KOMPAS.com - Pandemi virus corona yang terjdi di dunia telah membuat para ilmuwan berlomba menemukan obat yang paling efektif untuk pengobatan penyakit Covid-19.
Sementara itu, pelacakan kasus infeksi virus SARS-CoV-2 sejauh ini dapat dilakukan dengan melakukan tes.
Melansir healthline, terdapat pemberitaan yang menyenangkan dan tidak begitu menggembirakan mengenai pengujian Covid-19.
Tes yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis infeksi virus corona jenis baru, hampir 100 persen efektif jika dilakukan dengan benar.
Namun, hal yang sama tidak dapat dikatakan dari hasil tes untuk menentukan apakah seseorang sudah terinfeksi penyakit dan telah mengembangkan antibodi.
Baca juga: Indonesia Disebut Masuk Fase Berbahaya, Kapan Pandemi Akan Berakhir?
Para ahli menyampaikan bahwa pengujian diagnostik menjadi salah satu alat kesehatan masyarakat yang paling kuat untuk memerangi penyebaran virus corona.
Tes akan mengidentifikasi orang yang mungkin memerlukan perawatan. Hasil juga melacak mereka yang telah melakukan kontak dengan orang lain untuk membantu mencegah penularan penyakit lebih lanjut.
Ini dapat membantu ahli epidemiologi menentukan seberapa luas virus telah menyebar.
"Pengujian membuat musuh terlihat," kata Dr Emily Volk, asisten profesor patologi di University of Texas-Health di San Antonio dan presiden terpilih dari College of American Pathologists (CAP).
Terdapat dua jenis tes dasar untuk virus corona SARS-CoV-2, yaitu mendiagnosis infeksi dan tes antibodi.
Baca juga: Waspada Gejala Baru Virus Corona, dari Sulit Berbicara hingga Halusinasi
Tes diagnostik digunakan untuk mendeteksi infeksi aktif, di mana ini dapat dilakukan jika merasa telah terpapar coronavirus atau menunjukkan gejala Covid-19.
Saat ini ada dua jenis tes diagnostik yang tersedia, yakni uji reaksi rantai polimerase molekul (RT-PCR) real-time yang mendeteksi bahan genetik virus dan tes antigen mendeteksi protein spesifik pada permukaan virus.
Disebutkan, tes lebih banyak menggunakan tes nasofaring RT-PCR, dengan mayoritas dilakukan dengan menempelkan swab ke dalam hidung untuk mengumpulkan sampel virus yang akan diuji.
Baca juga: Ibu Hamil Tak Mampu Bayar Swab, Benarkah Tes untuk Bumil Berbayar?
Namun, beberapa tes RT-PCR yang disetujui baru-baru ini berusaha untuk menghindari ketidaknyamanan yang terkait dengan tes usap nasofaring.
Itu dilakukan dengan memungkinkan sampel dikumpulkan melalui usap hidung yang dangkal atau dengan menguji air liur untuk mengetahui keberadaan virus.
Volk berujar, jika dilakukan dengan benar, tes swab RT-PCR akan cukup mendekati 100 persen akurat.
"Kita harus mendiagnosis orang dengan tes PCR karena ini yang paling akurat," ujar Dr. Christina Wojewoda, ahli patologi di University of Vermont dan wakil ketua komite mikrobiologi CAP.
Baca juga: Jadi Syarat Saat Bepergian di Era New Normal, Apa Itu PCR dan Mengapa Mahal?