KOMPAS.COM - Buya Hamka merupakan tokoh ulama sekaligus sastrawan terkemuka di Indonesia. Ia juga dikenal sebagai tokoh penting dalam organisasi Muhammadiyah.
Buya Hamka lahir pada 17 Februari 1908 di Tanah Sirah, Desa Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat.
Bukan sekadar ulama biasa, Hamka juga terkenal sebagai satrawan ulung yang telah menulis berbagai karya sastra kenamaan, seperti Di Bawah Lindungan Ka'bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Hamka merupakan nama akronim dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah.
Sementara itu, Buya adalah julukan khas dari Tanah Minang yang diberikan untuk orang tua yang berarti ayah (abu, abi, abuya).
Buya Hamka memiliki andil besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Berbeda dengan prajurit Indonesia pada umumnya yang berjuang dengan kekuatan fisik ataupun militer, sosok Buya Hamka berjuang dengan kepiawaiannya dalam berpikir dan menulis berbagai karya sastra.
Banyak buku yang ditulis Buya Hamka. Salah satu buku kenamaan dan berhasil melambungkan namanya ialah Tafsir Al-Azhar yang ditulis Buya Hamka ketika masih dalam penjara.
Tak hanya berfokus pada bidang dakwah, Buya Hamka juga gemar menyalurkan ide dan pikirannya ke dalam sebuah tulisan.
Buya Hamka dikenal dengan karya-karyanya yang luar biasa, seperti novel, sejarah Islam, hingga tafsir Al-quran.
Semua karya itu berangkat dari rasa cintanya terhadap dunia menulis.
Hingga pada 1925, Buya Hamka memutuskan terjun ke dunia jurnalistik.
Hamka memulai langkah dengan mengirim tulisan-tulisannya ke Hindia Baru yang dieditori oleh Haji Agus Salim, seorang pemimpin politik Islam.
Baca juga: Biografi Agus Salim, The Grand Old Man Indonesia
Langkahnya terus berkembang hingga berhasil mendirikan jurnal pertama Muhammadiyah, Chatibul Ummah.
Dengan kegigihannya, pada 1925, Hamka juga berjaya menerbitkan karya pertamanya, yaitu novel Minangkabau yang berjudul Si Sabariah.