh kekayaan besar dan pengaruh kuat dalam periode transisi ini.

Kalangan pebisnis, seperti Boris Berezovsky, muncul sebagai pendukung Yeltsin dan menjadi pemengaruh opini publik ketika pemilu kembali digelar di Rusia.

Pada 1999, Presiden Yeltsin menunjuk Putin sebagai perdana menteri Rusia.

Menjadi presiden secara mengejutkan

Retiring Russian President Boris Yeltsin shakes hands with Prime Minister Vladimir Putin - his nominee as acting President - as he leaves his office.GETTY IMAGES via BBC Indonesia Retiring Russian President Boris Yeltsin shakes hands with Prime Minister Vladimir Putin - his nominee as acting President - as he leaves his office.

Perilaku Yeltsin menjadi kian tak menentu, dan dia secara mendadak mengumumkan pengunduran diri pada 31 Desember 1999.

Putin, dengan sokongan Berezovsky dan kalangan oligarki, mampu menempatkan diri untuk menjadi presiden sementara, posisi yang kemudian dia amankan melalui kemenangan pemilu pada Maret 2000.

Kalangan oligarki dan para pendukung reformasi yang pernah menjadi keluarga politik Yeltsin tampak puas dengan presiden baru mereka, yang datang dari antah-berantah kelihatannya bisa dibentuk.

Tapi, tiga bulan setelah berkuasa, Putin mengambil alih kendali media, dalam sebuah momen yang mengejutkan kaum oligarki dan orang-orang lama Kremlin.

Stasiun televisi independen NTV ditutup, beberapa media disergap, dan laporan berita disortir pemerintah.

Kejadian ini juga menetapkan gaya Putin dalam kekuasaan.

Memberangus penentang

Mengambil alih kendali media punya dua manfaat untuk sang presiden baru: menyingkirkan kritikus berkuasa dari posisi mereka yang berpengaruh serta membentuk narasi, mulai dari perang Chechnya hingga serangan teror di Moskow.

Hal ini juga menaikkan angka popularitas presiden, menampilkan citra Rusia dan pemimpinnya yang hebat, dan membantu menentukan siapa musuh negara.

Sejak saat itu, warga Rusia di pelosok negeri hanya menyaksikan Putin yang mereka ingin saksikan.

Dari 3.000 stasiun televisi di Rusia, sebagian besar menghindari menyiarkan berita. Kalaupun ada reportase politik, berita tersebut sudah disortir ketat oleh pemerintah.

"Jangan main-main dengan saya": sebuah pesan untuk rakyat

Putin secara bertahap mengendalikan 83 wilayah Rusia dengan menunjuk politisi yang dia percaya sebagai gubernur.

Dia menghapus pilkada pada 2004 dan menggantinya dengan pemilihan kepala daerah oleh para anggota DPRD.

Meskipun kalangan kritikus menuduh Putin "menghapus demokrasi", strateginya berhasil, terutama di daerah seperti Chechnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com