Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Tuduh China dan Rusia Berkoordinasi dalam Konspirasi Pandemi Virus Corona

Kompas.com - 09/05/2020, 09:45 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber AFP

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat pada Jumat (8/5/2020) menuduh China dan Rusia meningkatkan kerja sama untuk menyebarkan narasi palsu atas pandemi virus corona, dengan mengatakan Beijing semakin mengadopsi teknik yang diasah oleh Moskwa.

Dilansir media Perancis AFP, Lea Gabrielle, koordinator Pusat Keterlibatan Global Departemen Luar Negeri, yang melacak tentang propaganda asing AS mengatakan,

"Bahkan sebelum krisis Covid-19, kami menilai tingkat koordinasi tertentu antara Rusia dan China dalam ranah propaganda," kata 

"Tetapi dengan wabah ini, kerja sama telah meningkat dengan cepat," katanya kepada wartawan.

"Kami melihat konvergensi ini sebagai hasil dari apa yang kami anggap pragmatisme antara dua aktor yang ingin membentuk pemahaman publik tentang pandemi Covid untuk tujuan mereka sendiri," katanya.

Baca juga: Trump Sesumbar Akan Beberkan Asal-usul Virus Corona

Global Engagement Center sebelumnya mengatakan ribuan akun media sosial yang terhubung dengan Rusia menyebarkan konspirasi tentang wabah.

Termasuk menuduh bahwa virus yang pertama kali terdeteksi tahun lalu di kota Wuhan di China diciptakan oleh Amerika Serikat.

China membuat marah Amerika Serikat ketika seorang juru bicara kementerian luar negeri mengunggah pernyataan di Twitter tentang konspirasi bahwa militer AS membawa virus ke Wuhan.

Akan tetapi kedua negara mencapai gencatan retorika informal pada akhir Maret setelah pembicaraan telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China, Xi Jinping.

Ketegangan kembali melonjak ketika Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mendorong teori bahwa virus itu berasal dari laboratorium Wuhan, suatu sikap yang pada gilirannya membuat Beijing mengatakan bahwa itu informasi yang salah.

Baik Badan Kesehatan Dunia dan ahli epidemiologi pemerintah AS sama-sama mengatakan tidak ada bukti virus itu berasal dari laboratorium.

Sebagian besar ilmuwan mengatakan virus itu muncul di pasar basah di kota Wuhan yang membantai satwa liar eksotis.

Baca juga: Virus Corona, AS Catatkan Pengangguran Terbanyak dalam Sejarah

Duta Besar China untuk AS, Cui Tiankai, baru-baru ini mengeluhkan, "fakta obyektif sebagai disinformasi dan propaganda."

"Di balik pola pikir 'selalu menyalahkan China' adalah politik kotor, diperjuangkan oleh beberapa orang yang menggeser perhatian publik demi kepentingan politik," tulis Cui dalam The Washington Post.

Sementara itu, Presiden China, Xi Jinping pada Jumat kemarin membahas kerja sama atas wabah dalam panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Rusia menentang upaya beberapa kekuatan untuk menggunakan epidemi itu sebagai alasan untuk menyalahkan China dan akan berdiri teguh di pihak China," kata Putin kepada Xi, menurut kantor berita pemerintah Xinhua.

China dan Rusia sering menemukan penyebab umum dan bentrok dengan AS mengenai masalah-masalah dari Venezuela hingga penggunaan sanksi ekonomi terhadap pelucutan senjata.

Baca juga: Ilmuwan Peneliti Virus Corona asal China di AS Tewas Ditembak Mati Pasangannya

Peningkatan jumlah pengikut di Twitter yang mencurigakan

Menurut Global Engagement Center, China sekali lagi mengintensifkan kampanye daringnya untuk mempertahankan penanganan pandemi, yang telah menewaskan sekitar 270.000 orang di seluruh dunia, dan mengkritik AS.

"Beijing beradaptasi secara real time dan semakin menggunakan teknik yang telah lama dilakukan oleh Moskwa," kata Gabrielle.

China semakin banyak menggunakan jaringan bot untuk memperkuat pesannya, tambah Gabrielle.

Jaringan bot atau bot network adalah jaringan komputer dan perangkat yang dibajak dan terinfeksi oleh malware bot dan dikendalikan dari jarak jauh oleh hacker (peretas).

Dia mengatakan bahwa akun Twitter diplomatik resmi China tiba-tiba memiliki peningkatan jumlah pengikut pada akhir Maret.

Angkanya bertambah sekitar 30 pengikut baru setiap hari menjadi lebih dari 720, seringkali dari akun yang baru dibuat.

Baca juga: Trump: Virus Corona Lebih Buruk dari Tragedi Pearl Harbor, 9/11

Dia mengatakan China pertama kali diamati menggunakan metode daring seperti itu untuk "menabur perselisihan politik" di wilayah otonom Hong Kong, yang telah menyaksikan demonstrasi besar pro-demokrasi.

Gabrielle mengatakan Rusia dan China menemukan "konvergensi narasi" pada wabah virus corona meski pun tidak mungkin mengetahui sejauh mana koordinasi yang terjalin antara keduanya.

"Saya pikir ada beberapa contoh di mana kita pada dasarnya dapat melihat narasi (konvergensi) didorong oleh aktor negara itu lalu diulang oleh yang lainnya," katanya.

"Jadi kita tentu melihat mereka saling berdiskusi satu sama lain dan pada dasarnya 'bermain bersama' di ruang informasi."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com