Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog Unair: Gejala Cacar Monyet, Cara Penularan, dan Pencegahan

Kompas.com - 29/07/2022, 13:44 WIB
Ayunda Pininta Kasih

Penulis

Gejala cacar monyet biasanya demam, sakit kepala hebat, nyeri otot, sakit punggung, lemas, pembengkakan kelenjar getah bening (di leher, ketiak atau selangkangan) dan ruam atau lesi kulit.

Ruam biasanya dimulai dalam satu sampai tiga hari sejak demam. Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar, lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok.

Jumlah lesi pada satu orang dapat berkisar dari beberapa saja hingga ribuan. Ruam cenderung terkonsentrasi pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki.

Ruam juga dapat ditemukan di mulut, alat kelamin, dan mata. Ruam cacar monyet terkadang disalahartikan sebagai sifilis atau herpes.

Gejala biasanya berlangsung antara 2-4 minggu dan biasanya sembuh sendiri.

Namun, pada beberapa individu, dapat menyebabkan komplikasi medis dan kematian. Orang dengan penyakit penurunan kekebalan tubuh kemungkinan berisiko mengalami gejala yang lebih serius. Sementara, pengobatan bersifat menghilangkan gejala dan suportif.

Siapa pun yang memiliki gejala cacar monyet atau yang telah melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi cacar monyet harus menghubungi atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dan meminta saran tenaga kesehatan.

Baca juga: BCA Buka 22 Lowongan Kerja Lulusan S1-S2 dari Semua Jurusan

Pencegahan cacar monyet

Windhu mengatakan bahwa metode pencegahan cacar monyet layaknya pencegahan virus-virus lainnya, yakni PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat). Hal ini berarti seperti rajin cuci tangan dan memakai masker harus tetap dilakukan.

Mengingat penyebarannya melalui sentuhan, maka kontak fisik pada orang yang tidak dikenal harus diminimalisir. Sederhananya, perilaku seperti jangan bersentuhan hingga berhubungan seks sembarangan.

“PHBS ini kalau dalam kesehatan masyarakat merupakan bentuk primordial prevention, yakni pengurangan resiko tertular. Namun, juga ada primary prevention dalam bentuk specific protection, yakni vaksin. Untungnya vaksin ini pada dasarnya sudah tersedia di dunia, karena cacar monyet ini bisa dicegah dengan vaksin cacar (smallpox) jadi kita tidak perlu penelitian vaksin terlebih dahulu seperti COVID kemarin. Produksinya jadi mudah. Ditambah lagi untuk orang yang sudah divaksin cacar seperti saya, kekebalannya seumur hidup,” tuturnya.

Hal lain yang Windhu tekankan dalam wawancara ini bahwa cacar monyet ini bukan penyakit LGBTQ+.

Sekalipun penelitian menunjukkan bahwa penyebaran utama cacar monyet di wilayah Eropa itu pada kalangan homoseksual, harus dipahami bahwa penyebarannya tidak ada hubungannya dengan orientasi seksual.

“Jadi pemberitaan seperti itu harus dibetulkan, karena nanti akan menimbulkan stigma dan diskriminasi. Penyebaran cacar monyet ini melalui sentuhan, ya siapa saja bisa kena entah itu orientasinya homoseksual atau heteroseksual,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com