Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Partai Baru Sulit Lolos "Parliamentary Threshold"?

Kompas.com - 19/02/2024, 16:00 WIB
Alinda Hardiantoro,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Partai-partai baru pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mengalami kesulitan menembus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Ambang batas parlemen atau parliamentary threshold adalah syarat bagi partai politik untuk bisa masuk ke parlemen.

Parliamentary threshold digunakan untuk menentukan jatah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bagi partai dengan perolehan suara minimal 4 persen.

Berdasarkan hasil sementara real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) data 56,47 persen, sebanyak 9 dari 18 partai peserta Pemilu 2024 berpeluang tak lolos ambang batas parlemen.

Baca juga: Mengenal Parliamentary Threshold, Syarat Partai Politik Bisa Masuk Parlemen

7 partai baru berpeluang tak lolos parlemen

Pada Pemilu 2019, terdapat tujuh partai yang tidak lolos ambang batas parlemen. Lima di antaranya kembali terancam tidak mendapat kursi DPR pada Pemilu 2024.

Berikut partai-partai yang berpeluang gagal ke parlemen:

  • Partai Buruh: 1,1 persen
  • Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora): 1,75 persen
  • Partai Kebangkitan Nusantara (PKN): 0,68 persen
  • Partai Garda Republik Indonesia (Garuda): 1,05 persen
  • Partai Solidaritas Indonesia (PSI): 2,78 persen
  • Partai Perindo: 1,87 persen
  • Partai Ummat: 1,01 persen.

Lantas, mengapa partai-partai baru sulit menembus ambang batas parlemen?

Baca juga: Bawaslu Temukan 19 Masalah dalam Pemilu 2024, Berikut Rinciannya

Minimnya basis massa

Pengamat politik Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat mengatakan, basis massa menjadi salah satu penyebab utama partai politik baru sulit menembus ambang batas parlemen

"Partai baru ini kalau tidak memiliki basis massa primordial, sulit (lolos ambang batas parlemen)," kata Cecep saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/2/2024).

Sebagai informasi, basis massa primordial adalah jejaring massa yang memiliki kesamaan ideologi dengan partai politik.

Menurut dia, faktor ini sangat penting lantaran penduduk Indonesia yang beragam dan tersebar di berbagai gugusan pulau.

Karena itu, basis massa yang dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan partai itu sendiri.

Untuk menyaring basis massa, perlu strategi mobilisasi yang terbuka sehingga menjadi kekuatan masif penggerak mesin politik.

Baca juga: Berpeluang Tak Lolos Parlemen, Minimnya Figur Kunci Dinilai Jadi Penghambat Jokowi Effect di PSI

Mesin partai dan sumber daya logistik

Cecep menjelaskan, partai baru juga sebaiknya memiliki struktur dan mesin partai.

Sayangnya, sebagian besar partai baru di Indonesia belum memiliki struktur dan mesin partai yang berjalan dengan optimal sehingga sulit menembus kursi DPR.

Selain itu, keberadaan sumber daya logistik juga penting untuk mendukung berjalannya organisasi partai.

"Paling mungkin (untuk partai baru) adalah mendapat sumber daya logistik dari pihak luar atau donatur dengan sumber daya yang besar untuk membiayai partai," jelas dia.

"Pada kasus Perindo, dia memiliki sumber daya yang besar, tapi mesin baru. Ada logistik, tapi kemudian mesinnya belum optimal. Itu susah juga," sambungnya.

Jika ketiga faktor di atas telah terpenuhi, Cecep memprediksi sebuah partai politik baru bisa lolos ambang batas dengan cepat.

Baca juga: Hasil Real Count Pileg Data 51,28 Persen: 9 Parpol Berpeluang Lolos Parlemen

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com