Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buya Hamka, Pahlawan Nasional dan Penulis Novel Terlaris

Kompas.com - 09/04/2022, 12:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Buya Hamka adalah ulama dan sastrawan yang tercatat dalam sejarah turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia pada masa Revolusi.

Semasa hidup, ia meniti karier sebagai seorang wartawan, penulis, filsuf, pengajar, dan politikus.

Buya Hamka diketahui menjadi ketua pertama Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekaligus salah satu tokoh Muhammadiyah yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

Namanya juga dikenal sebagai penulis novel terlaris, Di Bawah Lindungan Kabah dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck.

Di sisi lain, Buya Hamka pernah aktif dalam Partai Masyumi, yang membuatnya sempat dipenjara karena dikaitkan dengan pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Baca juga: Tokoh Muhammadiyah yang Bergelar Pahlawan Nasional

Riwayat pendidikan Buya Hamka

Buya Hamka lahir di Tanah Sirah, Sumatera Barat, pada 17 Februari 1908 dengan nama asli Abdul Malik Karim Amrullah.

Hamka merupakan nama pena yang ia gunakan, singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Sementara Buya merupakan panggilan kehormatan kepada ahli agama dalam tradisi Minangkabau.

Buya Hamka berasal dari keluarga ulama. Ayahnya adalah Abdul Karim Amrullah atau biasa dipanggil Haji Rasul, yang dikenal sebagai seorang pembaru Islam di Minangkabau.

Sewaktu berusia empat tahun, Buya Hamka dan keluarga pindah dari Maninjau ke Padang Panjang.

Di sana, ia belajar membaca Al Quran dan bacaan salat dengan dibantu oleh kakak tirinya. Pada 1915, Hamka masuk ke Sekolah Desa, di mana ia belajar pengetahuan umum.

Sementara pada sore harinya, ia ikut pendidikan agama di Diniyah School, yang dirintis oleh Zainuddin Labay El Yunusy.

Baca juga: Ahmad Dahlan: Kehidupan, Perjuangan, dan Perannya di Muhammadiyah

Pada 1918, Hamka berhenti dari Sekolah Desa dan masuk ke Thawalib atau organisasi Islam paling awal di Indonesia, atas arahan sang ayah.

Namun, ia merasa kurang puas dengan keadaan pendidikannya saat itu, sehingga memilih untuk mengunjungi perpustakaan yang dikelola oleh salah satu gurunya, Afiq Aimon Zainuddin.

Di perpustakaan inilah, Hamka mulai mengarahkan pandangannya untuk pindah ke Jawa, setelah membaca buku-buku tentang Jawa Tengah.

Karena minatnya yang kurang untuk belajar di Thawalib, setelah empat tahun, ia keluar.

Pergi ke Jawa

Setelah perceraian kedua orang tuanya, semangat Buya Hamka untuk pergi ke Pulau Jawa semakin tinggi.

Pada 1924, ia meninggalkan Sumatera, karena yakin bahwa ajaran Islam di Jawa jauh lebih maju dari segi struktur dan organisasi.

Baca juga: KH Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi, Mahaguru Ilmu Falak Indonesia

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com