Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Ruang Berpikir] Perempuan dan Polemik Global

Kompas.com - 31/03/2020, 20:21 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Banyak aspek yang mendasari mengapa KDRT dengan begitu maraknya terjadi di masyarakat Indonesia.

Selain Undang Undang yang tak kunjung disahkan, agama dan adat istiadat seringkali menjadi faktor utama yang menyebabkan korban kekerasan tidak berani melawan atau membela diri. 

"Dalam adat dan agama, perempuan dianggap punya beban moral lebih untuk menjaga keluarga. Kalau keluarga ada apa-apa, masih jamak kita dengar anggapan di masyarakat: 'Pantas saja, ibunya begitu sih.' Putu bertahan, hingga akhirnya kakinya terpotong," demikian tulis Kalis.

Baca juga: RUU PKS Dinilai Lebih Penting Dibandingkan RUU Ketahanan Keluarga

Bagaimana polemik perempuan global mampu terkikis seiring berjalannya waktu dan peringatan Hari Perempuan Internasional setiap tahunnya?

Setidaknya apa yang Kalis tulis dengan mengutip dari The Five Stages of Knowing, terdapat lima tahap internalisasi pengetahuan pada perempuan yang mampu mendorong perempuan untuk lebih tanggap diri dan melawan kondisi yang tidak adil.

Pertama, Silence, adalah tahap di mana perempuan sepenuhnya bergantung pada pengaruh luar dirinya dalam mengambil keputusan.

Kedua, Received Knowledge, adalah tahap di mana perempuan menerima pengetahuan tapi tidak meyakini hal itu sebagai kebenaran karena berlawanan dengan pendapat mayoritas.

Ketiga, Subjective Knowledge, adalah tahap di mana perempuan telah bisa bersikap dan memiliki pendapat, tapi hanya untuk dirinya sendiri.

Keempat, Procedural Knowledge, adalah tahap di mana perempuan mengetahui cara mengakses pengetahuan secara mandiri dan mampu mengomunikasikannya.

Terakhir, kelima, adalah Constructed Knowledge atau tahap di mana perempuan bisa memahami pengetahuan secara kontekstual dan menjadikan nilai tersebut dalam kehidupan hariannya juga berani membuat dampak secara sosial.

Tahap terakhir ini yang berusaha Kalis bangun dalam tulisan-tulisannya, dalam kampanye-nya, dan dalam aktivitas-aktivitas publiknya. 

Baca juga: Hari Perempuan Internasional, Bagaimana Sejarahnya

Dengan berbagai aspek yang mampu menghalangi perempuan dari kemajuan, kesetaraan dan kebebasan berkarya, Kalis tampak menggalakan semangat kemandirian perempuan Indonesia untuk tak hanya mampu mengisi pengetahuan pribadinya namun juga menyuarakan dan melakukan aksi yang memiliki dampak solutif bagi polemik yang ada.

Dan memang, semua perjuangan itu kemudian boleh dikatakan telah diadaptasi dalam diri Kalis Mardiasih yang tak hanya sekedar menerima pengetahuan, namun juga menyuarakan dan melakukan aksi untuk kebebasan perempuan di Indonesia, khususnya dari kekerasan seksual.

Pada akhirnya, seperti yang diucapkan Dalma Malhas, setiap hari sudah selayaknya dirayakan sebagai Hari Perempuan Internasional.

Hari-hari yang berlalu, tidak akan pernah selesai untuk terus memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan laki-laki.

Sebuah gagasan yang sebenarnya begitu sederhana namun selalu diputarbalikkan demi banyaknya kepentingan.

Selamat menikmati hari terakhir di bulan Maret, selamat merayakan Hari Perempuan Internasional!

Baca juga: Hari Perempuan Internasional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com