Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Berbekal Niat Bantu Petani, Alumnus Prasmul Ini Sukses Masuk Forbes 30 Under 30 Asia

Kompas.com - 20/12/2021, 11:36 WIB
A P Sari

Penulis

KOMPAS.com – Salah satu alumni Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) bernama Yohanes Sugihtononugroho terdorong untuk membantu permodalan para petani di Indonesia.

Untuk itu, bersama partner-nya Risyad Ganis, ia mendirikan Crowde, platform digital yang bergerak untuk mencarikan modal para petani melalui semangat gotong royong.

Alumnus Sarjana Strata (S1) Business 2010 Prasmul ini mengaku bahwa passion-nya dalam bidang pertanian tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan dipupuk saat berkuliah di Prasmul.

“Waktu SMA diwajibkan ikut kegiatan live-in desa. Sejak itu saya mulai terekspos dengan kehidupan petani,” kata Yohanes, dikutip dari ceritaprasmul.com, Senin (20/12/2021).

Selepas SMA, kecintaan Yohanes akan dunia pertanian pun tidak surut. Terlebih ketika dia menjadi mahasiswa di Prasmul dan mengikuti mata kuliah Community Development.

Baca juga: Berkat Passion Kuat di Bidang Marketing, Alumnus Prasmul Ini Jadi Incaran Banyak Startup

“Saya ingat waktu itu kami dikirim ke Desa Sukaluyu, Cianjur. Ini pertama kalinya saya merasakan indahnya memberikan impact kepada orang-orang desa,” ujarnya.

Menurutnya, Community Development merupakan kegiatan untuk melatih kepekaan, kepedulian, dan empati mahasiswa untuk komunitas di sekitar.

Dia pun mengenang kembali pengalamannya bersama seorang ibu dengan tiga anak yang kesulitan mencari nafkah.

Melihat hal itu, Yohanes bersama teman kelompoknya pun mengajarkan si ibu cara budi daya jamur tiram di rumah untuk mendapatkan penghasilan sehari-hari.

“Bisnis ibu tersebut kemudian tumbuh dan berkembang. Kami pun masih sering berkontak hingga sekarang,” tutur pria kelahiran 1992 itu.

Baca juga: Ragam, Cara Sekolah Bisnis dan Ekonomi Prasmul Mengolah Rasa

Crowde ditunjuk sebagai ?The Best Agriculture-related Social Enterprise? oleh DBS-NUS Social Venture Challenge Asia.Instagram.com/temancrowde Crowde ditunjuk sebagai ?The Best Agriculture-related Social Enterprise? oleh DBS-NUS Social Venture Challenge Asia.

Adapun setelah lulus S1, Yohanes kembali melanjutkan proyek tugas akhirnya dari mata kuliah Business Plan, yakni peternakan ayam.

Tak dinaya, bisnis yang terlihat menjanjikan tersebut dilanda musibah, sehingga ia harus mengalami kerugian besar.

Pada masa itulah Yohanes merasakan masa terkelam dalam hidupnya. Ia sadar bahwa profit tidak bisa dijadikan tujuan utama dalam berbisnis.

“Menyadari kesalahan itu saya belajar dan bangkit dengan goal baru, yakni membantu sesama,” tuturnya.

Selepas itu, Yohanes memutuskan untuk berkeliling ke berbagai desa selama tiga bulan dan tinggal dari satu rumah petani ke rumah petani lainnya.

Baca juga: Tips Karier Progresif Jadi Direktur di Usia Muda ala Alumnus Prasmul

“Pada akhirnya saya bertemu satu petani yang baru mendapatkan modal dari renternir alias lintah darat. Saya sangat terkejut ketika Pak Petani menjadikan anaknya sebagai jaminan pembayaran utang,” cerita Yohanes.

Melihat realita tersebut, terbesit ide di kepalanya untuk membuat Crowde. Ide ini merupakan salah satu cara baginya untuk mengeliminasi keberadaan lintah darat sebagai sumber funding dalam bercocok tanam.

“Crowde mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk berinvestasi atau meminjamkan uang untuk para petani dengan sekali klik. Bukan hanya itu, para investor maya bahkan turut menerima keuntungan melalui sistem bagi hasil,” jelas Yohanes.

Masuk daftar 30 Under 30 Asia

Yohanes Sugihtononugroho bersama tim Crowde.DOK. ceritaprasmul.com Yohanes Sugihtononugroho bersama tim Crowde.

Proses pengembangan Crowde bukanlah perkara mudah. Sebab, tanpa adanya bisnis serupa sebagai benchmark, tahun-tahun pertama Crowde pun dipenuhi dengan validasi.

Baca juga: Dukung Kebangkitan Pariwisata, Prasmul Siap Rilis Aplikasi Touree.id

Belum lagi friksi dari para lintah darah pedesaan yang menolak mentah-mentah sistem funding dari Crowde. Bahkan salah satu kantor perwakilan Crowde di Bogor sempat diserang dan dibakar oknum tertentu.

“Meksi demikian, kami harus tetap maju. Kami menyadari masalah itu, tapi pada saat yang sama, kami tahu bahwa Crowde menerima banyak dukungan. Jadi kami tidak boleh menyerah dan berhenti di jalan,” ujarnya.

Lama-kelamaan, hasil jerih payah Crowde pun diakui di seluruh Asia. Yohanes dan rekan kerja bahkan berhasil masuk daftar Forbes 30 Under 30 Asia.

Yohanes mengungkapkan, model bisnis yang digagas Crowde bersifat universal dan membantu mendongkrak exposure ke seluruh dunia.

Baca juga: Wisuda Prasmul, Rektor Djisman Minta Wisudawan Jadi Pelopor Gaya Hidup Baru di Masyarakat

“Pengasahan soft-skill dari Prasmul berperan banyak terhadap kemampuan saya berkomunikasi dan menyampaikan ide. Kalau pintar, punya ide bagus, tapi tidak bisa membuat orang-orang percaya pada produk itu, maka sia-sia saja, kan?” ucapnya.

Dari perjalanan berat hingga sekarang, Crowde berhasil memiliki sekitar 14.000 pengikut di seluruh Indonesia.

“Awal mulanya kami hanya punya 30 petani. Untuk pendana, dari awalnya hanya ada 127 pihak sekarang sudah ada lebih dari 20.000 orang serta dari awalnya ada dua karyawan, sekarang sudah ada 50 karyawan,” paparnya.

Meski terlihat mustahil, Yohanes mengatakan bahwa ia masih punya banyak tujuan yang ingin dicapai. Salah satunya adalah untuk merangkul sebanyak mungkin petani di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com