Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Bakpia Pathok 25, Oleh-oleh Legendaris Yogyakarta Sejak 1948

Kompas.com - 02/09/2021, 22:03 WIB
Lea Lyliana

Penulis

KOMPAS.com - Jalan-jalan ke Yogyakarta tak lengkap jika belum mencicipi bakpia.

Bakpia adalah kue tradisonal yang berisi kacang hijau. Kudapan ini biasa dijual sebagai buah tangan atau oleh-oleh. 

Terdapat banyak gerai bakpia di Yogyakarta, salah satu yang terkenal adalah Bakpia Pathok 25.

Baca juga:

Ahmad Sudrajat, Supervisor Bakpia Pathok 25 kepada Kompas.com (31/08/2021) menjelaskan bahwa mulanya Bakpia Pathok 25 bernama Bakpia 38. 

Lalu, pada tahun 1980-an nama tersebut berubah menjadi Bakpia Pathok 25. 

"Dulu, pada awal sekali Bakpia Pathok 25 itu namanya Bakpia 38," jelas Ahmad kepada Kompas.com. 

"Dibuatnya oleh generasi pertama yaitu mamanya Pak Angling, Tan Aris Nio," pungkasnya. 

Pemilihan nama Bakpia Pathok 25

Ilustrasi bakpia pathok 25. Dok. Kompas/ Lea Lyliana Ilustrasi bakpia pathok 25.

Pemilihan angka 25 sendiri sebetulnya tak ada alasan khusus. Menurut Ahmad, angka tersebut dipilih karena dalam bahasa Jawa penyebutan 25 berbeda dengan angka 20-an lainnya. 

"Karena 25 itu dalam filosofi Jawa berbeda dengan angka lain. Kalau 20 kan rongpuluh, selikur, rolikur, telulikur, patlikur, nemlikur, pitulikur, wolulikir, songolikur. Kan semua ada angka dasarnya, tapi kalau 25 bukan limolikur, tapi selawe. Nah itulah yang mendasari pemilihan angka 25," ungkap Ahmad.  

Ahmad juga menambahkan bahwa pemilihan angka 25 bukanlah berdasarkan hoki, tetapi lebih karena berbeda saja. 

"Bukan hokinya apa, tapi kelihatannya asyik saja, selawe. Lain daripada yang lain, " tambahnya.

Baca juga: 15 Bakmi Jawa Enak di Yogyakarta, Favorit Warga Lokal dan Wisatawan

Perkembangan Bakpia Pathok 25 

Mengenai sejarah awal, Ahmad mengatakan bahwa mulanya Bakpia 25 ini tumbuh bersamaan dengan Bakpia 75. Meski demikian keduanya tidak memiliki hubungan khusus. 

"Dulu kan namanya Bakpia 38. Jadi, Bakpia 75 sama 38 ini munculnya hampir bersamaan," tutur Ahmad.

"Walaupun tidak ada hubungan kekeluargan, cuma memang dulu hampir bersamaan. Jadi, kita tumbuh bersama-sama."  

Baca juga: Sejarah Angkringan dari Desa Ngerangan Klaten, Kini Populer di Yogyakarta

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com