Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengaku Bisa Sembuhkan Covid-19 dengan Cium Tangan, Orang Suci India Meninggal karena Virus Corona

Kompas.com - 13/06/2020, 15:46 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Daily Mail

RATLAM, KOMPAS.com - Orang suci di India dilaporkan meninggal karena virus corona, setelah dia mengklaim bisa menyembuhkan Covid-19 dengan cium tangan pasien.

Pria tantra dari Ratlam, di Negara Bagian Madhya Pradesh, menyatakan, dia mencium tangan pengikutnya dan memberi tahu mereka beban hidup akan musnah.

Dia juga mengklaim ritual cium tangan juga efektif terhadap pasien Covid-19, meski wabah itu menular lewat tetesan di mulut atau hidung.

Baca juga: Klaim Bisa Sembuhkan Penderita Virus Corona, Pendeta Ini Meninggal karena Penyakit yang Sama

Departemen kesehatan setempat memyatakan, si orang suci itu terinfeksi virus corona pada 3 Juni, dan meninggal satu hari kemudian.

Dilansir Daily Mail, Jumat (12/6/2020), otoritas India mulai melacak siapa saja yang kontak dengan pria itu dan menerapkan swab test ke 40 orang.

Hasilnya, 20 sampel terbukti positif wabah yang pertama kali terdeteksi di Wuhan, China, termasuk tujuh orang anggota keluarga si orang suci itu.

Petugas swab test Ruchika Couhan dikutip Times of India memperingatkan, dia memninta praktik serupa karena begitu berbahaya di tengah ancaman gelombang baru.

Badan kesehatan lokal disebut mengidentifikasi 29 orang yang melakukan "praktik pengusiran virus corona" dan mengarantina mereka.

Saat ini, "Negeri Bollywood" sudah melaporkan 298.283 kasus Covid-19, dengan 8.398 orang di antaranya dinyatakan meninggal.

Baca juga: Doa bagi George Floyd, Warga Kulit Putih Cuci Kaki Pendeta Kulit Hitam

Meningkatnya infeksi terjadi setelah pemerintah mulai melonggarkan aturan lockdown, dengan Kamis (11/6/2020), mereka mencatatkan 10.000 kasus.

Rumah sakit di kota besar seperti Mumbai, New Delhi, dan Chennai mulai kewalahan dengan membeludaknya pasien virus bernama resmi SARS-Cov-2 itu.

Para ahli kemudian memprediksi, India belum akan mencapai puncak dari pandemi virus corona sebelum akhir Juli mendatang.

Lonjakan kasus tersebut terjadi di tengah rencana pemerintah membuka lagi restoran, pusat perbelanjaan, hingga tempat ibadah di sebagian tempat.

Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi dikritik setelah menerapkan lockdown selama 10 pekan yang menggerus ekonomi dan menyebabkan krisis kemanusiaan.

Baca juga: Pakai Alkitab dan Berpose Depan Gereja, Trump Disemprot Pendeta Episkopal

New Delhi mempertahankan instruksi tersebut, dengan menjelaskan mereka berusaha melindungi 1,3 miliar warganya dari dampak yang lebih besar.

Dalam pidatonya di televisi, Modi menerangkan bahwa pengorbanan yang dilakukan rakyat sudah menyelamatkan negara. Namun, pakar berpendapat lain.

"Saat ini, kami tengah duduk di bom waktu yang terus berdetak," kata Dr Harjit Singh Bhatti, President Progressive Medicos and Scientists Forum.

Dalam pandangannya, mencabut karantina wilayah terlalu dini hanya akan menyebabkan penambahan kasus dan juga korban meninggal.

"Kecuali pemerintah menggunakan anggarannya untuk meningkatkan layanan kesehatan, semuanya tak berubah. Kematian akan terus terjadi," ujar dia.

Baca juga: Depresi Istri Kawin Lari, Pria India Masukkan Kabel Charger ke Penis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Global
Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Global
3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Global
Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com