Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Broken Heart Syndrome" dan Pandemi Covid-19...

KOMPAS.com - Broken heart syndrome meningkat selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Mengutip CNN, Kamis (9/7/2020), penelitian terbaru menunjukkan tekanan fisik dan mental akibat kondisi sosial dan ekonomi pada masa pandemi Covid-19 membuat banyak orang mengalami broken heart syndrome.

Sindrom ini bukan sindrom patah hati karena putus cinta, tetapi gejala lemah jantung sehingga menyebabkan nyeri dada dan sesak napas.

Sindrom yang dikenal dengan nama Takotsubo ini muncul seperti serangan jantung, tapi dipicu oleh stres bukan penyumbatan aliran darah.

Dalam beberapa kasus, sindrom ini dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya dapat pulih dalam beberapa hari atau minggu.

Berdasarkan studi di Ohio, risiko orang mengalami sindrom ini dua kali lebih tinggi saat pandemi.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal medis JAMA Network Open ini mengamati 1.914 pasien yang mendapatkan perawatan saat pandemi.

Dari penelitian itu disimpulkan bahwa meningkatnya broken heart syndrome karena tekanan psikologis, sosial dan ekonomi karena pandemi seperti isolasi, kurangnya interaksi, menjaga jarak, dan faktor ekonomi yang memberatkan kehidupan manusia.

"Pandemi telah menciptakan lingkungan paralel yang tidak sehat," kata ahli jantung yang memimpin penelitian itu, Dr. Ankur Kalra.

"Jarak emosional tidak sehat. Dampak ekonomi tidak sehat. Penelitian kami mengatakan bahwa stres kardiomiopati telah naik karena stres yang diciptakan pandemi," lanjut Kalra.

Meski demikian, penelitian ini tidak memeriksa apakah ada hubungan antara broken heart syndrome dan stres karena mengidap Covid-19, atau hanya karena melihat kerabat yang menderita penyakit tersebut.

Peneliti juga hanya melakukannya di Ohio sehingga butuh lebih banyak penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif.

Seorang ahli broken heart syndrome mengajukan pertanyaan tentang metodologi penelitian ini dan menunjukkan peluang akan adanya potensi bias.

"Mereka mungkin sepenuhnya benar. Saya tidak keberatan dengan hipotesis. Saya keberatan dengan metode statistik," kata seorang profesor kardiologi emeritus di University of Adelaide Australia, Dr. John Horowitz.

Otoritas kesehatan masyarakat di AS telah mengingatkan tentang dampak Covid-19 pada kesehatan mental.

Direktur jenderal Organisasi Kesehatan Dunia, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan, pandemi virus corona juga membawa dampak pada kesehatan mental.

"Dampak pandemi pada kesehatan mental masyarakat sudah sangat memprihatinkan," kata Ghebreyesus.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/11/200300165/-broken-heart-syndrome-dan-pandemi-covid-19-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke