Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Broken Heart Syndrome" dan Pandemi Covid-19...

Kompas.com - 11/07/2020, 20:03 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sumber CNN

KOMPAS.com - Broken heart syndrome meningkat selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Mengutip CNN, Kamis (9/7/2020), penelitian terbaru menunjukkan tekanan fisik dan mental akibat kondisi sosial dan ekonomi pada masa pandemi Covid-19 membuat banyak orang mengalami broken heart syndrome.

Sindrom ini bukan sindrom patah hati karena putus cinta, tetapi gejala lemah jantung sehingga menyebabkan nyeri dada dan sesak napas.

Sindrom yang dikenal dengan nama Takotsubo ini muncul seperti serangan jantung, tapi dipicu oleh stres bukan penyumbatan aliran darah.

Dalam beberapa kasus, sindrom ini dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya dapat pulih dalam beberapa hari atau minggu.

Berdasarkan studi di Ohio, risiko orang mengalami sindrom ini dua kali lebih tinggi saat pandemi.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal medis JAMA Network Open ini mengamati 1.914 pasien yang mendapatkan perawatan saat pandemi.

Baca juga: Soal Pengujian Virus Corona, Mana Tes yang Lebih Akurat?

Dari penelitian itu disimpulkan bahwa meningkatnya broken heart syndrome karena tekanan psikologis, sosial dan ekonomi karena pandemi seperti isolasi, kurangnya interaksi, menjaga jarak, dan faktor ekonomi yang memberatkan kehidupan manusia.

"Pandemi telah menciptakan lingkungan paralel yang tidak sehat," kata ahli jantung yang memimpin penelitian itu, Dr. Ankur Kalra.

"Jarak emosional tidak sehat. Dampak ekonomi tidak sehat. Penelitian kami mengatakan bahwa stres kardiomiopati telah naik karena stres yang diciptakan pandemi," lanjut Kalra.

Meski demikian, penelitian ini tidak memeriksa apakah ada hubungan antara broken heart syndrome dan stres karena mengidap Covid-19, atau hanya karena melihat kerabat yang menderita penyakit tersebut.

Peneliti juga hanya melakukannya di Ohio sehingga butuh lebih banyak penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif.

Seorang ahli broken heart syndrome mengajukan pertanyaan tentang metodologi penelitian ini dan menunjukkan peluang akan adanya potensi bias.

Baca juga: Desakan WHO, Penyebaran Virus Corona, dan Tingginya Kasus Covid-19 di AS...

"Mereka mungkin sepenuhnya benar. Saya tidak keberatan dengan hipotesis. Saya keberatan dengan metode statistik," kata seorang profesor kardiologi emeritus di University of Adelaide Australia, Dr. John Horowitz.

Otoritas kesehatan masyarakat di AS telah mengingatkan tentang dampak Covid-19 pada kesehatan mental.

Direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, pandemi virus corona juga membawa dampak pada kesehatan mental.

"Dampak pandemi pada kesehatan mental masyarakat sudah sangat memprihatinkan," kata Ghebreyesus.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Macam-macam Penularan Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com