Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baju Baru Lebaran, Pakar UNS: Waspadai Limbah Pakaian yang Meningkat

Kompas.com - 04/05/2022, 11:33 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini gaya hidup berkelanjutan atau sustainable living terus digalakkan. Hal ini penting dilakukan dari sekarang untuk menjaga bumi tetap lestari di masa yang akan datang.

Namun di tengah kampanye untuk hidup ramah lingkungan, masyarakat juga terbiasa membeli baju baru terutama di momen-momen menjelang hari-hari penting.

Seperti tradisi membeli baju baru menjelang Lebaran. Perilaku ini bahkan sudah menjadi bagian tradisi Lebaran di Indonesia sejak zaman dahulu.

Meski demikian, tradisi ini diam-diam membawa ancaman bagi lingkungan. Baju baru di hari raya merupakan salah satu simbol kemenangan yang dimaknai masyarakat Indonesia.

Baca juga: TML Energy Buka Lowongan Kerja D3-S1, Fresh Graduate Bisa Daftar

Terselubung potensi yang merugikan lingkungan

Hal inilah yang mendorong masyarakat membeli baju-baju baru menjelang Lebaran. Tidak hanya baju, masyarakat juga membeli mukena dan sarung untuk dikenakan saat Lebaran.

Peningkatan pembelian pakaian ini tentu menghadirkan keuntungan yang besar bagi pedagang.

Omzet yang didapatkan para pedagang baju di saat-saat seperti ini dapat meningkat hingga dua kali lipat. Namun dibalik keuntungan para pedagang baju juga terselubung potensi untuk merugikan lingkungan.

Ketika permintaan baju meningkat, unit produksi yang ada di hulu akan menggunakan sumber daya bahan baku lebih banyak. Hal tersebut akan mendatangkan ancaman yakni peningkatan produksi limbah tekstil.

Sementara itu, di bagian hilir atau unit penjualan akan mengalami limpahan baju bekas yang banyak.

Baju-baju bekas tersebut membutuhkan perawatan ekstra untuk dapat dijual kembali. Perawatan ekstra ini dapat berupa pencucian yang membutuhkan detergen yang cukup banyak. Ancaman-ancaman tersebut dapat meningkatkan produksi limbah fesyen di lingkungan.

Baca juga: Cegah Kolestrol Naik Saat Lebaran ala Dosen UM Surabaya

Pakar lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Prabang Setyono memberikan komentar mengenai hal ini.

Beli baju harus diimbangi sikap bijak berpakaian

Menurut Prof. Prabang, budaya simbolik baju Lebaran memiliki makna positif. Namun, dalam praktiknya harus diimbangi dengan sikap bijak berpakaian.

"Budaya tersebut sebenarnya pemaknaan simboliknya bagus. Hanya saja pemaknaan secara fisiknya tidak harus dengan baju baru tapi baju yang bagus yang sudah tersimpan lama tapi belum dipakai atau jarang dipakai saja," terang Prof. Prabang seperti dikutip dari laman UNS, Rabu (4/5/2022).

Prof. Prabang memberi saran bagi masyarakat yang sudah telanjur membeli baju baru. Prof. Prabang memberikan beberapa solusi yang dapat dilakukan.

Guru besar bidang ilmu pencemaran lingkungan ini menyarankan masyarakat untuk menggunakan sistem sirkuler baju layak pakai. Sistem ini dapat dipahami sebagai penyaluran baju-baju yang dianggap sudah kekecilan atau tidak tren tapi masih bisa dipakai kepada masyarakat yang membutuhkan.

Baca juga: Calon Mahasiswa, Ini Lho Perbedaan Jurusan Geomatika dan Geofisika

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com