Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/08/2020, 14:04 WIB
Yana Gabriella Wijaya,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sering disantap sebagai sarapan, makan siang hingga makan malam, nasi goreng menjadi salah satu kuliner yang tidak bisa dipisahkan dari rakyat Indoneisa.

Baca juga: 4 Trik Masak Nasi Goreng Agar Nasi Tak Lengket dan Menggumpal

Bahkan nasi goreng ini digadang sebagai salah satu menu sahur yang disantap para tokoh perumus naskah proklamasi pada dini hari 9 Ramadhan 1364, tepat 75 tahun yang lalu.

Rupanya nasi goreng sendiri sudah diperkenalkan di di Indonesia sejak sekitar abad ke-10 yang dipengaruhi budaya Tionghoa.

Sejarawan dan penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia, Fadly Rahman, menjelaskan sejarah nasi goreng.

Dikenalkan oleh orang China

Ditarik jauh lebih ke belakang, sajian nasi goreng ini sudah ada sejak lama di Indoneisa.

Menurut keberadaan nasi goreng di Indonesia tak lepas dari pengaruh budaya Tionghoa yang dibawa orang China saat bermigrsi ke Indonesia.

“Asal-usul nasi goreng ini dari Tiongkok. Di negeri asalnya mereka (orang China) tidak menyukai makan-makanan yang sudah dingin sehingga mereka sering memasak dan menghangatkan lagi,” ujar sejarawan sekaligus dosen Departemen Sejarah Universitas Padjajaran itu kepada Kompas.com, Kamis (6/8/2020).

Nasi yang sudah dingin akan digoreng kembali dengan bumbu-bumbu sederhana sehingga jadilah nasi goreng dan makanan yang hangat kembali.

Makanan ini akhirnya dibawa masyarakat Tiongkok yang bermigrasi ke seluruh penjuru dunia, tak terkecuali Indoneisa.

Berbaur dengan budaya kuliner Indonesia

Ilustrasi nasi goreng khas Indonesia. SHUTTERSTOCK/MENIGA.ID Ilustrasi nasi goreng khas Indonesia.

Nasi goreng sebagai budaya kuliner dari China akhirnya masuk ke Indonesia dan berbaur dengan budaya kuliner setempat. Sehingga nasi goreng mengalami perkembangan dalam segi rasa, bumbu, dan isi.

“Yang kita kenal sekarang ada beragam banyak macam nasi goreng yang disesuaikan dengan bumbu dan bahan di setiap daerah,” papar Fadly.

Hal tersebut yang menjadi alasan kenapa di Indonesia tidak hanya ada satu jenis nasi goreng.

Di Indonesia ada nasi goreng cakalang, nasi goreng kambing yang sering ditemui di Jakarta, nasi goreng petai, nasi goreng mawut, nasi goreng teri, dan masih banyak lagi.

Baca juga: Resep Nasi Goreng Kambing, Olahan Daging Kambing Tanpa Santan

“Jadi disesuaikan dengan budaya kuliner masyarakat setempat, bahkan sudah tidak lagi identik dengan cita rasa otentik Tionghoa, karena sudah diadaptasi oleh masyarakat lokal,” jelas Fadly.

Tak hanya dari China, nasi goreng bisa jadi budaya kuliner hasil resapan dari makanan Timur Tengah yaitu nasi pilaf.

Mengingat Indonesia sempat menjadi pusat perdagangan dan pertemuan banyak kebudayaan asing seperti Arab, China, dan India.

 

Masyarakat Tionghoa kenalkan kuliner lain

Ilustrasi bakmi ayam kuah. SHUTTERSTOCK/ODUA IMAGES Ilustrasi bakmi ayam kuah.

Fadly juga memaparkan bawah masa sekitar abad ke-10 Masehi, gelombang para warga Tionghoa yang bermigrasi di Indonesia begitu besar.

Kemungkinan seiring dengan momentum itu masyarakat Tionghoa mulai mengenalkan nasi goreng kepada masyarakat Indonesia.

Selain nasi goreng, masyarakat Tionghoa juga mengenalkan kuliner lain. Di antaranya mi, tahu, dan tauco.

Malam penyusunan naskah proklamasi

Kala itu 16 Agustus dini hari, ruang makan Laksamana Maeda menjadi saksi bisu peristiwa dirumuskannya naskah proklamasi kemerdekaan yang merupakan pemikiran tiga tokoh, yaitu Soekarno, M Hatta, dan Achmad Soebardjo.

Baca juga: Saat Sahur 9 Ramadhan 1364 H Jadi Momentum Penyusunan Teks Proklamasi..

Proses penyusunan naskah ini juga disaksikan golongan muda yang diwakili oleh Sukarni, Sudiro, dan BM Diah. Sementara, dari pihak Jepang ada S. Miyoshi dan S. Nishijima.

Ketika itu, 16 Agustus 1945, bertepatan dengan 8 Ramadhan 1364 Hijriah atau dalam suasana bulan suci penuh berkah. Para tokoh yang hadir itu sedang menunaikan ibadah puasa.

Setelah semalaman berembuk, akhirnya pada dini hari 9 Ramadhan 1364, tepat 76 tahun lalu dalam perhitungan Hijriah, teks itu selesai dan segera diketik.

Dalam buku Sekitar Proklamasi (1981) Bung Hatta mengatakan bahwa dirinya sempat diberi makan sahur di kediaman Laksana Maeda.

"Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang saya masih dapat makan sahur di rumah Admiral Maeda," kenang Hatta.

Makanan itu telah disiapkan oleh Satsuki Mishina, selaku asisten rumah tangga Maeda. Dia membuat dan menyiapkan nasi goreng, telur, dan ikan sarden.

Setelah selesai masak, jamuan segera dihidangkan kepada para tokoh perumus proklamasi.

Soekarno, Hatta dan Achmad Soebardjo menyantap makan sahur, sedangkan Sayuti Melik menyelesaikan tugasnya untuk mengetik naskah proklamasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com