Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah TPST Bantargebang yang Terbakar Hari Ini

Kompas.com - 29/10/2023, 18:15 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di Kota Bekasi, Jawa Barat mengalami kebakaran pada Minggu (29/10/2023) siang.

"Dapat info kebakarannya terjadi sekitar jam 14.00 WIB," ujar Mila, salah seorang warga yang memiliki lapak dagang di dekat lokasi, dikutip dari Kompas.com (29/10/2023).

Ia sendiri mengaku sedang tidak berada di Bantargebang karena tengah berada di rumah yang lokasinya tak jauh dari tempat pembuangan sampah itu.

Mila menyebut, kebakaran yang terjadi, mengakibatkan langit menjadi tampak gelap karena asap yang ditimbulkan dari kebakaran.

"Dari tempat saya, cuma kelihatan asap saja, enggak kelihatan apinya. Langit jadi gelap," ujar Mila.

Baca juga: TPST Bantargebang Kebakaran, Asap Tebal dan Membubung Tinggi

Sejarah TPST Bantargebang

TPST Bantargebang merupakan tempat pembuangan sampah yang berlokasi di Kelurahan Ciketing Udik, Sumur Batu, dan Cikiwul, Bekasi, Jawa Barat.

Bantargebang memiliki luas lahan sebesar 108 hektar yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Bekasi dan Pemerintah DKI Jakarta untuk membuang sampah.

Pada tahun 2021, Pemprov DKI Jakarta menyebutkan, ketinggian timbunan sampah di TPST Bantargebang sudah mencapai maksimal dengan ketinggian 50 meter.

Adapun pada 20 Januari 2023, lalu TPST Bantargebang juga sempat viral di media sosial lantaran disebut-sebut memiliki ketinggian setara gedung 16 lantai.

Bantargebang dikutip dari Kompas.id, awalnya merupakan sebuah kawasan yang lahan tanah merahnya dikeruk untuk proyek properti sejak tahun 1970-an hingga 1980.

Namun kemudian kawasan tersebut berubah menjadi kawasan tempat pembuangan akhir (TPA) Bantargebang.

Selanjutnya pada tahun 1986, tempat tersebut berubah menjadi tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Bantargebang.

Sementara itu, mengutip Kompas.com (20/1/2023), sebelum menjadi TPA, Bantargebang dipenuhi aliran Kali Cikengtingudik yang terhubung dengan Kali Asep.

Alin Anwar dalam bunya yang berjudul Konflik Sampah Kota menyebutkan, Bantargebang mulai menjadi TPA karena pesatnya pertumbuhan penduduk dan perdagangan di Jakarta yang berakibat penumpukan volume sampah di Ibu Kota.

Hingga 1980-an, volume sampah di Jakarta mencapai 12.000 meter kubik per hari, yang akhirnya membuat pemerintah saat itu harus mencari lokasi untuk pembuangan akhir.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya pilihan TPA jatuh pada kawasan Medan Satria dan Bantargebang.

Jadi lokasi pembuangan sampah

Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek dan Pemprov Jabar kemudian secara resmi mengajukan surat ke Bupati Bekasi saat itu, Suko Martono, terkait rencana DKI untuk membebaskan lahan di dua tempat tersebut pada tahun 1985.

Setelah melalui berbagai kajian, Bantargebang kemudian terpilih sebagai lokasi pembuangan sampah.

Selanjutnya pada 26 Januari 1986, Gubernur Jawa Barat saat itu, Yogie SM, menyetujui izin lokasi pembebasan tanah.

Pemberian izin itu menandai beroperasinya TPA yang kini menjadi TPST Bantargebang.

Dibandingkan dengan TPST di kota lain, seperti TPST Piyungan di Yogyakarta, TPST Mulyo Agung Bersatu di Malang, dan TPST Seminyak di Bali, Bantargebang merupakan TPST yang memiliki area paling luas.

Baca juga: Kebakaran TPST Bantargebang Terjadi di Zona II dan Bukan Zona Aktif

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Gelombang Tinggi 15-16 Mei 2024, Ini Daftar Wilayahnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com