KOMPAS.com - Gunungkidul selain menyimpan pesona keindahan alamnya, banyak ragam kuliner yang unik.
Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, menyajikan nasi merah atau sego abang sebagai makanan pokok pendamping lauk.
Sego abang atau nasi merah merupakan hasil produk pertanian di ladang tadah hujan.
Wilayah Gunungkidul terkenal tandus, dengan tanah berbatu dan memiliki curah hujan rendah. Hanya padi tadah hujan yang sanggup tumbuh subur.
Baca juga: Cara Tepat Cuci Beras agar Nasi Pulen dan Tidak Menggumpal
Sebagian dari jenis padi tadah hujan tersebut menghasilkan nasi berwarna merah dengan cita rasa unik, yaitu tidak lembek dan gurih.
Saat ini beras merah memang sudah jamak beredar di pasaran.
Namun nasi merah Gunungkidul berbeda dengan nasi merah di pasaran, mulai dari cara pemetikan padi, pengolahan menjadi beras, hingga penyajian terbilang unik.
Panen padi sengaja dilakukan helai per helai dengan pemotongan batang padi menggunakan ani-ani. Sego abang diolah dari buliran padi yang belum terpisah dari batangnya.
Kemudian beras akan dipisahkan dari sekam dengan cara ditumbuk.
Padi yang ditumbuk jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya beras merah yang akan dimasak.
Baca juga: 8 Tempat Nasi Uduk Terkenal di Jakarta, Buka Pagi sampai Malam
Memasak beras merah pun harus menggunakan tungku tanah liat memakai kayu bakar. Beras harus diaru sebelum kemudian ditanak menggunakan kukusan dari anyaman bambu (soblok).
Cara memasak tersebut membuat rasa nasi lebih gurih dan lunak, tetapi tidak lembek dan masih ada tekstur seratnya.
Waktu memasaknya juga berbeda, nasi putih yang biasanya matang hanya dalam setengah jam, nasi merah baru siap dihidangkan setelah dimasak selama tiga per empat jam.
Nasi merah atau sego abang biasanya disajikan dengan sayur lombok ijo.
Sayur lombok ijo merupakan sajian yang dimasak dengan kuah santan ini diracik dengan potongan cabai hijau yang dipadukan dengan tempe kedelai.