HONG KONG, KOMPAS.com - Kepolisian Hong Kong pada Jumat malam (12/6/2020) waktu setempat, menegur seorang polisi yang meneriakkan "aku tidak bisa bernapas" saat membubarkan wartawan yang meliput lanjutan demonstrasi pro-demokrasi.
Selain berteriak "aku tidak bisa bernapas", polisi itu juga meneriakkan "Black Lives Matter".
Dilansir dari AFP Sabtu (13/6/2020), polisi itu adalah bagian dari tim antihuru-hara yang menangani massa di distrik Yau Ma Tei.
Baca juga: Ketakutan, Warga Hong Kong Bergegas Urus Paspor dan Pindah ke Inggris
Dalam sebuah video yang viral, polisi itu terdengar mengatakan "aku tidak bisa bernapas" kepada awak media saat meminta mereka mundur.
Dia juga terdengar mengatakan, "Black Lives Matter, ini bukan Amerika."
HK Police mocks “Black Lives Matter” & “I Can’t Breathe” to praise HKPF’s “professional performance” and harass @BeWaterHKG reporter. #BlackLivesMatter #ICantBreathe #BLACK_LIVES_MATTER pic.twitter.com/stwf5d7LmG
— Sunny Cheung ??? (@SunnyCheungky) June 12, 2020
Istilah "aku tidak bisa bernapas" telah digunakan oleh demonstran anti-rasialisme di Amerika Serikat (AS) untuk menuntut keadilan atas kematian George Floyd.
Pria keturunan Afrika-Amerika itu tewas usai lehernya ditindih lutut polisi kulit putih di Minneapolis selama hampir 9 menit pada 25 Mei.
Nyawa Floyd melayang setelah merintih kesakitan sambil mengucapkan kalimat itu.
Baca juga: Demo George Floyd, 5 Patung Tokoh Dunia Ini Dirusak Massa dan Ada yang Dibuang
Kepolisian Hong Kong mengatakan, petugas itu telah ditegur terkait tindakannya.
"Polisi itu telah ditegur dan diingatkan untuk selalu menampilkan dirinya secara profesional dan meningkatkan kepekaannya," kata kepolisian dalam pernyataan di surel yang dikutip AFP.
Saat polisi itu ditanya apa yang dimaksud dengan ucapannya, dia menjawab "Itu berarti kita yang terbaik di dunia."
Baca juga: Jadi Gemuk karena Pensiun, Mantan Anjing Polisi Ini Terjepit di Bangku Taman
China bersama kepolisan Hong Kong dan para pemimpin kota, menggunakan cara AS dalam menangani demo George Floyd di beberapa pekan terakhir untuk mengatasi massa di demo pro-demokrasi.
Tahun lalu polisi Hong Kong berjibaku selama 7 bulan beruntun, saat menangani demo pro-demokrasi yang berlangsung ricuh.
Lebih dari 9.000 orang telah ditangkap, sementara polisi menembakkan sekitar 16.000 gas air mata serta menembak 3 orang dengan peluru. Semuanya selamat walau menderita luka-luka.
Baca juga: Ketakutan, Warga Hong Kong Bergegas Urus Paspor dan Pindah ke Inggris
Para kelompok hak asasi dan pengunjuk rasa menuduh polisi-polisi selalu menggunakan kekuatan yang tidak proporsional.
Mereka juga menuntut diadakan penyelidikan independen terhadap polisi.
Sementara itu polisi membantah semua tuduhan kekerasan, dengan mengatakan anggota-anggota mereka menyesuaikan perilaku demonstan.
Bulan lalu pengawas kepolisian Hong Kong menegaskan polisi di kota itu tidak bersalah.
Namun para demonstran menganggap pengawas telah dipengaruhi loyalis pemerintah dan kurang tegas.
Baca juga: Tolong Bilang Keluargaku, Aku Minta Maaf, Aku Tidak Bisa Kembali ke Hong Kong
Sekelompok pakar internasional juga dikabarkan mundur dari panel penasihat tahun lalu, karena menganggap panel itu tidak menyelidiki polisi dengan cukup baik.
Wabah virus corona dan sejumlah penangkapan sempat meredakan ketegangan di kota itu selama empat bulan pertama di 2020.
Akan tetapi kini aksi-aksi unjuk rasa muncul lagi, meski dalam skala yang lebih kecil.
Demonstrasi terjadi setelah Beijing mengumumkan rencana untuk memberlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong bulan lalu.
Baca juga: Setahun Berlalu, Bekas Demo Pro-demokrasi Hong Kong Masih Terasa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.