Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Merdeka Belajar Merdeka Publikasi

Kompas.com - 12/09/2023, 08:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dari total jumlah publikasi ilmiah pada jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus selama periode 1996—2022 tersebut, Indonesia berada pada ranking ke-3 setelah Malaysia (454.998 artikel), dan Singapura (401.707 artikel); ranking ke-9 di Kawasan Asia; serta ranking ke-39 di dunia.

Di sisi lain, kebijakan wajib publikasi bagi mahasiswa (dan dosen) juga telah berdampak pada peningkatan jumlah publikasi artikel-artikel dari penulis Indonesia di jurnal-jurnal predator (predatory journals) versi Beall’s List; jurnal-jurnal tak terindeks lagi (discontinued journals) versi Scopus; dan/atau jurnal-jurnal yang dikeluarkan dari indeks (removed journal) versi Direct Open Access Journal (DOAJ) karena berbagai alasan.

Hal ini bisa terjadi karena peningkatan permintaan untuk publikasi yang sangat massif, dan keinginan untuk menempuh jalan pintas agar bisa menerbitkan artikelnya pada jurnal-jurnal ilmiah nasional terakreditasi dan/atau jurnal-jurnal ilmiah internasional bereputasi.

Yang terjadi kemudian adalah banyak para mahasiswa (termasuk dosen) menjadi target permainan “mafia” jurnal-jurnal predator.

Kewajiban publikasi ilmiah juga telah menjadi beban bagi mahasiswa S2 maupun S3 agar bisa lulus tepat waktu.

Bahkan ada pula yang terpaksa “diberhentikan/droup-out” karena tidak mampu membuat publikasi ilmiah hingga melewati masa studi.

Musababnya, proses publikasi artikel ilmiah membutuhkan waktu yang cukup lama hingga artikel bisa dipublikasi di jurnal yang kredibel.

Merdeka bukan menghapus

Permendikbudristek No. 53/2022 sangat eksplisit mengatur bagaimana Program Studi mengukur/menilai dan memastikan ketercapaian kompetensi lulusannya melalui TAP yang diberikan.

Kompetensi lulusan program sarjana/sarjana terapan dapat diukur/diases melalui skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis, baik secara individu maupun berkelompok [pasal 18 ayat (9)].

Kompetensi lulusan program magister/magister terapan dapat diukur/diases melalui tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis [pasal 19 ayat (2)].

Kompetensi lulusan program Doktor/Doktor Terapan dapat diukur/diases melalui disertasi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis [pasal 20 ayat (3)].

Dalam kaitan ini, tidak benar narasi dan persepsi yang berkembang di publik, bahwa Permendikbudristek “menghapus atau meniadakan” kewajiban karya ilmiah dan publikasi sebagai syarat kelulusan program.

Yang benar, Permendikbudristek “memerdekakan” atau membebaskan/membolehkan Program Studi untuk memilih instrumen asesmen yang valid dan reliabel untuk mengukur dan memastikan ketercapaian kompetensi lulusannya.

Artinya, skripsi/tesis/disertasi dan publikasi ilmiah (nasional atau internasional) bisa tetap “ada dan wajib” sebagai TAP. Bisa juga “tidak ada/tidak wajib” atau bersifat opsional/alternatif, karena memilih instrumen lain sebagai TAP.

Apapun pilihannya, keputusan tentang instrumen asesmen kompetensi lulusan yang akan digunakan diserahkan sepenuhnya kepada Prodi/Departemen/Fakultas masing-masing PT berdasarkan kompetensi utama lulusan yang disusun oleh PT dan/atau Asosiasi Program Studi sejenis (pasal 10), serta ditetapkan melalui Surat Keputusan Rektor.

Diversifikasi produk akademik

Kemerdekaan lulusan program Sarjana/Magister/Doktor untuk membuat TAP tidak hanya dalam bentuk karya ilmiah (skripsi/tesis/disertasi) dan publikasi jurnal memiliki dampak positif.

Paling tidak hal ini akan menciptakan diversifikasi produk akademik dan keilmuan mahasiswa. Bahkan, massifikasi diversifikasi produk akademik dan keilmuan di lingkungan PT akan terjadi jika kemerdekaan ini juga dikenakan kepada para dosen.

Beragam produk keilmuan seperti penciptaan karya-karya inovatif yang orisinal dan teruji seperti paten, atau karya-karya sastra/seni/desain monumental, dll. juga akan semakin meningkat kuantitas dan kualitasnya.

Data menunjukkan produk-produk keilmuan seperti itu hingga saat ini masih lesu dan jauh ketinggalan dibandingkan karya-karya ilmiah berbasis kertas (paper-based scientific works).

Pengakuan dan penghargaan terhadapnya masih kurang atau setidaknya ambigu dibandingkan dengan karya-karya ilmiah, seperti dapat terlihat jelas pada pemenuhan angka kredit untuk kenaikan jabatan akademik dosen.

Hanya publikasi ilmiah pada jurnal internasional bereputasi yang terindeks pada basis data internasional bereputasi dan berfaktor dampak yang diakui untuk memenuhi persyaratan khusus.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com